Mohon tunggu...
Aji Muhamad
Aji Muhamad Mohon Tunggu... Guru - Fauzi

Mahasiswa FPIK UNIGA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketentuan Warisan dan Wasiat Menurut Kitab Fathul Qorib

24 November 2021   17:36 Diperbarui: 24 November 2021   21:18 2065
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kata "al-faroidl" adalah jama dari mufrod "faridloh" dengan arti bagian yang telah di pastikan (yang pernah di kira-kirakan), menurut syara faridloh adalah nama untuk bagian yang telah di kira-kirakan untuk orang yang berhak.

"Al-washaya" adalah jama dari mufrod "wasiyah" dari madly "washaitu" ketika aku menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain.

Menurut syara, wasiat adalah berbuat baik dengan haq yang di sandarkan pada setelah kematian.

Golongan laki-laki yang di sepakati mendapatkan warisan adalah 10 golongan secara umum, dan 15 orang dengan perinci, ke 10 orang tersebut di sebutkan mushanif dengan ucapan beliau;

1. Anak laki-laki.

2. Anak laki-laki dari anak laki-laki meak sampai kebawah.

3. Ayah.

4. Kakek sampai keatas.

5. Saudara laki-laki.

6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sampai ke bawah.

7. Paman dari ayah.

8. Anak laki-laki dari paman sampai kebawah.

9. Suami.

10. Budak laki laki yang di merdekakan.

Jika seluruh pewaris laki-laki berkumpul, maka yang menerima warisan adalah 3 orang yaitu;

1. Ayah.

2. Anak laki-laki.

3. Suami.

Dan tentu dalam kasus ini orang yang meninggal adalah perempuan.

Golongan perempuan yang di sepakati mendapatkan warisan ada 7 golongan dengan global, dan 10 golongan dengan perinci, ke 7 golongan itu adalah;

1. Anak perempuan.

2. Anak laki-laki dari anak perempuan sampai kebawah.

3. Ibu.

4. Nenek sampai keatas.

5. Saudara perempuan.

6. Istri.

7. budak perempuan yang telah di merdekakan.

Jika semua golongan perempuan berkumpul maka ada lima orang yang mendapatkan warisan yaitu;

1. Anak perempuan.

2. Anak laki-laki dari anak perempuan.

3. Ibu.

4. Istri.

5. Perempuan saudara kandung.

Dalam kasus ini, orang yang meninggal pasti laki-laki.

Ahli waris yang tidak akan gugur dalam keadaan bagaimanapun ada 5 yaitu;

1. Suami.

2. Istri.

3. Kedua orang tua meliputi ayah dan 

4. ibu.

5. Anak kandung baik laki-laki maupun perempuan.

Dan orang yang tidak akan bisa mewaris dalam kondisi bagaimanapun, ada 7 yaitu;

1. Budak laki-laki dan perempuan yang murni.

2. Budak yang merdeka dengan matinya sayyid.

3. Budak yang telah melahirkan anak sayyid.

4. Budak yang mencicil kemerdekaannnya.

Adapun budak yang sebagian dirinya merdeka, ketika ia meninggal dunia dan meninggalkan harta yang ia miliki dengan sebagian dirinya yang merdeka, maka kerabat merdekanya, istrinya dan busak yang ia merdekakan dapat menerima warisan darinya.

5. Pembunuh tidak dapat menerima warisan dari orang yang telah ia  bunuh baik pembunuhan yang  bersalah maupun tidak.

6. Orang yang keluar dari islam termasuk kafir zindiq, yaitu orang yang menyamarkan kekufurannya dan menampakan keislamannya.

7. Orang yang berbeda agama, maka orang muslim tidak bisa menerima warisan dari orang kafir, begitu pula sebaliknya, dan orang kafir bisa menerima warisan dari orang kafir lain, meskipun agama mereka berbeda seperti kaum yahudi dan nasrani, kafir harbi tidak bisa menerima warisan dari kafir dzimmi begitu pula sebalikny, orang murtad tidak bisa menerima warisan dari murtad lainnya, dari orang muslim, dan tidak pula dari orang kafir.

Waris ashobah terdekat, yang di kehendaki dengannya adalah ahli waris yang tidak memiliki bagian pasti saat menjadi waris ashobah dari golongan orang yang di sepakati mendapatkan warisan dan telah di jelaskan di awal.

Mendapatkan bagian atau tidaknya di pertimbangkan saat ia menjadi ashobah agar memasukan bapak dan kakek, karena mereka memiliki bagian pasti saat tidk menjadi ashobah.

Mushannif menyebutkan ashobah terdekat dalam ucapan beliau; anak laki-laki kemudian anak laki-lakinya, kemudian ayahnya, kemudian ayah dari ayahnnya, kemudian saudara laki-laki kandung, kemudian saudara laki-laki seayah, kemudian anak laki-laki dari saudaralaki-laki kandung, kemudian anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah, kemudian paman (saudara ayah) sesuai dengan urutan yang ada, kemudian anak laki-laki dari paman, maka di dahulukan paman kandung (saudara kandung ayah), kemudian paman seayah, kemudian anak dari paman dari perincian yang sama, kemudian di dahulukan paman dari ayah (saudara laki-laki kakek) sekandung, kemudian seayah, kemudian anaknya dengan perincian yang sama, kemudian pamannya kakek kandung, kemudian seayah dan  begitu seterusnya.

Jika seluruh waris ashobah tidak ada, dan mayat pernah memerdwkakan budak maka budak itulah yang mewarisi harta mayat dwngan ashobah, baik budak tersebut laki-laki maupun perempuan, dan jika mayat tidak memiliki waris ashobah sama sekali, baik secara nasab atau pemerdekaan, maka hartanya di serahkan ke baitul mall.

Memenuhi salah satu tugas 

Matkul        : Fiqih Munaqahat - Mawarits

Dosen          : Anton, S.Pd., M.E.Sy.

Penulis       : Aji Muhamad Fauji

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun