Dalam sejarah abad ke-20, resesi ekonomi telah menghampiri Indonesia yaitu sekitar tahun 1930-an, pada masa penjajahan jepang tahun 1940-an, era demokrasi terpimpin selama masa kepemimpinan Presiden Soekarno tahun 1960-an, dan terakhir krisis moneter pada tahun 1990-an.
Guratan tinta sejarah penderitaan rakyat karena resesi ekonomi itu ditulis oleh Ben White dan Peter Boomgard beserta para ahli dan saksi sejarah lain dalam bukunya yang berjudul Dari Krisis ke Krisis.
Tiga periode awal resesi ekonomi di Indonesia abad ke-20 sempat diselingi oleh anomali cuaca (banjir atau kekeringan) yang disebabkan fenomena El-Nino Southern Oscilliation (ENSO) yaitu suatu kondisi memanasnya suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah hingga timur.Â
ENSO membawa bencana kekeringan yang bermuara pada gagal panen besar-besaran. Meskipun ENSO bukanlah faktor dominan resesi ekonomi pada tahun-tahun tersebut, namun bencana kekeringan akibat ENSO turut mengambil peranan dalam resesi ekonomi selain gejolak politik dan peperangan.
Pada era kerajaan sebelum kolonial datang ke Indonesia, rakyat pribumi mayoritas berprofesi sebagai petani dan petani adalah tenaga kerja yang murah dan bahkan gratis. Kedatangan Belanda membuat petani bagai peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga.
Melihat lansekap mayoritas mata pencaharian pribumi bekerja sebagai petani, yang upah tenaga kerjanya cukup murah dan bahkan gratis, pemerintah kolonial kemudian memakai situasi itu untuk semakin menguntungkan posisinya dengan cara: membuat pribumi tetap menjadi pribumi.
Era kejayaan pemerintah kolonial tidak terlepas dari kebijakan eksploitatifnya yaitu cultuurstelsel (tanam paksa) dimana rakyat wajib menyediakan minimal 20% atau satu per lima dari total tanah yang dimiliki untuk ditanami tanaman yang laku untuk di ekspor seperti karet, teh, kopi, dan tebu.
Yang tidak punya tanah?
Mereka diwajibkan menggarap tanah yang disediakan oleh pemerintah Belanda. Hasil tani tersebut kemudian di ekspor ke pasar internasional.
Malang tak dapat ditolak, semakin lengkap penderitaan rakyat karena bencana kekeringan. Kondisi ini memaksa rakyat terjerumus dalam krisis subsistensi, yaitu situasi ekstrim yang mengancam penghidupan dasar rakyat pada saat itu: pertanian dan perkebunan.