Di tulisan receh saya kali ini saya mau membahas tentang 2 hal :
1.Sapaan yang dianggap membuat kita merasa lebih tua dari usia kita
2.Sapaan yang membuat kita merasa risih karena bukan berdasarkan suku kita
Sebagai perempuan yang mewarisi dan dididik dengan adat Jawa, kedua orang tua saya mewajibkan saya dan adik-adik menggunakan sapaan yang berarti "kakak" atau "lebih tua dari kita" (semisal ibu-bapak, om-tante, mbak-mas, dll) untuk disematkan pada orang-orang yang kami kenal. Dengan maksud untuk menghargai ybs.
Sekalipun dia bukan orang Jawa, saya harus memanggil orang tsb dengan sapaan sesuai sukunya. Misal uni/uda untuk orang Minang, teteh/aa'/akang untuk orang Sunda, abang/kakak untuk orang Sumatera. Dan mayoritas tidak merasa keberatan dengan panggilan itu.
Tapi bukan berarti nggak ada yang menunjukkan keberatan mereka dengan minta dipanggil nama saja. Bahkan ada yang minta dipanggil dengan sapaan yang lebih pantas disematkan untuk yang usianya lebih muda dari dia.
Di lingkungan pekerjaan saya misalnya.
Ada salah satu karyawan yang usianya 28 tahun. Usianya di bawah saya. Tapi dia lebih dulu bekerja di kantor itu. Sebagai bentuk rasa hormat, hari pertama saya masuk, saya panggil dia dengan sapaan "mbak".Â
Ternyata dia menolak dengan jawaban yang buat saya sih bisa-bisa saja menyinggung masalah kesukuan di Indonesia. "Jangan mbak lah, emangnya aku orang Jawa?" Kayaknya mau saya sumpel mulutnya pakai Gudeg basi. Kwkwkwkwwk.Â
Akhirnya saya minta maaflah, ya. Walaupun saya nggak tahu apa sebegitu bermasalahnya saya panggil dia "mbak". Because why??? Setelah kejadian itu ekspresi wajahnya langsung seperti orang habis kena Warning Letter. Semacam kehilangan mood untuk ngobrol.
Akhirnya saya panggil dia "Kak". Untuk mendinginkan situasi dan kondisi yang kelihatan agak memanas. Dan ekspresinya berubah seketika. Mulailah dia menunjukkan sisi ramahnya dia, walaupun itu nggak mengubah mood saya yang juga jadi bte karena sikapnya.