Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK, Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Ada 4 Analisis bagi Perusahaan Terkait RUU KIA dan Pemberian Cuti Melahirkan 6 Bulan

23 Juni 2022   09:00 Diperbarui: 25 Juni 2022   20:09 1203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kehamilan juga merupakan salah satu jenis stres fisik. Oleh karena itu, seorang ibu bekerja memerlukan cuti melahirkan. Sesuai draf RUU KIA, cuti melahirkan direcanakan 6 bulan lamanya. Foto: Shutterstock/Natalia Deriabina via Kompas.com

Ketika perusahaan merekrut pekerja perempuan, hal itu dilakukan bukan tanpa alasan. selama ini yang kita tahu bahwa perempuan biasanya lebih ulet, lebih sabar, lebih fokus, dan lebih rajin dibanding laki-laki. 

Pekerjaan-pekerjaan yang sering membuat menimbulkan kebosanan dan kejenuhan bagi kaum pria, tidak begitu dirasakan oleh pekerja perempuan. Perempuan biasanya lebih teliti dan tidak terlalu ceroboh jika dibandingkan dengan kaum pria. 

Oleh sebab itulah yang menjadi salah satu pertimbangan bagi perusahaan untuk merekrut perempuan.

3. Proses perekrutan ulang akan memberikan banyak kerugian bagi perusahaan

Ketika perusahaan tidak sabar menunggu pekerja perempuan untuk kembali bekerja, lalu kemudian melakukan proses rekrutmen ulang.

Sebenarnya hal itu malah akan memperbesar kerugian perusahaan. Mencari pekerja yang dapat menjalankan visi dan misi perusahaan adalah sebuah tantangan tersendiri bagi perusahaan. 

Dalam proses rekrutmen ulang ini perusahaan akan kembali mengalokasikan sumber daya dari segi waktu, tenaga, biaya dan lainnya.

Menuntut pekerja baru untuk sama levelnya dengan pekerja perempuan tadi bukanlah semudah membalikkan telapak tangan lantaran akan membutuhkan proses pendampingan, evaluasi kinerja, pemberian pelatihan dan bimbingan teknis, serta semua hal yang diperlukan guna menjadikan seorang pekerja sesuai dengan kriteria yang sangat diharapkan oleh perusahaan.

Disamping itu, intensitas siklus perpindahan orang atau pekerja di perusahaan dapat mengganggu kestabilan dan kerahasiaan suatu perusahaan. Orang-orang jadi gampang menilai baik-buruk dan sisi positif-negatif sebuah perusahaan. dan hal ini tak baik bagi perusahaan karena bisa mempengaruhi citra dan “harga diri” sebuah perusahaan.

4. Bagaimana dengan work from home (WFH)?

Apakah opsi WFH bisa dijalankan oleh pekerja perempuan selama menjalani masa cuti pasca melahirkan? Kami rasa sangat bisa diterapkan. 

Berkaca pada pengalaman yang kami amati ketika dulu sempat bekerja di sebuah perusahaan. Dimana ada suatu ketika atasan langsung kami yang menduduki posisi sebagai operational head (OH) harus cuti karena akan melahirkan. 

Maka selama ia cuti, kami yang sebagai bawahannya sebisa mungkin akan meng-handle pekerjaan dan tugasnya selama ini. Ketika kami sudah tidak bisa meng-handle maka OH kami tadi dapat mengarahkan dari rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun