Bullying, fenomena yang meresahkan itu terus menjadi sorotan bagi kita semua. Aksi bullying merebak dengan cepat dan merenggut kesejahteraan banyak individu, terutama anak atau siswa.Â
Dalam pembahasan mengenai masalah ini, sering kali banyak pihak dengan mudah menyalahkan institusi pendidikan sebagai sasaran kritik yang rasanya hanya untuk "mengkambinghitamkan".Â
Namun, untuk memahami akar permasalahan ini kita perlu melihat lebih dalam dan menyadari bahwa terlalu banyak faktor eksternal yang juga memainkan peran besar dalam mempengaruhi timbulnya perilaku tidak terpuji ini.
Maraknya kejadian bullying di negeri kita bukanlah sebuah kesalahan atau kegagalan institusi pendidikan. Karena ada muatan pendidikan karakter pada setiap kurikulum yang diberlakukan selama ini.Â
Faktor eksternal seperti pengaruh teknologi berupa media sosial dan internet juga memainkan peran signifikan.Â
Dunia digital memberikan platform baru bagi para pelaku bullying berupa body shaming untuk beraksi diluar batas. Kekerasan verbal dan psikologis seringkali dilakukan misalnya cyberbullying. [Kompas.com]
Tekanan sosial juga berperan dalam mempengaruhi generasi muda telah mengubah cara anak-anak dan remaja berinteraksi. Tekanan untuk tampil sempurna, terpapar pada citra tubuh/fisik yang tidak realistis, menciptakan kecenderungan untuk merendahkan diri sendiri dan orang lain.Â
Mudahnya untuk menyalahkan institusi pendidikan atas maraknya kejadian bullying, tetapi permasalahan ini memiliki banyak dimensi secara kompleks.Â
Solusi yang komprehensif memerlukan kolaborasi antara pendidikan karakter, peran aktif keluarga, dan peningkatan kesadaran di masyarakat.Â
Hanya dengan langkah-langkah holistik seperti ini, kita dapat menggantungkan harapan demi mengurangi dampak buruk bullying dan menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi generasi.
Pendidikan karakter yang dimulai dari orangtua memang sangat penting dan menjadi satu bagian dari solusi.Â
Jelas perlu pendekatan holistik yang melibatkan institusi pendidikan, orangtua, dan masyarakat secara keseluruhan untuk melawan efek negatif atau dampak merugikan dari bullying.
Orangtua atau keluarga memiliki peran kunci dalam pencegahan bullying. Namun secara sadar atau tidak, faktor ini juga dapat menjadi penyebab tersembunyi dari maraknya bullying.
Peran orangtua sebagai "role model" dan segala tindakannya pasti akan mempengaruhi karakter dan kepribadian dari anak-anaknya.
Hal krusial yang perlu diajarkan di rumah yakni pola komunikasi dan nilai-nilai yang membentuk karakter anak-anak guna membimbing mereka tentang cara menghormati orang lain dan sekali-kali bersikap merendahkan.Â
Memang sudah seharusnya seperti itulah yang dilakukan oleh para orangtua terhadap anak-anaknya. Hampir pada umumnya sudah seperti itu.
Hanya saja, ketika orangtua memberikan dukungan emosional kepada anak-anaknya, ada tindakan bullying yang dilontarkan kepada anak orang lain.
Masih banyak orangtua yang belum sepenuhnya menyadari tanda-tanda bullying, atau mungkin dikesampingkan hanya karena ego sepihak.
Based on true story, kisahnya seperti ini.Â
Di sekolah ada ekstrakurikuler beladiri. Siswa yang mengikutinya ada yang bertubuh agak berisi sehingga terkadang kesulitan mempraktikkan gerakan seperti mengangkat badan atau dengan kata lain pergerakannya menjadi sedikit terbatas dibanding siswa lainnya.Â
Nah, ada di antara orangtua yang menyaksikan anaknya latihan belajar beladiri, malah menyoraki siswa yang bertubuh lebih berisi ini karena tidak berhasil menampilkan gerakan jurus beladiri, dengan cara melontarkan kata-kata yang menyerang fisik atau body shaming.Â
Hal demikian dilakukan wali murid tersebut tidak hanya sekali. Di lain kesempatan, juga kembali membully dengan cara body shaming.
Fenomena body shaming oleh wali murid di lingkungan sekolah
Kisah yang diceritakan merupakan salah satu contoh nyata dari bagaimana masalah bullying dan body shaming merajalela dalam kehidupan sehari-hari. merupakan cerminan dari permasalahan dalam masyarakat kita, di mana penghinaan fisik dan perilaku merendahkan masih menjadi-jadi.
Kasus ini menyoroti pentingnya orangtua mendidik karakternya sendiri terlebih dahulu. sembari peran orangtua dalam membentuk perilaku anak-anak mereka.Â
Body shaming tidak hanya merusak kepercayaan diri seorang anak, tetapi juga bisa berdampak jangka panjang pada kesehatan mental dan fisik mereka.
Dalam kehidupan sosial masyarakat, kita harus berusaha untuk wajib memahami dan menerima perbedaan fisik dan kemampuan setiap individu.Â
Waspada body shaming, stop bullying oleh orangtua "toxic"
Dari penuturan pengalaman di atas, kita menyadari bahwa ternyata banyak di antara orangtua yang tindakannya menjadi akar dari aksi bullying, baik kepada anak sendiri maupun ke anak orang lain, meski dianggap sekecil apapun itu bentuknya.
Jadi, sudah selayaknya bagi para orangtua di luar sana untuk menyadari dengan penuh segala tindakannya.Â
Celetukan atau candaan orangtua kepada anak-anak zaman now di masa kini sepertinya memang harus benar-benar difilter.Â
Dengan cara itu, para orangtua dapat berkontribusi memutus aksi bullying bagi para generasi penerus. Karena bila bukan menjadi pelaku, maka anaknya bisa saja malah menjadi korban.
Anak menjadi pelaku lantaran sering mengamati tindakan orangtua ketika bercanda tapi melakukan body shaming yang tidak peka kekerasan verbal. Sedangkan anak menjadi korban karena minimnya edukasi dibanding perlakuan diskriminasi yang diterima dari orang-orang terdekatnya.
Untuk itu, di bawah ini ada beberapa hal yang perlu kita cermati ulang tentang bagaimana para orangtua atau pihak keluarga bersikap dengan sadar dan bijak, demi terhindar dari fenomena bullying.
Menjaga karakter dan peran orangtua dalam membentuk perilaku/tindakannya yang bebas bullying sangat penting dalam upaya mengatasi masalah bullying dan body shaming.Â
Ketika orangtua menjadi teladan yang baik dalam menghormati perbedaan, anak-anak pun akan lebih mungkin menginternalisasi nilai-nilai tersebut.Â
Orangtua sebagai teladan, harus membimbing anak-anak mereka untuk menghormati dan mendukung teman-teman sekelas yang mungkin memiliki tantangan fisik tertentu.Â
Sekolah juga memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung supaya bullying dan body shaming tidak dapat bertahan dan berkembang.
Memperkuat rasa hormat, empati, dan toleransi di kalangan generasi muda adalah langkah terus-menerus yang sangat penting untuk dilakukan oleh orangtua kepada anak.Â
Kita berharap bahwa kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik dan lebih inklusif bagi anak-anak kita, di mana setiap individu dihargai dan dihormati, tanpa memandang fisik atau kemampuan mereka.Â
Berbagai kasus dan kisah nyata yang telah diungkapkan harus menginspirasi kita semua untuk bergerak, tidak hanya sebagai individu, tetapi sebagai masyarakat yang peduli.Â
Melalui upaya bersama, kita dapat mengambil tindakan proaktif untuk menghentikan budaya bullying dan body shaming.Â
Dengan demikian, harapannya semoga kita dapat mewujudkan masyarakat yang lebih ramah, berempati, dan penuh dukungan bagi semua.
Kisah ini seharusnya menjadi cambuk bagi kita semua untuk lebih peduli dan berperan aktif dalam menghentikan budaya bullying dan body shaming, serta mempromosikan rasa hormat, empati, dan toleransi di antara kita semua.Â
Hanya dengan upaya itu, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih humanis bagi kita dan bagi generasi, baik di sekolah maupun di mana pun berada.
Bukankah fisik dan segala apa yang ada di diri kita adalah anugerah terindah dari Allah SWT?
Semua orang ingin dihargai, di mana setiap individu dihormati tanpa memandang fisik atau kekurangan mereka. Karena kita semua pasti punya kelebihan dibalik kekurangan yang tampak.
Literasi terkait di Kompas.com: 1, 2, 3, 4.
*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H