Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK, Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menelisik Pentingnya Pemberian 40 Hari Cuti Melahirkan bagi Suami

23 Juni 2022   15:01 Diperbarui: 7 Oktober 2022   15:19 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
RUU KIA memberikan hak bagi suami  mendapatkan cuti mendampingi istri melahirkan paling lama 40 hari. (Sumber: Instagram/@hitocaesar via Kompas.tv)

Semua suami pasti tetap akan merasa khawatir dan berat hati untuk meninggalkan istri dan anak yang baru dilahirkan di rumah begitu saja.

Terlepas dari adanya kehadiran orang tua ataupun anggota keluarga yang ikut membantu mengurusi istri pasca melahirkan.

Bagaimanapun tugas mulia mengurusi istri dan bayi pasca melahirkan merupakan tugas yang sejatinya ditangani sendiri oleh suami.

Seperti mengganti proses pembuangan kotoran, mengganti perban luka, megganti popok bayi, menangani bayi yang rewel dan segala hal tetek bengek yang berhubungan dengan aktifitas pasca melahirkan ini hendaknya berada dalam campur tangan suami.

Tentu suami akan merasa sungkan jika semuanya harus diserahkan kepada orang tua maupun anggota keluarga yang menemani untuk mengurusi istri dan bayi selama suami berada di tempat kerja.

Lain lagi halnya ketika pihak yang menangani istri dan bayi memiliki keterbatasan dalam hal pergerakan atau untuk beraktifitas.

Misalkan orang tua yang sudah kesusahan untuk beraktifitas lantaran faktor umur yang sudah lanjut usia.

Ataupun bisa dibantu oleh anggota keluarga yang lain seperti adik atau saudara tapi pengetahuan maupun pengalamannya masih terbatas dalam belum cekatan mengurus segala urusan pasca melahirkan.

Maka kondisi seperti itu semakin mempengaruhi konsentrasi dan kefokusan suami ketika melaksanakan tugas pekerjaan selama masih berada di tempat kerja.

Pada akhirnya, karena konsentrasi yang bercabang tentu akan menurunkan produktifitas suami dalam menjalankan fungsinya dalam tugas dan pekerjaan yang diemban.

Bisa saja kondisi beban psikis yang dialami suami saat itu dapat mempengaruhi kualitas dan kinerjanya dalam bekerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun