Beberapa hari ini media memberitakan tentang rencana DPR untuk merevisi kebijakan pemberian cuti kepada ibu hamil yang melahirkan yang nantinya akan diberikan selama 6 bulan.
Dari aturan yang telah berlaku sebelumnya bahwa cuti yang diberikan kepada istri yang melahirkan selama 3 bulan saja atau 90 hari dan atau 12 minggu.
Perubahan aturan cuti bagi istri yang melahirkan dari yang awalnya 3 bulan lalu ditambah menjadi 6 bulan tentu sebuah inovasi kebijakan yang patut diapresiasi.
Bagaimana tidak, aturan ini sangat mendesak untuk dapat disahkan karena kami sendiri menilai bahwa pemberian cuti istri melahirkan selama 3 bulan dinilai masih kurang layak.
Mengutip Kompas.com, sesuai draf RUU KIA, cuti melahirkan direcanakan diberikan 6 bulan lamanya.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menyelesaikan ramuan Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA), dimana salah satu pasalnya memuat hak cuti melahirkan 6 bulan.
Hal tersebut dituangkan dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf a draf RUU KIA, yang berbunyi: "Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Ibu yang bekerja berhak: a. mendapatkan cuti melahirkan paling sedikit 6 (enam) bulan".
Untuk sama-sama kita diketahui bahwa penetapan masa cuti melahirkan sebelumnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja, dengan pemberian cuti melahirkan selama 3 bulan.
Disamping itu, di dalam RUU KIA juga mengatur bahwa ibu yang cuti melahirkan juga akan tetap mendapatkan gaji penuh untuk tiga bulan pertama dan gaji sebesar 75 persen untuk tiga bulan berikutnya.
Indonesia harus dapat segera mengesahkan aturan ini. Bahwa aturan pemberian cuti kepada istri yang melahirkan ini sudah lebih dulu disahkan di negara lain.