Ada satu hal lagi yang menarik dan menjadi perhatian kita bersama. Dimana ada situasi seperti pasangan suami istri yang merantau keluar daerah yang jaraknya sangat jauh dari kampung halaman.Â
Untuk pulang dan melahirkan di kampung tidak memungkinkan. Misalnya kondisi yang berat dan penuh resiko seperti pada saat pandemi yang lalu.
Kondisi dimana tidak ada satupun anggota keluarga inti yang ikut merantau ke daerah tersebut. Menjalani hidup dengan dua batang kara dan jauh dari keluarga serta harus mengurusi urusan pasca melahirkan hanya berdua saja tentu sebuah hal yang sangat mengharukan sekali.
Kemudian pada saat suami sudah masuk kerja, urusannya dibantu oleh tetangga atau pembantu yang dibayar jasanya.Â
Kondisi seperti itu bisa saja terjadi. Tidak ada yang tidak mungkin.
Sebuah keluarga merupakan tulang punggung utama dalam kemandirian sebuah negara harus mendapatkan porsi perhatian yang lebih disaat momen yang teramat penting seperti saat proses istri melahirkan ini.
Kesan kepedulian dan perhatian lebih yang diterima saat menjalani momen penting ini akan menjadi sebuah catatan penting dalam buku kehidupan warga bahwa mereka memang pantas untuk juga berkontribusi dalam hal yang positif untuk negeri ini.
Bila dalam momen yang sangat penting ini warga tidak ada merasakan kehadiran negara, bagaimana caranya warga juga akan peduli terhadap seluk beluk permasalahan yang dihadapi oleh negara itu sendiri.
Intinya sekali lagi, urgensi pengesahan RUU KIA yang menyangkut aturan kebijakan pemberian masa cuti melahirkan bagi istri maupun suami harus dapat menjadi jalan keluar dan solusi.Â
Walau sejauh ini aturan yang mengatur masalah pemberian cuti melahirkan bagi suami diatur dalam Undang-undang Ketenagakerjaan dengan masa hanya dua hari dirasa perlu untuk diperbaharui dengan aturan terbaru.