Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Penghapusan Honorer Jadi PPPK: Benarkah Sistem Outsourcing sebagai Solusi?

10 Juni 2022   12:16 Diperbarui: 22 Juni 2022   21:00 1086
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama menjalankan berbagai jobdesk yang ditugaskan oleh perusahaan kepada kami, terkadang kami tetap bekerja pada saat offday atas perintah langsung atau tidak langsung dari Kepala Cabang (Head Office/ HO).

Tetapi disini kami akan menggarisbawahi beberapa hal yang dapat dijadikan catatan oleh perusahaan maupun jasa penyedia tenaga outsourcing.

Jasa penyedia harus benar-benar menjalankan fungsi pemberian pelatihan kepada tenaga outsourcing. Perusahaan akan menganggap bahwa pekerja outsourcing yang akan dipekerjakan sudah memiliki keahlian spesifik yang dibutuhkan perusahaan.

Padahal saat kami direkrut pada waktu itu kami tidak mendapatkan pelatihan khusus sehingga ada kecanggungan yang kami rasakan ketika pertama kali bekerja di perusahaan. Beruntung Operational Head atau kepala admin mau mengajari kami terkait beberapa jobdesk yang akan dikerjakan.

Sistem outsourcing ini menerapkan sistem kontrak kerja yang relatif singkat dan akan terus diperbaharui oleh pihak ketiga setiap tahun jika pekerja masih dipakai oleh perusahaan.

Sehingga dengan adanya sistem kontrak ini, pekerja akan senantiasa menghambakan diri kepada perusahaan dengan tujuan agar peruhaan tetap akan memperbaharui kontraknya setiap tahun.

Namun, dari sistem dan cara kerja yang seperti itu membuat iklim yang terbangun di perusahaan menjadi kurang kreatif. Dimana pekerja outsourcing hanya berfokus bagaimana menyelesaikan segala pekerjaan dengan baik sesuai keinginan perusahaan.

Pada akhirnya hak-hak pekerja dapat menjadi terabaikan baik oleh perusahaan maupun kerelaan hati dari pekerja outsourcing tersebut.

Sebagaimana yang disebutkan diatas, bahwa terkadang kami tetap dipanggil untuk stand by di kantor. Dan yang paling sering kami alami adalah pulang malam karena harus lembur padahal honor lembur itu tidak seberapa.

Pada tahun 2018, cabang kami tutup lantaran mengalami defisit anggaran dan keuntungan yang diperoleh sudah tidak dapat menutupi biaya operasional yang dikeluarkan. Beberapa pekerja dipangkas dan dirumahkan.

Karena suasana sudah tidak kondusif dan iklimnya sudah berbeda maka kami ikut mengundurkan diri. Namun, baik kami maupun pekerja yang dirumahkan tersebut tidak mendapatkan hak berupa pesangon dari perusahaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun