Mohon tunggu...
Aji Aribowo
Aji Aribowo Mohon Tunggu... Penulis - Putra Jawa Kelahiran Sumatera (Pujakesuma) | Law, Science, Sport, and Social Enthusiast.

Penyangkalan: Segala tulisan yang saya tulis tidak terikat dan tidak terkait dengan lembaga/institusi tempat saya mencari nafkah. Demikian, salam kecup jauh.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Napak Tilas Resesi Ekonomi di Indonesia

17 April 2020   02:31 Diperbarui: 17 April 2020   08:50 2575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sejarah abad ke-20, resesi ekonomi telah menghampiri Indonesia yaitu sekitar tahun 1930-an, pada masa penjajahan jepang tahun 1940-an, era demokrasi terpimpin selama masa kepemimpinan Presiden Soekarno tahun 1960-an, dan terakhir krisis moneter pada tahun 1990-an.

Guratan tinta sejarah penderitaan rakyat karena resesi ekonomi itu ditulis oleh Ben White dan Peter Boomgard beserta para ahli dan saksi sejarah lain dalam bukunya yang berjudul Dari Krisis ke Krisis.

Tiga periode awal resesi ekonomi di Indonesia abad ke-20 sempat diselingi oleh anomali cuaca (banjir atau kekeringan) yang disebabkan fenomena El-Nino Southern Oscilliation (ENSO) yaitu suatu kondisi memanasnya suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah hingga timur. 

ENSO membawa bencana kekeringan yang bermuara pada gagal panen besar-besaran. Meskipun ENSO bukanlah faktor dominan resesi ekonomi pada tahun-tahun tersebut, namun bencana kekeringan akibat ENSO turut mengambil peranan dalam resesi ekonomi selain gejolak politik dan peperangan.

Pada era kerajaan sebelum kolonial datang ke Indonesia, rakyat pribumi mayoritas berprofesi sebagai petani dan petani adalah tenaga kerja yang murah dan bahkan gratis. Kedatangan Belanda membuat petani bagai peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga.

Melihat lansekap mayoritas mata pencaharian pribumi bekerja sebagai petani, yang upah tenaga kerjanya cukup murah dan bahkan gratis, pemerintah kolonial kemudian memakai situasi itu untuk semakin menguntungkan posisinya dengan cara: membuat pribumi tetap menjadi pribumi.

Potret petani zaman penjajahan Belanda. (Sumber: id.pinterest.com/ra kuncara)
Potret petani zaman penjajahan Belanda. (Sumber: id.pinterest.com/ra kuncara)
Petani juga dijadikan objek pajak. Bagi mereka yang mengurangi hasil pertanian dapat dianggap sebagai pencuri dan bisa disamakan dengan pencuri yang bisa dihukum mati. 

Era kejayaan pemerintah kolonial tidak terlepas dari kebijakan eksploitatifnya yaitu cultuurstelsel (tanam paksa) dimana rakyat wajib menyediakan minimal 20% atau satu per lima dari total tanah yang dimiliki untuk ditanami tanaman yang laku untuk di ekspor seperti karet, teh, kopi, dan tebu.

Yang tidak punya tanah?

Mereka diwajibkan menggarap tanah yang disediakan oleh pemerintah Belanda. Hasil tani tersebut kemudian di ekspor ke pasar internasional.

Malang tak dapat ditolak, semakin lengkap penderitaan rakyat karena bencana kekeringan. Kondisi ini memaksa rakyat terjerumus dalam krisis subsistensi, yaitu situasi ekstrim yang mengancam penghidupan dasar rakyat pada saat itu: pertanian dan perkebunan.

Resesi Ekonomi 1930 : The Great Depression

Ilustrasi The Great Depression, Krisis Ekonomi yang berasal dari negeri Paman Sam. (Sumber: www.hariansejarah.id)
Ilustrasi The Great Depression, Krisis Ekonomi yang berasal dari negeri Paman Sam. (Sumber: www.hariansejarah.id)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun