Semua suami pasti tetap akan merasa khawatir dan berat hati untuk meninggalkan istri dan anak yang baru dilahirkan di rumah begitu saja.
Terlepas dari adanya kehadiran orang tua ataupun anggota keluarga yang ikut membantu mengurusi istri pasca melahirkan.
Bagaimanapun tugas mulia mengurusi istri dan bayi pasca melahirkan merupakan tugas yang sejatinya ditangani sendiri oleh suami.
Seperti mengganti proses pembuangan kotoran, mengganti perban luka, megganti popok bayi, menangani bayi yang rewel dan segala hal tetek bengek yang berhubungan dengan aktifitas pasca melahirkan ini hendaknya berada dalam campur tangan suami.
Tentu suami akan merasa sungkan jika semuanya harus diserahkan kepada orang tua maupun anggota keluarga yang menemani untuk mengurusi istri dan bayi selama suami berada di tempat kerja.
Lain lagi halnya ketika pihak yang menangani istri dan bayi memiliki keterbatasan dalam hal pergerakan atau untuk beraktifitas.
Misalkan orang tua yang sudah kesusahan untuk beraktifitas lantaran faktor umur yang sudah lanjut usia.
Ataupun bisa dibantu oleh anggota keluarga yang lain seperti adik atau saudara tapi pengetahuan maupun pengalamannya masih terbatas dalam belum cekatan mengurus segala urusan pasca melahirkan.
Maka kondisi seperti itu semakin mempengaruhi konsentrasi dan kefokusan suami ketika melaksanakan tugas pekerjaan selama masih berada di tempat kerja.
Pada akhirnya, karena konsentrasi yang bercabang tentu akan menurunkan produktifitas suami dalam menjalankan fungsinya dalam tugas dan pekerjaan yang diemban.
Bisa saja kondisi beban psikis yang dialami suami saat itu dapat mempengaruhi kualitas dan kinerjanya dalam bekerja.