Okelah, ada sebagian ulama yang tidak menganggap rambut sebagai aurat yang harus ditutupi. Tapi tak bisa dipungkiri bahwa BSP telah menyerang satu golongan.
Tulisan C, diperparah oleh tulisan D.
Mengarahkan logika bahwa otak orang-orang yang menutup kepala tidak benar-benar openmind dan orang-orang di negara-negara jazirah Arab sebagai orang-orang yang "pandai bercerita tanpa karya teknologi".
Padahal pondasi IPTEK banyak yang berasal dari jazirah Arab. Seperti aljabar, optik dan teknologi medis. Bahkan tidak sedikit ilmuwan/saintis modern yang ternama di dunia berasal dari sana. Terlalu banyak kalau saya sebutkan disini.
Klarifikasi BSP melalui wawancara dengan KaltimToday (KT) malah menjengkelkan, menyalahkan pihak lain alih-alih meminta maaf karena khilaf. Sebagian para pembelanya juga memberikan pembelaan yang maksa, mengada-ada.
KT: Bapak ada menyebut tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun. Pernyataan ini dinilai banyak pihak sebagai rasis dan xenopohbia, kebencian golongan tertentu. Bagaimana penjelasan bapak?
BSP: Ya itu tidak ada kebencian. Saya sebut manusia gurun karena kalau di gurun harus menutup badan ya, biar tidak kena panas, angin, debu, pasir. Manusia gurun kan tidak identik dengan suku atau agama tertentu.
Kok ya BSP mengalihkannya ke soal menutup badan karena panas, angin, debu, pasir??? Sangat bertentangan dengan tulisan opininya seperti yang sudah saya uraikan. Gak nyambung blas.
Benar bahwa manusia gurun tidak identik dengan suku atau agama tertentu, tapi kalu tulisannya dibaca secara utuh, jelas sekali yang dimaksudkannya adalah agama Islam yang memang berasal dari jazirah/gurun Arab.
Sebelumnya saya sama sekali tidak mengenal BSP. Sama sekali tidak ada unsur kebencian pribadi kepada beliau. Dari klarifikasinya yang saya baca di sejumlah postingan pembela beliau, saya malah condong percaya bahwa beliau pada dasarnya adalah orang yang baik. Banyak membantu atau memudahkan urusan mahasiswa/i dan kolega-koleganya. Banyak menyantuni kaum dhuafa.
Tulisan opininya yang kontroversial itu memang sangat mengherankan. Kok ya sosok bergelar akademis yang tinggi bisa mempublikasikan opini yang rendahan begitu.