Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Best Teacher 2022 dan Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Penghapusan Honorer Jadi PPPK: Benarkah Sistem Outsourcing sebagai Solusi?

10 Juni 2022   12:16 Diperbarui: 22 Juni 2022   21:00 1086
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di satu sisi, pemerintah masih sangat membutuhkan kehadiran honorer untuk melengkapi kekosongan atau kebutuhan yang ada. Honorer sudah khatam akan seluk beluk pekerjaan dan segala hal yang terkait dengan pemerintah.

Di sisi lain, para tenaga honorer sangat bercita-cita menjadi seorang ASN walaupun dari jalur PPPK demi mengangkat martabat dan harga diri sebagai seseorang yang selama ini telah mengabdikan diri dan melayani negeri sepenuh hati.

Oke, baiklah disini dapat kita simpulkan bahwa status tenaga honorer yang kemudian diangkat menjadi PPPK, dimana sistem ini sama saja menjadi para PPPK layaknya tenaga outsourcing karena diangkat dengan sistem perjanjian kerja.

Walau demikian, kami menilai langkah ini sebagai bentuk reformasi birokrasi dan reformasi mental para honorer agar ketika telah diangkat menjadi seorang PPPK tetap mengerahkan segala kemampuan terbaiknya demi kepentingan negara dan bangsa.

Berpijak pada sistem outsourcing, pemerintah sepertinya menginginkan adanya reformasi cara bekerja oleh para ASN terutama para PPPK ini.

Apakah dengan diangkatnya tenaga honorer menjadi PPPK dapat memungkinkan mereka menjadi lupa diri sehingga menjadi lengah dan lalai terhadap tugasnya sebagai seorang ASN? Bisa saja hal itu terjadi karena status PPPK ini dapat membuat honorer seperti berada diatas angin.

Nah, karena status tenaga honorer yang telah terikat dengan pemerintah ini maka tenaga honorer akan tetap bekerja dengan baik sesuai dengan yang diharapkan oleh instansi tempat ia bekerja atau tempat penugasan.

Jika honorer lengah dan memainkan amanah yang telah diraihnya maka tentu bisa saja statusnya sebagai Pegawai Pemerintah dapat diputus karena adanya Perjanjian Kerja ini.

Sisi negatif dari sistem PPPK ini adalah pengabaian terhadap hak-hak honorer yang mungkin sangat patut untuk diangkat ke permukaan. Dengan status mereka yang diangkat pemerintah bersadarkan perjanjian kerja maka nyali mereka akan menyusut karena khawatir terjadi pemutusan perjanjian kerja.

Selain itu, ada pula sisi positifnya yakni para tenaga honorer yang telah diangkat menjadi PPPK ini dituntut dapat bekerja dengan cerdas, efektif dan efisien sebagai bagian dari Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) bagi masing-masing pegawai sebagai acuan apakah pegawai tersebut tetap akan diangkat sebagai seorang PPPK.

Tapi disisi lain kita bisa menilai bahwa status PPPK yang disandang oleh para mantan honorer ini seperti Pegawai Negeri kelas dua. Mereka sama-sama berstatus sebagai ASN jika dipandang menurut perundang-undangan yang berlaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun