Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Best Teacher 2022 dan Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Meneropong Sisi Humanis Urgensi Pengesahan RUU KIA dan Pemberian Cuti Melahirkan 6 Bulan

21 Juni 2022   09:31 Diperbarui: 22 Juni 2022   15:40 1288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kehamilan merupakan adalah jenis stres fisik. Sesuai draf RUU KIA, cuti melahirkan direcanakan 6 bulan (SHUTTERSTOCK/Natalia Deriabina via Kompas.com)

Beberapa hari ini media memberitakan tentang rencana DPR untuk merevisi kebijakan pemberian cuti kepada ibu hamil yang melahirkan yang nantinya akan diberikan selama 6 bulan.

Dari aturan yang telah berlaku sebelumnya bahwa cuti yang diberikan kepada istri yang melahirkan selama 3 bulan saja atau 90 hari dan atau 12 minggu.

Perubahan aturan cuti bagi istri yang melahirkan dari yang awalnya 3 bulan lalu ditambah menjadi 6 bulan tentu sebuah inovasi kebijakan yang patut diapresiasi.

Bagaimana tidak, aturan ini sangat mendesak untuk dapat disahkan karena kami sendiri menilai bahwa pemberian cuti istri melahirkan selama 3 bulan dinilai masih kurang layak.

Mengutip Kompas.com, sesuai draf RUU KIA, cuti melahirkan direcanakan diberikan 6 bulan lamanya.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menyelesaikan ramuan Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA), dimana salah satu pasalnya memuat hak cuti melahirkan 6 bulan.

Hal tersebut dituangkan dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf a draf RUU KIA, yang berbunyi: "Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Ibu yang bekerja berhak: a. mendapatkan cuti melahirkan paling sedikit 6 (enam) bulan".

Untuk sama-sama kita diketahui bahwa penetapan masa cuti melahirkan sebelumnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja, dengan pemberian cuti melahirkan selama 3 bulan.

Disamping itu, di dalam RUU KIA juga mengatur bahwa ibu yang cuti melahirkan juga akan tetap mendapatkan gaji penuh untuk tiga bulan pertama dan gaji sebesar 75 persen untuk tiga bulan berikutnya.

Indonesia harus dapat segera mengesahkan aturan ini. Bahwa aturan pemberian cuti kepada istri yang melahirkan ini sudah lebih dulu disahkan di negara lain.

Sebut saja di beberapa negara dalam daftar dibawah ini. Negara-negara tersebut memberikan cuti kepada istri yang melahirkan selama 6 bulan lebih.

Selain mendapatkan alokasi waktu cuti yang memadai. Pekerja perempuan yang melahirkan tersebut juga memperoleh gaji penuh selama cuti beserta tunjangan dan bonus.

Coba perhatikan tabel perbandingan masa cuti melahirkan di beberapa negara lain seperti pada tabel sederhana di bawah ini.

Daftar negara di dunia dengan masa cuti melahirkan (Penulis olah sendiri)
Daftar negara di dunia dengan masa cuti melahirkan (Penulis olah sendiri)


Nah, jadi dapat kita bandingkan bahwa di negara lain yang bisa dikatakan sudah maju malah memberikan cuti kepada istri yang melahirkan dalam waktu 6 bulan dan dengan pemberian gaji secara penuh minimal pada 3 bulan pertama.

Mengapa negara maju malah memberikan lama cuti kepada istri yang melahirkan selama itu?

Alasannya adalah negara maju sangat memperhatikan hak-hak para pekerja atau pegawainya. Hal itu penting dilakukan karena kualitas hidup yang dialami oleh pekerja juga akan berpengaruh pada kualitas kerja dan produktifitas di suatu negara akan sejalan dengan visi dan misi negara tersebut dalam mencapai tujuan kemakmuran.

Bagaimana suatu negara dapat maju dan berkembang pesat sangat berhubungan dengan lapisan masyarakat di level dasar yakni sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak.

Oleh karena itu, pemberian cuti melahirkan selama 6 bulan atau 180 hari dengan tetap memberikan gaji penuh selama menjalani cuti persalinan adalah sebuah kebutuhan bersama dalam bentuk simbiosis mutualisme antara negara dengan warganya.

Seorang ibu yang akan atau baru melahirkan tentu akan membutuhkan biaya yang cukup besar dalam proses persalinannya. Selain tentu adanya dukungan finansial dari suami, bantuan dana berupa pemberian gaji penuh selama cuti tentu menjadi sesuatu yang sangat berarti sekali.

Demi meringankan beban finansial yang sedang ditanggung oleh pasangan yang baru mengalami proses perslinan ini maka pemerintah harus rela memberikan subsidi gaji penuh tersebut.

Karena sudah jelas istri yang bekerja membuktikan bahwa sebuah keluarga tersebut sangat memerlukan dukungan finansial dari pihak eksternal seperti pemerintah.

Jika sebuah keluarga sudah mandiri dari segi keuangan tentu sang suami akan sangat menganjurkan istrinya untuk hanya beraktifitas dirumah saja mengurusi urusan rumah tangga.

Bagaimana dengan kondisi yang menuntut pelayanan dan pengabdian untuk masyarakat dan negara seperti profesi sebagai tenaga kesehatan seperti bidan, dokter, perawat, dan sebagainya yang mau tak mau peran pekerja perempuan sangat dibutuhkan sekali.

Disamping itu, profesi bidang pendidikan misalnya seorang guru yang saat ini masih didominasi oleh kaum perempuan.

Maka sudah jelas bahwa cuti melahirkan selama 6 bulan dan penerimaan gaji penuh oleh pekerja perempuan adalah sebuah bentuk keselarasan antara hak dan kewajiban yang memang harus berjalan seimbang antara keduanya.

Jika pemerintah sempat ketok palu dan mengesahkan kebijakan ini maka pemerintah sudah mengambil langkah terobosan dalam upaya pemberian dukungan kepada para pekerjanya dan posisi negara kita ini dapat disejajarkan dengan negara maju lainnya dalam hal kesejahteraan warganya.

Diluar dari alasan yang dikemukakan diatas, cuti melahirkan selama 6 bulan yang diberikan kepada ibu atau pekerja perempuan sungguh sangat dibutuhkan dalam proses pemulihan pasca melahirkan. Baik pemulihan fisik maupun mental.

Proses pemulihan ini membutuhkan waktu yang panjang dan berkelanjutan. misalnya saja, bagi ibu yang melahirkan dengan cara operasi caesar. sudah pasti proses penyembuhan lukanya membutuhkan waktu yang memadai.

Jika tidak mencukupi waktu yang semestinya yang harus digunakan untuk proses pemulihan ini maka dapat berakibat sangat fatal bahkan dapat mengancam nyawa si ibu.

Beberapa bulan yang lalu kami menemukan sebuah realita yang dialami oleh rekan yang bekerja di sebuah instansi pemerintah.

Dimana ia meninggal dalam kurun waktu beberapa minggu pasca melahirkan. Mengapa hal itu bisa terjadi dan apa yang melatar belakangi?

Ternyata penyebabnya adalah ia sudah kembali masuk kantor guna menyelesaikan pekerjaan yang belum terselesaikan. 

Disamping ia juga ditugaskan sebagai seorang bendahara yang pada saat itu sedang dituntut untuk segera menyelesaikan laporan keungan karena akan segera diserahkan ke pihak terkait.

Karena kondisi fisik yang masih lemah pasca melahirkan ditambah kondisi mental yang penuh tekanan dan tuntutan menyebabkan ia tak sanggup menerima itu semua dan akhirnya tuhan menjemput ajalnya.

Sungguh sangat disayangkan sekali ketika musibah seperti itu harus dialami oleh seorang ibu yang baru melahirkan.

Bagaimana nasib si anak yang ditinggalkan? Tentu ia akan tumbuh tanpa merasakan kehangatan kasih sayang seorang ibu.

Masa cuti selama 6 bulan untuk ibu yang melahirkan merupkan sebuah kebutuhan mendasar yang harus diperoleh ibu untuk proses parenting berupa pemberian ASI yang memadai bagi buah hati.

Masa pemberian ASI Ekslusif adalah selama 6 bulan pertama sejak bayi dilahirkan, dan tanpa diberi tambahan makanan atau minuman apapun. MPASI baru boleh mulai diberikan kepada bayi diatas usia 6 bulan.

ASI yang merupakan sebuah nutrisi wajib yang harus diberikan kepada bayi akan sangat mempengaruhi tumbuh kembang dan kecerdasannya di kemudian hari. Bayi-bayi yang akan membangun dan memajukan negeri ini.

Oleh karena itulah maka dengan pemberian cuti melahirkan selama 6 bulan ini, si ibu dapat memaksimalkan fungsinya sebagai penyedia makanan atau kebutuhan utama bagi bayi.

Tentu akan berbeda halnya jika ibu sudah menghabiskan masa cuti yang selama ini hanya diberikan selama 3 bulan lalu kembali masuk bekerja.

Di saat kondisi fisik yang belum dalam kondisi prima, tekanan yang akan diterima oleh ibu saat sudah mulai bekerja akan dapat mempengaruhi pula kepada kesehatan mentalnya.

Pada akhirnya kondisi yang belum prima baik fisik maupun mental menyebabkan produksi ASI menjadi terganggu.
maka seringkali kita menemukan masalah yang dihadapi oleh ibu yang menyusui anaknya tapi kuantitas dan kualitas ASI yang berkurang.

Ada ibu yang masih memiliki ASI yang banyak tapi kualitasnya berkurang sehingga bayi sering menangis dan rewel karena kelaparan.

Kualitas dan kuntitas ASI ini sangat dipengaruhi oleh nutrisi yang dikonsumsi oleh si ibu maupun faktor psikis dan kondisi mental.

Oleh karena itu, maka hendaknya ibu yang melahirkan harus mendapatkan cuti selama 6 bulan. agar ibu cepat pulih dan kualitas ASI untuk bayi menjadi tidak terganggu.

Demikianlah urgensi pengesahan RUU KIA ini menjadi sebuah UU yang sangat penting bagi seorang ibu yang melahirkan.
kualitas masa cuti melahirkan yang diberikan ini dapat mempengaruhi kualitas produktifitas para pekerja khususnya pekerja perempuan.

Kualitas hidup dan kesejahteraan yang dipeoleh oleh suatu keluarga akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan suatu negara secara keseluruhan dan berkesinambungan.

Salam berbagi dan menginspirasi.
[Akbar Pitopang]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun