Mohon tunggu...
Aisya Rahmawati
Aisya Rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mshasiswa Prodi Hukum Keluarga Islam UIN Raden Mas Said Surakarta

Nothing spesial

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Problem bagi Waris Suami Istri

8 Maret 2023   12:41 Diperbarui: 8 Maret 2023   12:51 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama   : Aisya Rahmawati
NIM      : 212121074
Kelas    : HKI 4B

RESENSI BUKU
PROBLEM BAGI WARIS SUAMI ISTRI

Identitas Buku:
Judul Buku      : Problem Waris Bagi Suami Istri
Penulis              : Aini Aryani, Lc
Penerbit            : Rumah Fiqih Publishing
Kota Terbit      : Jakarta
Tahun Terbit  : 2018
Cetakan             : pertama


Resensi:
A. Ketentuan Al-Qur'an Waris Suami Istri
1. Suami Wafat
Apabila suami wafat meninggalkan istri, maka sang istri menjadi ahli waris bagi suaminya. Istri mendapatkan 1/8 bagian atau bisa juga mendapatkan 1/4 bagian tergantung apakah almarhum memiliki ahli waris yakni anak laki-laki anak perempuan cucu laki-laki dari jalur anak laki-laki cucu perempuan dari jalur anak perempuan apakah apabila keberadaan salah satu dari ahli tersebut dipastikan sah maka sang istri hanya mendapat seperdelapan bagian saja bila almarhum tidak memiliki salah satu ahli waris tersebut maka sang istri akan mendapat bagian sebesar seperempat bagian.

2. Istri Wafat
Apabila istri meninggal dan meninggalkan seorang suami maka sang suami merupakan ahli waris bagi istrinya. Sang suami akan mendapatkan bagian dari harta milik istrinya yang pertama apabila sang istri tidak memiliki ahli waris maka sang suami mendapat setengah bagian dari harta peninggalan istrinya apabila sang istri memiliki ahli waris atau memiliki keturunan maka bagian suami adalah seperempat bagian dari harta peninggalan istrinya.

B. Harta Suami Istri Tercampur Tidak Jelas
Dalam urusan pembagian harta antara suami dan istri realitanya masih banyak yang tidak bisa melaksanakan perintah Allah SWT. Hal tersebut terlihat sepele akan tetapi tak dapat dipandang sebelah mata. Karena antara suami istri memiliki harta yang tercampur satu sama lain, dimana masing-masing tak dapat membedakan mana harta suami dan mana harta istri. Harta suami bisa 1/8 atau 1/4 bagian istri, sedangkan kadang istri mendapat lebih banyak harta dari yang seharusnya hingga 100% dari harta suami.
Warisan Belanda
kasus dari harta bersama milik suami dan istri tanpa ada kejelasan nilai kepemilikan masing-masing merupakan warisan dari sistem hukum barat yakni hukum Belanda. Akan tetapi akibat dari perang pemikiran yang panjang maka bangsa Indonesia kini akrab dengan sistem kepemilikan harta seperti ini dan kemudian kita kenal dengan istilah harta gono gini.
Hal inilah yang sepele menjadi fatal yang selama ini didiamkan saja, bahkan oleh mereka yang paham akan hukum Islam. Apabila kita menggunakan sistem Syariah Islam sebenarnya sepasang suami istri sudah memiliki kejelasan berapa nilai harta masing-masing meskipun secara fisik harta itu kelihatan saling bercampur. Akan tetapi hal sepele seperti ini seringkali kita abaikan dari perhatian kita dan akhirnya main pukul rata menjadi 50:50.
Pada prinsipnya semua harta suami tetap akan menjadi harta suami dan semua harta istri juga akan menjadi harta istri sepenuhnya. sebagian dari harta suami memang ada yang menjadi hak istri akan tetapi harus melewati akad yang jelas misalnya lewat pemberian mahar, atau nafkah yang memang hukumnya wajib atau hibah atau hadiah. Tanpa penyerahan yang menggunakan akad yang pasti harta suami secara otomatis menjadi harta istri.

C. Harta Almarhum Dikuasai Istri
Bentuk kekeliruan fatal yang sudah menjadi kebiasaan buruk di Indonesia ini adalah ketika istri di suaminya meninggal dunia ia menduga bahwa dirinya secara otomatis telah menjadi penguasa tunggal atas harta milik suami yaitu terlebih lagi apabila anak-anaknya masih kecil.

1. Hak Istri Hanya 1/8 Atau 1/4
Sebagaimana yang telah disebutkan, hak waris istri atas hak suaminya hanyalah seperdelapan atau seperempat saja. Jika sang suami memiliki anak maka sang istri hanya berhak untuk mendapatkan seperdelapan dari total harta milik suaminya dan Sisa 7/8 nya akan menjadi hak anak-anak yang gini sudah menjadi anak yatim.

2. Haram Memakan Harta Anak Yatim
Seringkali banyak yang berpikiran mentang-mentang anak-anak almarhum masih berusia belum dewasa maka hak-hak mereka diabaikan dan kadang sama sekali tidak menerima warisan dari harta ayah mereka. Hal ini merupakan salah satu bentuk kemungkaran yang nyata yang di mana harta anak yatim telah dimakan oleh ibunya sendiri.
Mereka anak-anak yang yatim tetap berhak atas harta warisan dari ayahnya, akan tetapi sang Ibu juga boleh menyimpan dan memelihara harta dari anak-anak tersebut untuk suatu hari diserahkan kepada mereka. Apabila karena terpaksa harus memakai harta itu untuk kepentingan anak-anak maka sang istri harus secara amanah membelanjakannya dan tidak membuang-buang harta itu apalagi untuk menguasainya untuk kepentingan di pribadi.

D. Harta Almarhumah Dikuasai Suami
Pada kasus sebaliknya di mana yang meninggal adalah sang istri terkadang sang suami merasa dirinya seolah menjadi pewaris tunggal atas harta istrinya atau harta mereka berdua. Padahal seharusnya apabila sang istri memiliki anak atau cucu yang menerima warisan maka suaminya itu hanya mendapatkan seperempat bagian saja dari harta istrinya dan 3/4 dari bagian lain bukan miliknya akan tetapi milik ahli waris yang lainnya dan apabila almarhumah tidak memiliki anak atau cucu yang menerima warisan maka sang suami mendapatkan hak yang lebih besar yaitu setengah dari harta peninggalan istrinya.
Akan tetapi pada realitanya, banyak suami yang kurang paham mengenai hukum hukum waris seperti ini maka mereka merasa bebas untuk melakukan pernikahan lagi dan memberikan seluruh harta milik Arman almarhumah istrinya kepada istri barunya.
Memang sang suami bisa saja merasa berhak atas hak milik bersama tersebut dengan asumsi di dalam harta milik bersama itu ada nilai tertentu dari haknya hanya saja yang menjadi masalah beberapa nilai kepemilikan suami atas harta berdua itu sama sekali gelap sebab sejak masih hidup mereka berdua tidak pernah hitung-hitungan atas harta bersama itu.
Maka ketika ada yang meninggal darah dari salah satu mereka itu barulah muncul masalah serius yakni Berapa nilai dari kepemilikan harta masing-masing pasangan tersebut padahal seharusnya justru ketika keduanya masih hidup itulah ditetapkan berapa persen nilai kepemilikan dari masing-masing atas harta bersama itu.

E. Menunggu Salah Satu Pasangan Meninggal Dunia
Dengan alasan untuk menghormati sang pasangan yang telah hidup sendirian karena ditinggal mati oleh pasangannya seringkali bagian waris tidak segera dilaksanakan atau ditinggalkan ditunda-tunda hingga puluhan tahun lamanya. Akan tetapi itulah kenyataan yang sering kita lihat dan terjadi justru di tengah-tengah keluarga muslim yang menjadi panutan dari masyarakat. Tindakan yang keliru dan menyimpang ini jika diperhatikan lagi ternyata terjadi justru disebabkan awal sudah melakukan kesalahan sebelumnya yakni tidak ada kejelasan hak kepemilikan masing-masing dari suami-istri atas hak bersama mereka.
Pandangan ini jelas tidak sejalan dengan hukum Islam yang memandang bahwa setiap orang memiliki hak atas harta masing-masing dan meskipun seorang laki-laki memiliki istri harta miliknya tidak secara otomatis menjadi harta istrinya begitu pula sebaliknya harta istri tidak secara otomatis menjadi harta suami. Maka apabila salah satu dari mereka meninggal harta tersebut harus segera di bagi waris tanpa harus menunggu pasangannya meninggal terlebih dahulu.
Keharusan segera membagi warisan itu dikecualikan misalnya apabila ada pertimbangan yang bersifat teknis semata bukan karena harus menunggu kematian misalnya yakni karena ada pertimbangan karena harta itu sulit untuk dijual jadi untuk sementara dibiarkan lebih dahulu. Namun begitulah yang terjadi di tengah masyarakat kita yang pada umumnya pembagian harta warisan tidak Segera dilaksanakan secepatnya dengan alasan semata-mata karena mereka masih menghormati Ibu mereka. Dan yang lebih parah yakni para ibu yang posisinya sebagai istri almarhum juga tidak lebih baik cara berpikirnya Biasanya karena ilmu yang kurang dan ikut-ikut kebiasaan di tengah masyarakat. Mereka juga merasa tersinggung apabila ketika masih hidup harta peninggalan sang suami sudah dibagi-bagi kepada putra-putrinya almarhum.

F. Menunda Bagi Waris Sampai Para Ahli Waris Meninggal
Kesalahan fatal yang sering terjadi di masyarakat yakni saat harta waris tidak segera dibagikan dan terus-menerus ditunda-tunda. Namun ternyata justru pala calon ahli warisnya mulai satu persatu meninggal dunia. Apabila sampai orang yang seharusnya menerima warisan malah meninggal maka secara otomatis harus segera membagi harta ahli waris yang meninggal itu kepada para ahli warisnya lagi.
Contohnya ketika seorang kakek yang wafat meninggalkan harta berupa sebidang tanah akan tetapi tanah itu dibiarkan dan tidak segera dibagikan. Sampai suatu saat atau beberapa ahli waris setelah meninggal dunia. Padahal seharusnya tanah itu segera dibagi warisnya agar para ahli waris yang berhak memilikinya segera menikmatinya.
Entah bagaimana dan karena alasan apa tanah yang bertahun-tahun dibiarkan saja tanpa kejelasan siapa pemiliknya dan lahirlah anak-anak dari ahli waris yang sebenarnya bukan ahli waris langsung dari sang kakek.
kemudian muncul pertentangan atau perebutan atas tanah warisan dari sang kakek tiap tiap cucu merasa sebagai ahli waris sehingga masing-masing mengklaim sebagai pihak yang berhak atas tanah tersebut sayangnya generasi yang seharusnya menjadi ahli waris langsung justru sudah banyak yang wafat.

G. Kesalahan Beruntun
Kesalahan beruntun apabila kesalahan pertama terjadi dan tidak diantisipasi maka konsekuensinya akan jatuh pada kesalahan ke-2 dan ke-3 memang sama besar.

1. Kesalahan Pertama
Contoh dari kesalahan pertama dimulai ketika sepasang suami istri sama-sama bekerja dan menghasilkan penghasilan akan tetapi mereka lalai dalam urusan administrasi serta pencatatan aset mereka berdua karena sejak awal sistem administrasi keuangan keluarga ini sudah ada benih-benih kerusakan dan penyimpangan yakni ketika masing-masing pasangan tidak bisa menjelaskan status harta milik bersama khususnya nilai harta masing-masing ini merupakan kesalahan pertama yang akan melahirkan kesalahan-kesalahan berikutnya.

2. Kesalahan kedua
Ketika salah satu pasangan tersebut baik suami ataupun istri telah meninggal dunia, problem yang akan muncul setelahnya yakni masalah harta milik berdua. kesalahan fatal yang kedua ini terjadi karena harta tersebut main dipukul rata saja pembagiannya atau 50:50, harta milik suami setengahnya dan harta istri setengahnya.
Pembagian yang asal seperti itu jelas-jelas sudah haram, sebab sebelum sebab belum tentu pasangan yang meninggal dunia itu udah rela atas pembagian daging tersebut.

3. Kesalahan Ketiga
Kesalahan ketiga yakni menunda-nunda pembagian waris sampai baik suami maupun istri meninggal dunia terkesan salah apabila salah satu pasangan masih hidup tapi mereka sudah melakukan pembagian waris padahal justru yang menunda-nunda itu merupakan kemungkaran dan kebaikan akan tetapi di masyarakat kita hal tersebut sudah menjadi ketentuan tak tertulis.

4. Kesalahan Keempat
Setelah adanya penundaan pembagian waris kemudian harta warisan tersebut dibagikan semaunya sendiri hal tersebut merupakan kesalahan yang fatal karena para calon ahli warisnya malah sudah meninggal dunia, Padahal mereka belum sempat mendapatkan haknya.


H. Solusi
Terdapat beberapa solusi agar tidak terjadi kesalahan kesalahan fatal seperti yang telah dijelaskan di atas

1. Suami-Istri Menetapkan
Sudah seharusnya suami istri sejak awal telah memiliki kesepakatan berdua mengenai nilai kepemilikan masing-masing harta atas hak atas harta bersama. kesepakatan itu dapat dengan salah satu dari dua cara baik lewat perhitungan yang teliti atau lewat perhitungan yang sederhana.

a. Perhitungan Teliti
Perhitungan teliti adalah masing-masing suami-istri secara rinci melacak dan menyebutkan sumber harta masing-masing sebelum menjadi milik berdua contohnya suami harus menelusuri dari mana saja sumber harta itu apakah dari gaji, honor, hadiah atau sumber lainnya. Hal tersebut juga dilakukan oleh istri Apakah sumber hartanya itu dari gaji atau warisan atau lain-lainnya. Barulah kemudian setelah diketahui nilai asal harta masing-masing dicatat dan dibuatkan semacam berita acaranya.

b. Penghitungan Sederhana

Seringkali karena suami ketika bekerja mencari uang memang berniat untuk memberi nafkah kepada keluarganya dan sebaliknya. Jika istri menyerahkan dirinya kepada suaminya Ia pun beranggapan bahwa hanya dirinya saja yang diserahkan tetapi termasuk semua hartanya pun diserahkan kepada suaminya. Maka masing-masing rasanya sudah mengikhlaskan hartanya terserah Bagaimana kesepakatan berdua. kadang kali sering ada anggapan harta Aku adalah kamu dan kamu adalah hartaku hal tersebut boleh asal keduanya memang sama-sama ikhlas bisa saja 40% harta milik istri 60% harta milik suami atau bisa saja 30% milik istri 70% milik suami dan lain-lain.

2. Suami Istri Mendeklarasikan Kepada Calon Ahli Waris
Mendeklarasikan kepada calon ahli waris merupakan hal yang penting yang harus dilakukan ketika keduanya sudah menyepakati nilai harta masing-masing calon ahli waris biasanya itu anak-anak mereka, cucu, kakak, adik, ayah, ibu, dan siapapun yang masuk dalam tabel calon ahli waris. Terdapat tiga hal yang harus dideklarasikan yaitu:

a. Jenis Harta
Para calon ahli waris diberitahu jenis harta apa yang akan dimiliki oleh mereka entah wujudnya uang tunai atau aset-aset seperti tanah, rumah, sawah, kendaraan, perhiasan, atau lainnya.

b. Ukuran dan Kadar
Selain itu dijelaskan juga tentang ukuran kadar dan nilai dari masing-masing harta tersebut jika berupa uang berapa nilainya harus jelas, demikian juga kalau berupa tanah di mana lokasinya dan berapa ukuran tanahnya.

c. Bukti Kepemilikan

Paling penting dari semua itu adalah calon pemberi warisan harus melengkapi data-data tentang harta kekayaan dengan surat-surat kepemilikan yang sah legal dan tidak ada sengketa di atasnya. Sebab apabila tidak ada bukti kepemilikan yang sah atau masih menjadi harta yang dipersengketakan maka harta warisan tindakan tidak lain adalah bom waktu yang setiap saat bisa saja meledak dan korbannya sendiri adalah para ahli waris itu sendiri.


I. Harta Gono-Gini
A. Pengertian
Kasus bercampurnya harta yang paling sering terjadi yakni harta suami dan istri  dalam urusan harta antara suami istri masih banyak yang menganut sistem dari barat yakni harta gono gini padahal dalam Islam tidak mengenal istilah harta gono gini. Baik bawaan yang dibawa oleh suami sebelum menikah maupun istri ataupun harta bersama yakni harta yang didapatkan selama masa pernikahan.
Dalam sistem Islam yang berlaku adalah harta yang didapat suami baik sebelum ataupun selama menikah 100% adalah milik suami begitu juga sebaliknya harta istri 100% milik istri akan tetapi suami memiliki kewajiban untuk memberi nafkah atau memberi sebagian hartanya kepada istri bentuk mahar nafkah dan lainnya.
Di dalam syariat Islam tidak dikenal adanya harta bersama secara otomatis kecuali jika suami istri sepakat untuk membeli sesuatu secara patungan maka itu bisa disebut dengan milik bersama dengan persentasi kepemilikan yang proporsional. Maksud proporsional di sini yakni misal Ketika sang suami membeli rumah bersama istrinya dan suami membayar 80% maka 80% menjadi milik sang suami dan 20% milik sang istri. Sedangkan dalam sistem gono-gini bahwa dari barat bila suami istri sudah sepakat patungan untuk membeli sesuatu maka tidak peduli berapa persen nilai uang yang dikeluarkan masing-masing dan secara otomatis akan dianggap 50 banding 50 kepemilikannya maka jika seandainya mereka bercerai dalam hukum gono-gini itu harus dibelah dua sama besar. Maka sudah menjadi hal yang wajar jika orang barat cenderung menghindari pernikahan karena apabila pernikahan itu maka bisa membuat orang jadi rugi secara material.

2. Usaha Bersama Suami Istri

Apabila ada pasangan suami istri setelah menikah mereka membangun usaha bersama misalnya membuka toko keduanya mengeluarkan harta dan juga tenaga untuk bisa memajukan usaha tersebut dan bisa dikatakan data yang mereka miliki itu menjadi harta berdua.
Persoalan dan masalah akan muncul ketika salah satu dari mereka meninggal dunia, semisal sang istri meninggal dunia dan sang suami  kawin lagi. itu di dalam harta tersebut ada hak milik istri sebelumnya dan tentu sang suami tidak bisa menguasai begitu saja peninggalan tersebut. bisa jadi akan muncul masalah dengan anak-anak mereka , mereka akan mengatakan bahwa ibu mereka punya hak atas harta yang kini menjadi milik ayah dan ibu tiri mereka.
Maka dalam hari ini harus kita tarik ke belakang lagi tentang Status kepemilikan usaha keluarga tersebut. Berapa besar bagian yang akan menjadi milik suami dan berapa bagian yang akan menjadi milik istri yang seharusnya ditetapkan terlebih dahulu.
Intinya hanya harta milik orang yang sudah meninggal saja yang diberi waris sedangkan yang masih hidup tidak perlu.

3. Suami Memberi Hadiah Kepada Istri

Dalam suatu kasus Ketika sang suami telah meninggal sedangkan dia tidak memiliki anak dan para saudaranya menuntut agar mendapat harta warisan. Akan tetapi ternyata harta warisan tersebut sudah dihadiahkan kepada istri almarhum yang dibuktikan dengon  adanya surat-surat atau sertifikat yang memang atas nama istrinya maka harta tersebut tidak bisa dibagi waris karena statusnya bukan milik almarhum.

4. Pinjam atau Beli

Terdapat contoh yakni seorang adik meminjam uang kakaknya untuk naik haji dan sang adik memberi jaminan Sepetak sawah yang digadaikan kepada sang kakak. Akan tetapi sampai 10 tahun kemudian uang tersebut tidak segera dikembalikan otomatis sawah yang menjadi jaminan itu masih di tangan kakaknya ketika kakak beradik ini sudah meninggal maka anak dan cucu mereka bermaksud untuk membagi harta warisan munculah masalah tentang status sawah tersebut karena anak-anak keturunan sang adik mengatakan bahwa sawah itu milik orang-orang tua mereka karena orang tua mereka tidak pernah Menjual sawah itu semasa hidupnya kecuali hanya menjadikannya jaminan hutang sedangkan anak-anak dari kakak mengatakan bahwa sawah itu sudah menjadi hak orangtua mereka lantaran hutang mereka belum pernah dikembalikan.
Kemudian anak dari sang adik akhirnya bersedia mengembalikan hutang orangtua mereka akan tetapi mereka mengembalikan sejumlah uang yang orang tua mereka pinjam saja.
Akan tetapi anak dari sang kakak menolak karena uang uang sejumlah itu di zaman sekarang sudah tidak ada nilainya untuk pergi ke tanah suci dan mereka meminta agar dikembalikan seharga dengan harga naik haji sekarang.

Kesimpulan:
Harta warisan suami akan jatuh ke istrinya apabila tak memiliki fara' waris maka istri mendapatkan bagian dan apabila memiliki fara' waris mendapatkan bagian 1/8.
Apabila sang istri meninggal dan meninggalkan suami, maka sang suami menjadi ahli waris istrinya dan mendapat bagian atau jika memiliki wara' waris bagiannya .
Haram hukumnya memakan harta anak yatim. Para ibu boleh menyimpan harta warisan anak-anak ahli waris untuk mereka, dan tidak diperbolehkan menggunakan untuk keperluan pribadi.
Kebanyakan pasangan suami istri sering kali mengabaikan adanya pembagian yang sistematis tentang harta milik bersama yang sering kali menjadi permasalahan ketika salah satu dari merek telah meninggal dunia. Banyak yang beranggapan bahwa harta suami adalah harta istri dan sebaliknya. Akan tetapi sebenarnya dalam ajaran Islam, harta suami 100% harta suami, dan harta istri 100% milik istri.
Pembagian harta warisan ini haruslah jelas baik jenis hartanya apa, apakah uang, tanah, atau bangunan. Berapa nilainya atau berapa ukurannya dan harus disertai bukti kepemilikan yang sah.
Adanya harta gono-gini ini seringkali membuat pasangan menjadi bingung apabila sejak awal tidak dihitung dan dicatat.

Kelebihan Buku:
Buku Problem bagi Waris Suami Istri ini tidak terlalu tebal atau tidak terlalu memiliki banyak halaman, dan isinya pun sangat mudah untuk dipahami bahkan oleh masyarakat awam sekalipun. Buku ini juga memberi pemahaman bagi masyarakat awam mengenai waris bagi suami istri. Dalam penulisan ayat --ayat Al-Qur'an juga dituliskan dengan cukup jelas.


Kelemahan Buku:
Kelemahan buku ini yakni, tidak diberinya penjelasan yang lebih banyak dari Al-Qur'an maupun hadis mengenai bab yang dibahas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun