Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Best Teacher 2022 dan Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Aksi Mengemis Online, Pergeseran Paradigma dan Intervensi Jalur Pendidikan

15 Januari 2023   19:31 Diperbarui: 17 Januari 2023   17:20 1202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Help others and give the money. (Sumber: Pexels.com/Timur Weber) 

Belakangan telah viral fenomena baru yang terjadi di jagat media sosial tentang konten yang mengarah pada perilaku "mengemis online".

Aduh, apa lagi ini? banyak sekali kejadian yang viral di media sosial milik warga negara dengan kode +62 ini.

Aksi mengemis online ini dilakukan secara live melalui aplikasi TikTok dengan menampilkan adegan yang tak wajar maupun menunjukkan kegiatan ekstrim.

Mereka yang mengaku-ngaku sebagai content creator ini memanfaatkan fitur 'gift' yang ada di TikTok dan berharap bisa mendapatkan gift dengan jumlah banyak dari penonton dan kemudian menukarnya dengan pundi-pundi rupiah.

Fenomena ini dapat terjadi tentu bukan tanpa alasan. bahwa adanya motif tertentu yang melatarbelakangi fenomena ini dilakoni oleh mereka yang menginginkan eksistensi pengakuan sebagai pembuat konten digital.

Dalam fenomena mengemis online ini menyebabkan telah terjadinya pergeseran paradigma yang mempengaruhi perubahan arti sebuah nilai, cara berpikir, bersikap dan bertingkah laku.

Mispersepsi makna bekerja untuk menghasilkan uang

Banyak orang menilai bahwa media sosial menjadi platform yang dapat digunakan untuk mendapatkan uang namun bisa dilakukan dengan cara gampang atau instan.

Platform media sosial dianggap sebagai ladang usaha untuk memperoleh penghasilan. terlebih adanya fitur penghasil uang yang ditawarkan oleh aplikasi social media tersebut.

Tentu semua orang tergiur dengan pola kerja seperti itu. siapa yang tak ingin bisa memperoleh uang dengan cara yang ringan tanpa harus dilakukan dengan pola "kerja keras" menurut pemahaman konvensional tapi masih berlaku dan relevan dalam dunia pekerjaan.

Terlebih belakangan mungkin banyak orang yang silau mata dengan apa yang diterima oleh salah seorang pelaku media sosial yang menerima transferan uang dengan nominal yang fantastis dari viewers dan netizen yang menyaksikan live-nya seusai menunaikan tantangan yang diberikan kepadanya.

Bagi mereka yang memiliki cara pandangan yang sempit tentang arti sebuah usaha dan perjuangan demi memperoleh uang tentu akan tergoda dengan pola-pola instan seperti itu.

Pergeseran nilai-nilai kebaikan dan moral kehidupan di era disrupsi

Perilaku mengemis online ini dapat terjadi karena para pelaku dan aktor yang terlibat rela untuk mengenyampingkan pentingnya arti nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan manusia.

Adapun nilai moral, attitude, akhlak, rasa malu, dan nilai-nilai yang menjadi standar kepantasan lainnya yang telah dilanggar.

Bahkan ada pula pembuat konten yang melibatkan orangtua yang dianggap sebagai perbuatan eksploitasi rasa hormat yang seharusnya selalu diupayakan oleh seorang anak kepada orangtuanya.

Perkembangan dan kemajuan teknologi saat ini memang telah menyebabkan terjadinya era disrupsi yang telah mengubah pola perilaku masyarakat secara masif.

Sehingga krisis karakter yang mempengaruhi generasi bangsa ini tidak hanya terjadi di dunia nyata namun juga di jagat maya seperti yang kita amati saat ini.

Ilustrasi: mendapat likes dan perhatian di media sosial. (sumber: PEXELS/CRISTIAN via Kompas.com)
Ilustrasi: mendapat likes dan perhatian di media sosial. (sumber: PEXELS/CRISTIAN via Kompas.com)

Kekeliruan sikap menanggapi rasa belas kasih 

Latar belakang para oknum pembuat konten mengemis online ini disebabkan oleh salah satunya karena kesadaran pelaku yang mengetahui bahwa ada ruang sensasi baginya untuk mendapatkan perhatian dan simpati khalayak yang tujuan akhirnya adalah uang. 

Adanya celah untuk memanfaatkan rasa kedermawanan sosial orang Indonesia dengan cara yang tak terpuji maupun tak jawab sama sekali.

Dalam hal ini pula terjadinya inovasi cara meminta-minta dengan memanfaatkan manajemen kesan atau impression management. Sebagaimana yang disampaikan oleh Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta kepada Kompas.com beebrapa waktu yang lalu. [sumber]

Pelakunya akan mengubah penampilannya sedemikian rupa --- pada pakaian, gestur, dan mimik wajah, maupun tindakan --- dalam rangka menggaet rasa iba dan peduli orang lain supaya memberikan sumbangan secara cuma-cuma.

Pergeseran definisi content creator dan arti sebuah konten 

Istilah content creator atau pembuat konten belakangan memang telah populer dan familiar bagi masyarakat Indonesia.

Banyak orang yang berlomba-lomba untuk menjadi content creator. Karena apa yang sebenarnya dilakukan oleh para pembuat konten ini memang terbilang mudah untuk dilakukan oleh kebanyakan orang.

Menurut Gramedia.com, content creator bertugas membuat konten baik berupa tulisan, gambar ataupun video yang akan ditampilkan pada berbagai media populer seperti YouTube, Instagram, TikTok, dan berbagai media sosial lainnya. [sumber]

Content creator seharusnya melakukan cara-cara kreatif untuk menjaring ide pembuatan konten yang berkualitas.

Content creator biasanya dituntut multitasking berupa soft skill dan hard skill dalam berbagai hal, seperti mengumpulkan ide serta data, melakukan riset untuk membuat konsep yang memenuhi tujuan yang disepakati dari sebuat konten.

Selain itu, dibutuhkan pengetahuan tentang media produksi, komunikasi, serta teknik dan metode sharing kontennya. Termasuk alternatif pengetahuan tentang teknik, peralatan, dan prinsip desain termasuk dalam memproduksi rencana teknikal dalam proses pembuatan dan pengolahan konten.

Akan tetapi, fenomena mengemis online ini mengindikasikan bahwa untuk menjadi para pembuat konten tidak terlalu memerlukan skill diatas secera mumpuni.

Alhasil, yang terjadi adalah asal membuat konten dan yang di-share ke media sosial adalah konten yang asal-asalan, asal mendatangkan sensasi dan perhatian viewers.

Ilustrasi ngemis online. (Sumber: Shuttestock) 
Ilustrasi ngemis online. (Sumber: Shuttestock) 

Pergeseran pemahaman mengenai kesenjangan sosial

Bagaimanapun, fenomena mengemis online ini tak lepas pula dari adanya kesenjangan sosial-ekonomi di masyarakat.

Di satu sisi pada awalnya karena alasan membutuhkan yang erat dengan nilai kemanusiaan, namun di sisi lain ada pula yang ingin meraup peluang dengan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.

Di dunia virtual, sulit untuk mengukur kesan kebenaran apakah orang benar-benar miskin (membutuhkan) atau tidak, ataukah hanya penampilannya saja yang seolah-olah telah dikonsep layaknya mereka yang termarjinalkan.

Kondisi tersebut berbeda halnya bila dilakukan di dunia nyata. Yang untuk melihat apakah seseorang pura-pura miskin atau benar-benar butuh maka di dunia nyata lebih mudah dilakukan. 

Untuk itu, apabila kita berniat untuk membantu yang dilakukan dengan cara berdonasi (bisa infaq dan sedekah) diperlukan konfirmasi ke lapangan atau melalui jejak digital di internet sesuai faktanya.

Kesenjangan sosial dapat saja ditangani dengan rasa berbagi yang dimiliki oleh hampir seluruh orang Indonesia dengan aksi nyata yang gampang dilakukan melalui perilaku berbelas kasihan, memberi ini-itu, dan bentuk tindakan nyata lainnya.

Sekali lagi, kesenjangan yang ditunjukkan di media sosial memang diperlukan kejelian dari kita semua yang terkadang terpaksa harus mengenyampingkan rasa iba demi pertanggungjawabannya.

Peran sisi pendidikan diantara lemahnya aturan normatif

Dunia pendidikan perlu merespon fenomena ini. jelas hal itu perlu diintervensi melalui ranah pendidikan.

Dikarenakan ada generasi bangsa dari lintas generasi yang melakukannya. tidak hanya aksi mengemis online semata, namun ada banyak jenis degradasi moral dan karakter yang berpotensi dilakukan oleh mereka tidak hanya di dunia nyata maupun dalam penyebaran konten untuk kebutuhan media digital.

Pendidikan informal tentu tetap menjadi dasar dalam proses pembentukan karakter bagi generasi.

Apabila pembentukan karakter oleh orangtua dan keluarga telah berhasil dilakukan tentu pula dapat direfleksikan dalam kehidupan sosial, budaya dan kehidupan bermasyarakat.

Argumen moral dan attitude yang telah ditanamkan dalam pendidikan informal dapat ditegaskan kembali melalui proses pendidikan di lingkungan sekolah.

Di sekolah, ada sesi pendidikan keagamaan yang tidak hanya memberikan landasan dalil sebagai dasar pengetahuan namun juga mendorong untuk mengamalkan dalam perilaku dan akhlak peserta didik.

Ada materi kewirausahaan yang diajarkan kepada siswa agar mereka memiliki wawasan untuk bekerja menghasilkan uang dengan cara yang semestinya, tanpa meminta-minta.

Selain itu, melalui kegiatan imtaq didorong siswa untuk bersedekah mendermakan uangnya sebagai upaya saling membantu temannya yang membutuhkan.

Upaya tersebut tentu dengan tujuan agar tidak ada kesenjangan sosial diantara sesama peserta didik yang dapat mempengaruhi pola interaksi dan pergaulan mereka.

Guru Perlu mendorong pemaksimalan pelajar saat menggunakan media sosial dengan Literasi Digital. (dok iStock via Kompas.com)
Guru Perlu mendorong pemaksimalan pelajar saat menggunakan media sosial dengan Literasi Digital. (dok iStock via Kompas.com)

Sementara itu, para pendidik dapat memberikan pemahaman kepada peserta didiknya mengenai literasi media.

Bahwa Direktorat Guru Pendidikan Dasar Kemendikbud telah menghadirkan Modul Literasi Media: Disinformasi dan Pengembangan Literasi Media untuk Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar.

Modul ini dibuat dalam rangka mengenalkan pada anak dan peserta didik yang rentan terhadap disinformasi dan berbagai dampak negatif dari perkembangan media sosial yang telah mempengaruhi kehidupan generasi bangsa dan manusia dalam perilaku sehari-hari.

*****

Salam berbagi dan menginspirasi.

== Akbar Pitopang ==

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun