Pengalaman mengikuti Writing For Healing "Love Letter For MySelf"
             "Berupayalah dengan sempurna, keajaiban Allah yang menjadikannya paripurna" (Sinta Yudisia).
Pada tanggal 14 November 2021 alhamdulillah saya berkesempatan mengikuti writing for
healing dengan tema Love Letter For Myself. Bagi saya ini adalah pengalaman yang pertama kali. Alasan
saya mengikutinya karena ingin rehat sejenak menterapi diri melalui tulisan, ditambah acaranya gratis
pula. Saya pun juga sangat tertarik dengan temanya yang mengajak untuk lebih mencintai diri sendiri
sehingga menimbulkan selfcare.
Acara dimulai dengan meminta peserta untuk menyebutkan perasaan yang sedang dialami dan harapan apa
yang ingin didapat dengan mengikuti kegiatan ini. Tak mau ketinggalan saya pun mengatakan bahwa perasaan hari ini begitu  sangat excited dan sangat tak sabar untuk menunggu acara hari ini. Harapan saat itu hanya ingin bisa membuat
surat cinta untuk diriku sendiri.Â
Sebelum masuk ke materi, mc mengajak kami untuk bermain tebak-tebakan gambar yang
memaksa kami memeras otak dan pikiran. Maklum otaknya jarang dipake untuk berpikir yang terlalu
berat. Heee..Selesai ice breaking barulah mc menyerahkan acara ke moderator yang langsung
menyambutnya dengan membacakan cv pembicara. Pembicara kali ini adalah Bunda Sinta Yudisia yang
karya-karya tulisnya sudah tidak diragukan lagi. Tak hanya seorang penulis, beliau juga merupakan
psikolog yang berjibaku dengan remaja, family dan parenting terutama isu-isu pop culture.
Pembawaanya begitu lembut, santun dan sangat Islami. Namun, beliau teryata penikmat drama-drama
Korea sehingga sangat fasih menyebutkan nama actor Korea.
Materi dibuka dengan memaparkan 4 tujuan menulis. Pertama, untuk menebarkan kebaikan di
segala penjuru kehidupan. Kedua, untuk mendapatkan penghasilan alias menjadikan menulis sebagai
profesi. Ketiga, menjadi penulis untuk meningkatkan eksistensi diri, menjadi terkenal dengan status/
quote yang dibuat. Keempat, menulis dengan tujuan sebagai terapi jiwa.
Setelah memaparkan keempat tujuan menulis, Bunda Sinta memberikan pertanyaan kepada
seluruh peserta. Bisakah kita menulis untuk mendapatkan keempat hal di atas? Seorang peserta
menjawab bisa tapi peserta lain lalu menimpali bahwa tidak bisa. Bunda Sinta menyampaikan bahwa
tidak ada jawaban benar atau salah. Ada beberapa buku yang berangkat dari kisah terapi jiwa sang
penulis tapi biasanya itu dipublikasikan setelah penulis merasa sembuh terhadap terapi jiwanya. Hal ini
terjadi karena ketika kita menulis untuk terapi maka kita butuh ketenangan. Tak hanya itu menulis untuk
terapi juga akan mengekspos diri kita sampai jauh terdalam hal-hal yang kelam maupun abu-abu dari
kita. Jadi, sebaiknya jangan buru-buru untuk posting atau di publikasikan. Misalnya kita sedang marah
lalu menulis segala macam kejelekan orang yang menyebabkan kita marah. Tentu saja, hal tersebut
tidaklah bijak. Sebaiknya kita tuliskan saja apa yang menjadi kegundahan kita tanpa perlu posting atau
publikasi, baru kemudian setelah jiwa kita tenang dan dapat mengambil hikmahnya kita bisa
publikasikan. Harapannya orang yang membaca tulisan kita mampu mendapatkan pelajaran
berdasarkan kesedihan, kegundahan pengalaman kita.
Masuk ke materi inti dari Bunda Sinta ialah saat peserta diajak untuk menulis surat cinta untuk
diri. Di sini beliau memberi tips untuk memulainya dengan menuliskan 'arti nama' masing-masing orang.
Lalu bisa dilanjutkan dengan menuliskan kondisi diri 2 pekan terakhir lanjut ke kondisi 3 bulan terakhir.
Barulah diakhiri dengan harapan -- harapan terhadap diri kita.
Di akhir materi beliau memberikan sedikit tips tentang menulis terapi yang baik. Pertama,
membaca bismillah. Kedua, mengiringinya dengan kesabaran. Ketiga, baca tulisan kita berulang.
Keempat, pahami emosi. Kelima, simpan baik-baik ya tulisannya ingat karena kita sedang terapi takutnya
disalahpahami oleh orang yang membacanya. Dan ada tips tambahan jika ingin mempublikasikan tulisan
terapi yang telah kita buat, sebaiknya diamkan sejenak. Berikanlah waktu terhadap diri dan kita buka
lagi di saat kondisi dan situasi yang berbeda.
Setelah mengikuti kegiatan ini saya jadi ingin merutinkan menulis diary setiap hari. Ya walaupun
isinya hanya sekedar menyapa "Hai diri, apa kabar hari ini?". Selain itu, perasaan juga semakin plong.
Apalagi buat personal yang tidak suka konflik, cenderung lebih suka memendam perasaan maka writing for healing ini
sangat membantu kita untuk mengekspresikan segala perasaan yang sedang kita alami. Karena seperti
halnya makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh, perlu juga dikeluarkan pada saatnya.
Begitupun dengan perasaan kita juga membutuhkan tempat untuk mengeluarkan segala perasaan yang
kita alami agar tidak menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja.Bagi orang dengan tipe ekstrovert atau meledak-ledak, writing for healing ini juga membantu kita untuk mengkontrol diri sehingga dapat mengekspresikan perasaan secara tepat.
So, semoga tulisan ini memberikan gambaran untuk teman-teman yang ingin mengikuti writing for
healing. Juga untuk teman-teman yang ingin menulis untuk terapi diri, jangan ragu tuliskan saja mulai
sekarang. Dan rasakan jiwamu yang plong diiringi dengan semangat dan harapan baru. Semangat!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H