Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | akbarpitopang.kompasianer@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Kenali "Masturbasi Infantil" dan Cegah Kekerasan Seks pada Anak sejak Dini

19 September 2023   14:35 Diperbarui: 19 September 2023   19:28 1962
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mastrubasi pada balita atau anak-anak di bawah usia pubertas. (via Kompas.com)

Sebagai orangtua, khususnya ibu, mendapati perilaku masturbasi pada anaknya yang masih kecil mungkin merupakan pengalaman yang membuat cemas dan bingung.  Sebagaimana baru-baru ini saya menemukan postingan di media sosial berisi curhatan seorang ibu yang mendapati secara tidak sengaja perilaku anak perempuannya yang masih kecil menggesek-gesekkan area kelaminnya ke sandaran tangan dari kursi kayu di rumahnya.

Jangan panik, karena penting bagi orangtua untuk memahami bahwa perilaku yang satu ini, meskipun jarang, sebaiknya diatasi dengan pemahaman dan dukungan daripada dengan stigmatisasi. 

Melansir Kompas.com, masturbasi merupakan salah satu aktivitas seksual yang melibatkan rangsangan pada alat kelamin atau bagian sensitif tubuh lainnya.  Aktivitas seksual ini mungkin sering dianggap negatif ketika yang melakukannya orang dewasa. Tapi, bagaimana bila yang melakukannya anak kecil yang masa pubertasnya masih jauh atau masih lama akan dialaminya? Mari kita teliti fenomena ini dari beberapa sudut pandang yang berbeda. 

Anak kecil biasanya belum memiliki pemahaman seksual yang lengkap. Jadi, tindakan ini mungkin muncul sebagai respons alami terhadap sensasi yang mereka rasakan. Ini tidak selalu mengindikasikan sesuatu yang buruk, namun penting bagi orang tua untuk berbicara dengan anak tentang batasan privasi dan perilaku yang sesuai.

Secara medis, penting untuk memahami bahwa anak-anak dapat mengalami respons fisik yang normal terhadap sensasi pada area genital mereka. Ini bisa termasuk refleks atau tindakan yang tidak disengaja, seperti menempelkan alat kelamin pada objek tertentu. 

Sedangkan secara psikologis, perilaku masturbasi pada anak kecil mungkin terjadi karena mereka sedang menjelajahi tubuh mereka dan mengeksplorasi sensasi yang mereka rasakan. Ini bagian dari perkembangan seksual dan identitas gender mereka. 

Penting bagi orang tua untuk menghadapi situasi ini dengan penuh pengertian dan empati. Bicarakan dengan anak secara terbuka.

Perilaku masturbasi pada anak kecil bisa menjadi hal yang mencemaskan orangtua, tetapi itu adalah bagian dari perkembangan seksual anak pada masa tumbuh-kembang. Masturbasi anak usia dini bukan seperti orang dewasa yang mencapai orgasme, melainkan hanya berupa sensasi berbeda yang dapat mengalihkan perhatian anak. 

Pemahaman, dukungan, dan komunikasi terbuka dengan anak adalah kunci untuk membantu mereka mengatasi fase ini dengan sehat dan positif. 

Apabila perilaku ini terus berlanjut dalam waktu yang lama, atau jika anak tampak sangat terobsesi dengan hal ini, mungkin perlu dikonsultasikan dengan psikolog atau dokter. Tentu mungkin saja itu merupakan tanda masalah yang perlu ditangani dengan bantuan ahli.

Kenali dan amati perilaku anak usia dini yang mengarah pada masturbasi infantil. (sumber: Pexels.com/ Caled Oquendo)
Kenali dan amati perilaku anak usia dini yang mengarah pada masturbasi infantil. (sumber: Pexels.com/ Caled Oquendo)

Bila ditemukan masturbasi pada siswa di tingkat dasar

Masturbasi adalah topik sensitif dalam pengasuhan anak, terutama ketika muncul pada usia yang sangat muda. Namun, penting bagi orang tua dan guru untuk memahami bahwa fenomena ini dapat terjadi sebelum anak memasuki masa pubertas. 

Ini dikenal sebagai "masturbasi infantil," yang pertama kali dilaporkan oleh Still pada awal abad ke-20. dan sejak itu telah diakui secara luas oleh kalangan medis. [sumber]

Masturbasi infantil adalah perilaku seksual yang terjadi pada bayi dan anak-anak di bawah usia pubertas. Ini sering kali muncul sebagai reaksi alami terhadap sensasi yang mereka rasakan pada area genital mereka. Ini adalah bagian dari eksplorasi tubuh yang normal.

Bahkan baru-baru ini, saya mendengar kabar tentang seorang siswa laki-laki kelas 3 SD yang kedapatan melakukan aktivitas masturbasi ini di kelas ketika teman-temannya sibuk dalam dinamika kelas. Dia melakukannya layaknya aktivitas biasa hanya dengan menggesekkan area vitalnya ke bagian meja area dekat mulut laci dan tidak ada seorang temannya yang paham akan hal itu. 

Bagaimana seharusnya guru merespons fenomena ini dengan bijak?

Tanda-tanda masturbasi anak yang dapat terjadi misalnya anak mungkin sering menyentuh atau memegang area genital mereka. Ini bisa terlihat seperti aktivitas yang rutin namun tidak disengaja.

Namun, untuk kasus pada siswa kelas 3 tadi, ia melakukannya dengan menggesek-gesekkan kelaminnya tersebut ke sudut meja dekat area laci. Nah, guru jangan sampai gagap dan gugup menyikapi fenomena ini. Saat melihat perilaku seperti yang saya sebutkan, guru dapat berbicara dengan anak tersebut secara pribadi lalu melibatkan orang tua untuk mencari solusi yang paling relevan.

Kesigapan penanganan kasus marturbasi anak gunanya demi mencegah berbagai bentuk kekerasan yang dapat terjadi di sekolah. Hal tersebut merupakan tanggung jawab semua pihak di satuan pendidikan.

Dengan disahkannya Permendikbud No 46 Tahun 2023 terkait Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, apa yang telah disampaikan merupakan bagian dari langkah-langkah preventif dalam menangani masturbasi anak usia dini dan mencegah kasus kekerasan seksual yang mungkin terjadi di lingkungan sekolah.

Orangtua perlu membicarakan secara terbuka dan responsif mengenai pengalaman seksual yang dialami anak. (Sumber: Forgingbonds.org)
Orangtua perlu membicarakan secara terbuka dan responsif mengenai pengalaman seksual yang dialami anak. (Sumber: Forgingbonds.org)

Bagaimana orangtua menghadapi kasus masturbasi anak?

Masturbasi anak yang dilakukan sebelum masa pubertas bisa jadi muncul karena anak tersebut sedang menjelajahi tubuhnya sendiri. Ini adalah bagian dari perkembangan seksual mereka. Namun, penyebabnya juga bisa bervariasi pada setiap anak. 

Faktor-faktor seperti penasaran tentang sensasi yang mereka rasakan yang dipicu awalnya dari rasa gatal di area genital, atau bahkan mungkin karena perasaan jenuh dapat menjadi pemicu aktivitas ini. Penting untuk mencoba memahami apa yang mungkin memotivasi anak untuk melakukan masturbasi agar dapat merespons dengan bijaksana.

Untuk orang tua dan guru, mengenali tanda-tanda masturbasi pada anak sejak dini adalah langkah penting dalam pengasuhan.

Ada beberapa hal yang bisa ditempuh oleh orangtua untuk menghadapi penemuan perilaku yang terindikasi masturbasi pada anaknya.

Pertama-tama, melakukan upaya komunikasi dengan cara heart to heart. Bicaralah dengan anak dengan penuh pengertian dan tanpa menyalahkan. Tanya secara baik-baik apa yang mempengaruhi anak sehingga bisa melakukan hal tersebut. 

Apa pun alasan anak, orangtua harus terbuka dan mau menerimanya dengan lapang dada. Jangan sesekali orangtua menampakkan sikap panik atau tidak terima atas perbuatan tersebut, karena anak bisa benar-benar merasa tertekan.

Kedua, mengedukasi dengan cara kekinian. Selanjutnya orangtua perlu mengajarkan anak tentang batasan privasi dan perilaku yang sesuai. Orangtua bisa mencarikan buku-buku atau sumber literasi yang sesuai untuk usia anaknya. Bisa pula melalui video atau konten-konten digital yang dapat membantu menjelaskan topik terkait edukasi seks dan kesehatan reproduksi. Setelah itu, silakan dikaitkan dengan konteks agama, sosial-budaya, etika dan moral, serta hukum yang berlaku.

Yang paling penting adalah menciptakan pemahaman yang aman dan mendukung bagi anak agar mereka dapat mengembangkan kesadaran yang sehat tentang tubuh dan seksualitas mereka.

Ketiga, perhatikan kesehatan mental anak. Jika aktivitas masturbasi terkait dengan masalah kesehatan seperti iritasi kulit yang menyebabkan gatal, konsultasikan dengan dokter spesialis untuk diberi obat yang sesuai. Selain itu, yang paling penting pula untuk diperhatikan adalah kesehatan mental anak yang terkadang lebih sulit dipulihkan kembali. 

Orangtua hendaknya mampu membicarakan dengan anak secara tenang dan tanpa menyalahkan atau mengadili (justifikasi). Dorong komunikasi dengan anak sehingga mereka merasa nyaman berbicara tentang tubuh dan seksualitas mereka supaya orangtua memperoleh feedback yang diharapkan.

Jika anak merasa ditegur atau dihakimi karena perilaku ini, itu bisa mempengaruhi regulasi emosi. Mereka mungkin merasa bersalah, tertekan, atau cemas, yang dapat berdampak pada perkembangan sosial dan emosional mereka. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memosisikan diri dengan baik dalam menghadapi situasi ini.

Keempat, mengawasi perilaku anak saat memegang smartphone. Anak-anak Alpha atau anak-anak kecil masa kini sejak dini sudah dikenalkan dengan perangkat seperti smartphone dengan berbagai alasannya. Namun, terkadang orangtua belum siap seratus persen dalam upaya melakukan fungsi controlling. Banyak orangtua yang tidak sadar bahwa anak ternyata sempat terpapar konten di ponsel meskipun misalnya hanya berupa iklan. 

Kelima, mencari bantuan pada ahlinya. Jika orangtua merasa kesulitan mengatasi situasi ini, ditambah bila anak tampak sangat terobsesi dengan perilaku ini, orangtua bisa mempertimbangkan untuk berkonsultasi dengan mereka yang profesional di bidangnya, seperti tenaga medis/psikiater atau kepada psikolog.

Masturbasi anak pada usia yang sangat muda yang masih jauh dari fase pubertas mungkin mengejutkan dan membuat khawatir bagi orang tua, tetapi dengan pendekatan yang tepat dan terarah,  anak dapat tumbuh dan melewati fase ini dengan baik. 

Kelima, orangtua harus selalu berusaha mewujudkan lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak sehingga anak dapat berkembang dengan sehat dalam semua aspek kehidupan mereka, termasuk aktivitas seksual serta perilaku sosial di masyarakat atau lingkungan sekitarnya.

Coba untuk mengarahkan anak terlibat dalam berbagai kegiatan positif dan menyibukkan anak dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, baik di sekolah,  rumah, lingkungan tempat tinggal, maupun lingkungan masyarakat lainnya.

46 Perempuan dan 3 Laki-laki jadi korban kekerasan seksual di Semarang sejak Januari hingga Maret 2023. (Shutterstock via Kompas.com) 
46 Perempuan dan 3 Laki-laki jadi korban kekerasan seksual di Semarang sejak Januari hingga Maret 2023. (Shutterstock via Kompas.com) 

Mencegah potensi dampak negatif masturbasi anak terhadap tindak pidana anak

Masturbasi anak pada usia dini bila dikaji dari perspektif medis dan psikologis mungkin bisa diterima dengan logis karena adanya sumber literasi dan hasil penelitian dari para ahli.

Namun, alangkah pentingnya juga untuk menggali sudut pandang lain yang krusial, yaitu perspektif agama dan dampak jangka panjang terhadap perilaku anak dengan konsekuensi hukum dan aturan yang berlaku. 

Bagaimana pendidikan seks dan edukasi kesehatan reproduksi yang baik dapat membentengi anak-anak dari potensi dampak negatif masturbasi anak dan mengurangi risiko perilaku disrupsi di masa depan?

Dalam perspektif agama, misalnya dalam ajaran Islam, masturbasi yang dilakukan secara sadar dan disengaja adalah perbuatan yang dilarang dan dapat menimbulkan dosa. Hendaknya ini dapat mendorong orangtua supaya mengajarkan nilai-nilai keagamaan sebagai fondasi dasar bagi anak-anak mereka. 

Pengajaran itu bisa membantu anak-anak memahami batasan-batasan yang diberlakukan oleh ajaran agama yang dianut dan mengembangkan kesadaran dan pemahaman yang memadai tentang dasar seseorang berhubungan seksual.

Selain pertimbangan agama, perlu juga memahami potensi dampak jangka panjang dari masturbasi anak yang tidak diawasi dan tidak didukung dengan edukasi yang tepat. Anak-anak yang tidak mendapatkan pemahaman yang benar tentang fase tumbuh-kembang tubuh dan seksualitas mereka dapat mengalami kesulitan dalam mengendalikan hasrat seksual mereka saat mereka sudah berada pada fase pubertas atau mungkin sampai mereka dewasa. 

Nah, hasrat seksual yang tidak mampu dikendalikan itulah yang dapat meningkatkan risiko perilaku disrupsi seperti pelecehan seksual, pemerkosaan, dan mengarah pada tindakan pidana terkait lainnya. 

Bahwa telah terlalu sering kita mendengar berita tentang anak di bawah umur yang melakukan pemerkosaan bahkan sampai menjadi pelaku pembunuhan akibat tak mampu mengontrol hasrat atau hawa nafsunya secara sadar. Akibatnya, anak terjerat tindak pidana yang akhirnya hancurlah masa depannya dan atau menjadi penghancur masa depan orang lain. 

Pendidikan seks dan atau reproduksi harus dimulai sejak dini dan disesuaikan dengan tahap atau fase perkembangan anak. Orang tua dan guru memiliki peran penting dalam memberikan edukasi yang sehat dan positif tentang perubahan tubuh, hormonal, perasaan, dan hubungan/pola interaksi dengan lawan jenis. 

Edukasi tentang itu harus pula mencakup mengenai privasi, batasan-batasannya, dan kode etik seksualitas. agar anak-anak memahami pentingnya menghormati anggota tubuh/alat vital mereka sendiri dan orang lain.

Selain itu, ciptakan lingkungan yang terbuka di mana anak-anak bisa merasa nyaman untuk bertanya, sharing, atau berdiskusi tentang topik seksualitas. supaya dapat menghilangkan rasa segan atau rasa malu yang dapat mendorong anak-anak malah mencari pemahaman atau informasi dari sumber yang salah.

Upaya membentengi anak dari dampak negatif masturbasi anak pada usia dini adalah fenomena yang kompleks, dan pendekatan yang tepat dalam menghadapinya melibatkan berbagai perspektif. 

Edukasi seks yang komprehensif, termasuk pendekatan agama dan peran jangka panjang dalam membentuk perilaku anak adalah kunci dalam membantu anak-anak tumbuh dengan pemahaman yang sehat tentang alat vital dan seksualitas mereka. Proses membentengi anak dari potensi dampak negatif yang dapat muncul bila anak mendapatkan dukungan dan edukasi yang sesuai. 

Melalui upaya bersama antara orangtua, guru, dan pihak ahli (dokter atau psikolog), kita dapat membantu anak-anak menjadi individu yang sadar dan bertanggung jawab terhadap aktivitas alamiah pada fisiknya, perasaan, serta perkembangan hasrat seksualitas mereka seiring bertambahnya usia anak.

Literasi:

Infantile masturbation: Pitfalls in diagnosis and possible solutions
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3554983/

Masturbation in Preschoolers
https://hhma.org/healthadvisor/pa-bmasturb-hhg/

Masturbasi pada Balita
https://health.kompas.com/read/2013/05/27/10175575/Masturbasi.pada.Balita

*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun