a. Jenis Harta
Para calon ahli waris diberitahu jenis harta apa yang akan dimiliki oleh mereka entah wujudnya uang tunai atau aset-aset seperti tanah, rumah, sawah, kendaraan, perhiasan, atau lainnya.
b. Ukuran dan Kadar
Selain itu dijelaskan juga tentang ukuran kadar dan nilai dari masing-masing harta tersebut jika berupa uang berapa nilainya harus jelas, demikian juga kalau berupa tanah di mana lokasinya dan berapa ukuran tanahnya.
c. Bukti Kepemilikan
Paling penting dari semua itu adalah calon pemberi warisan harus melengkapi data-data tentang harta kekayaan dengan surat-surat kepemilikan yang sah legal dan tidak ada sengketa di atasnya. Sebab apabila tidak ada bukti kepemilikan yang sah atau masih menjadi harta yang dipersengketakan maka harta warisan tindakan tidak lain adalah bom waktu yang setiap saat bisa saja meledak dan korbannya sendiri adalah para ahli waris itu sendiri.
I. Harta Gono-Gini
A. Pengertian
Kasus bercampurnya harta yang paling sering terjadi yakni harta suami dan istri  dalam urusan harta antara suami istri masih banyak yang menganut sistem dari barat yakni harta gono gini padahal dalam Islam tidak mengenal istilah harta gono gini. Baik bawaan yang dibawa oleh suami sebelum menikah maupun istri ataupun harta bersama yakni harta yang didapatkan selama masa pernikahan.
Dalam sistem Islam yang berlaku adalah harta yang didapat suami baik sebelum ataupun selama menikah 100% adalah milik suami begitu juga sebaliknya harta istri 100% milik istri akan tetapi suami memiliki kewajiban untuk memberi nafkah atau memberi sebagian hartanya kepada istri bentuk mahar nafkah dan lainnya.
Di dalam syariat Islam tidak dikenal adanya harta bersama secara otomatis kecuali jika suami istri sepakat untuk membeli sesuatu secara patungan maka itu bisa disebut dengan milik bersama dengan persentasi kepemilikan yang proporsional. Maksud proporsional di sini yakni misal Ketika sang suami membeli rumah bersama istrinya dan suami membayar 80% maka 80% menjadi milik sang suami dan 20% milik sang istri. Sedangkan dalam sistem gono-gini bahwa dari barat bila suami istri sudah sepakat patungan untuk membeli sesuatu maka tidak peduli berapa persen nilai uang yang dikeluarkan masing-masing dan secara otomatis akan dianggap 50 banding 50 kepemilikannya maka jika seandainya mereka bercerai dalam hukum gono-gini itu harus dibelah dua sama besar. Maka sudah menjadi hal yang wajar jika orang barat cenderung menghindari pernikahan karena apabila pernikahan itu maka bisa membuat orang jadi rugi secara material.
2. Usaha Bersama Suami Istri
Apabila ada pasangan suami istri setelah menikah mereka membangun usaha bersama misalnya membuka toko keduanya mengeluarkan harta dan juga tenaga untuk bisa memajukan usaha tersebut dan bisa dikatakan data yang mereka miliki itu menjadi harta berdua.
Persoalan dan masalah akan muncul ketika salah satu dari mereka meninggal dunia, semisal sang istri meninggal dunia dan sang suami  kawin lagi. itu di dalam harta tersebut ada hak milik istri sebelumnya dan tentu sang suami tidak bisa menguasai begitu saja peninggalan tersebut. bisa jadi akan muncul masalah dengan anak-anak mereka , mereka akan mengatakan bahwa ibu mereka punya hak atas harta yang kini menjadi milik ayah dan ibu tiri mereka.
Maka dalam hari ini harus kita tarik ke belakang lagi tentang Status kepemilikan usaha keluarga tersebut. Berapa besar bagian yang akan menjadi milik suami dan berapa bagian yang akan menjadi milik istri yang seharusnya ditetapkan terlebih dahulu.
Intinya hanya harta milik orang yang sudah meninggal saja yang diberi waris sedangkan yang masih hidup tidak perlu.
3. Suami Memberi Hadiah Kepada Istri
Dalam suatu kasus Ketika sang suami telah meninggal sedangkan dia tidak memiliki anak dan para saudaranya menuntut agar mendapat harta warisan. Akan tetapi ternyata harta warisan tersebut sudah dihadiahkan kepada istri almarhum yang dibuktikan dengon  adanya surat-surat atau sertifikat yang memang atas nama istrinya maka harta tersebut tidak bisa dibagi waris karena statusnya bukan milik almarhum.
4. Pinjam atau Beli
Terdapat contoh yakni seorang adik meminjam uang kakaknya untuk naik haji dan sang adik memberi jaminan Sepetak sawah yang digadaikan kepada sang kakak. Akan tetapi sampai 10 tahun kemudian uang tersebut tidak segera dikembalikan otomatis sawah yang menjadi jaminan itu masih di tangan kakaknya ketika kakak beradik ini sudah meninggal maka anak dan cucu mereka bermaksud untuk membagi harta warisan munculah masalah tentang status sawah tersebut karena anak-anak keturunan sang adik mengatakan bahwa sawah itu milik orang-orang tua mereka karena orang tua mereka tidak pernah Menjual sawah itu semasa hidupnya kecuali hanya menjadikannya jaminan hutang sedangkan anak-anak dari kakak mengatakan bahwa sawah itu sudah menjadi hak orangtua mereka lantaran hutang mereka belum pernah dikembalikan.
Kemudian anak dari sang adik akhirnya bersedia mengembalikan hutang orangtua mereka akan tetapi mereka mengembalikan sejumlah uang yang orang tua mereka pinjam saja.
Akan tetapi anak dari sang kakak menolak karena uang uang sejumlah itu di zaman sekarang sudah tidak ada nilainya untuk pergi ke tanah suci dan mereka meminta agar dikembalikan seharga dengan harga naik haji sekarang.