Ibuk: "Sopan kali bahasamu, kenapa kau panggil aku nenek. Apa aku nenekmu?"
Perempuan Belia: "Saya cuma mau nawarin, nenek mau duduk dekat sama cucunya atau bukan?"
Ibuk: "Memangnya itu cucu siapa?"
Perempuan Belia: "Kan saya nanya?"
Ibuk: "Kau bilang nenek-nenek, saya tersinggunglah!"
Ada rasa mau ketawa, sedih, tapi ya khawatir juga. Apakah dengan dipanggil nenek rasanya akhirat sudah dekat? Atau bayangan tentang keriput di wajah memenuhi seluruh isi kepala? Masyarakat Indonesia benar-benar terdampak krisis kepercayaan diri.
Bolehlah kita menolak tua, bahkan dalam dunia psikologi juga disarankan demikian dengan berbagai alasan. Salah satunya dengan merasa selalu muda bisa mengurangi risiko depresi. Tapi ingat, jangan pula keterlaluan menolaknya. Jangan merasa kita jadi jelek dan dipermalukan jika dipanggil dengan sapaan yang sebenarnya sangat lumrah disematkan pada kita dari segi usia. Â
Indonesia itu kaya akan adat -- istiadat dan budaya, norma kesopanan dan kesusilaan adalah identitas bangsa kita. Itu yang saya tahu dan saya pelajari dari keluarga dan guru-guru saya.
Seiring berjalannya waktu, usia yang bertambah membuat kita mendapat perlakuan yang sedikit berbeda. Terutama dari mereka yang lebih muda. Sapaan-sapaan sebagai bentuk penghormatan muncul tanpa aba-aba. Itu lumrah. Jangan lantas mendadak merasa terhina. Lihat semua dari sisi positifnya. Biarkan orang lain memberi sapaan pada kita sebagai bentuk rasa hormatnya. Sejauh itu bukan dibuat-buat dengan alasan "lain".
Lebih bijak dalam menghadapi keberagaman manusia di hadapan kita bukan sesuatu yang salah. Jika tidak merugikan kenapa harus membuat penolakan yang membuat orang lain kebingungan?! Â
salam