Mohon tunggu...
Aisyah Shafiyyah Arsy
Aisyah Shafiyyah Arsy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa-Universitas Airlangga

Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Aku Ingin Mencintai Melalui Sajak-Sajak Sapardi Djoko Damono

20 Desember 2023   10:02 Diperbarui: 20 Desember 2023   10:05 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Aku Ingin Mencintai Melalui Sajak-Sajak Sapardi Djoko Damono

Oleh Aisyah Shafiyyah Arsy

Kesan pertama yang saya rasakan ketika mendengar salah satu dosen sastra membeberkan sedikit mengenai puisi Sapardi adalah munculnya rasa takjub. Bagaimana tidak, pasalnya gaya bahasa yang Sapardi pilih seakan menjadi sihir tersendiri bagi pembacanya, ditambah lagi dengan penghayatan dosen sastra ketika membacakan puisi Sapardi. Oleh sebab itu, saya mulai tertarik untuk menulis sebuah ulasan tentang penyair angkatan '70-an  ini. Sebagian dari kita mungkin sudah tidak asing lagi dengan karya-karya Sapardi, sudah banyak khalayak yang mengangkat ulasan mengenai karya-karya Sapardi. Oleh sebab itu, tujuan utama tulisan ini dibuat bukan untuk sekadar menjelaskan mengenai puitika lirik karya sastra puisi milik Sapardi Djoko Damono, namun saya ingin mengajak pembaca untuk ikut terkesima sehingga turut ingin mencintai melalui sajak-sajak Sapardi.

Sapardi Djoko Damono merupakan seorang sastrawan dan penyair yang terkemuka asal Indonesia kelahiran Solo, Jawa Tengah pada tahun 1940. Peranan Sapardi dalam dunia sastra dimulai sejak tahun 1960 ketika usianya memasuki kepala dua. Jika dikaitkan dengan kesejarahan atau perkembangan puisi di Indonesia, yang dibagi menjadi 3 periode besar mulai dari periode pra-kolonial hingga periode pasca kolonial, Sapardi termasuk dalam kelompok penyair pada periode pasca kolonial orde baru yaitu lebih tepatnya pada era '70-an. Bagi seorang pengarang, interaksi dengan sesama seniman juga menjadi hal yang krusial dalam menunjang kepenulisannya, karena dengan semakin interaksi antar seniman maka akan semakin banyak pula tercipta ide-ide baru. Hal tersebut seperti yang dijelaskan oleh (Putera Manuaba, 2019;37-47)  bahwa komunitas sastra yang eksis, tidak hanya memproduksi karya sastra, melainkan juga memproduksi karya-karya lain, serta aktivitas seni budaya kreatif lainnya. Selain itu terdapat pula komunitas-komunitas sastra yang eksis di Indonesia, antara lain seperti Komunitas Sastra Salihara di Jakarta, Komunitas Sastra Air Putih di Yogyakarta, Komunitas Majelis Sastra di Bandung, dan komunitas-komunitas eksis lainnya. (Manuaba, 2017-2018)

Beberapa karya sastra antologi puisi milik Sapardi yang menjadi primadona adalah DukaMu Abadi (1969),  Hujan Bulan Juni (1994), Yang Fana Adalah Waktu (2018), Masih Ingatkah Kau Jalan Pulang (2020), dan lain sebagainya. Dari sekian banyak buku antologi puisi yang Sapardi Djoko Damono tulis, terdapat salah satu buku yang cukup fenomenal yang memuat 102 kumpulan puisi yaitu antologi puisi Hujan Bulan Juni. Buku antologi puisi tersebut masih terkenal dan banyak diminati hingga kini  oleh sebagian masyarakat karena di dalamnya terdapat puisi legendaris, puisi tersebut berjudul 'Aku Ingin'. Selain karya sastra puisi, Sapardi tampaknya juga menggandrungi karya sastra lainnya. Sapardi diketahui banyak menulis esai dan  cerita, seperti halnya kumpulan cerita dalam buku yang bertajuk "Pengarang Telah Mati" (2001).

Langkah awal untuk memulai proses mencintai dimulai dengan karya sastra puisi milik Sapardi yang bertajuk 'Aku Ingin' (1989). Sedikit informasi mengenai puisi ini bahwa Najwa Shihab yang merupakan seorang jurnalis dan aktivis berkebangsaan Indonesia pernah membacakan puisi ini dalam salah satu acaranya. Ia menjelaskan bahwa puisi 'Aku Ingin' karya Sapardi Djoko Damono merupakan salah satu puisi yang paling digemarinya. Dalam puisi ini penyair seolah ingin menyampaikan isi hatinya yang sedang mencintai seseorang melalui sajak-sajak puisi. Seperti halnya penjelasan mengenai cinta menurut Erich Fromm bahwa cinta merupakan seni kehidupan (art of life), yaitu cinta yang tumbuh kepada manusia lainnya, kepada alam, dan kepada Tuhan. Pembahasan pada tulisan ini akan menggunakan konsep cinta dari Erich Fromm yang dibagi sebagai berikut: cinta kepada insan lainnya, cinta kepada alam, cinta kepada Tuhan.

Konsep cinta seringkali diibaratkan sebagai suatu hal yang romantis, identik dengan rasa kasih dan sayang yang diberikan suatu individu kepada manusia lainnya, pastinya setiap insan manusia pernah merasakannya entah cinta itu diberikan kepada keluarga, pasangan, sahabat, atau yang lainnya. Sebagai contoh adalah puisi 'Aku Ingin' dalan buku antologi puisi Hujan Bulan Juni (1994)  yang bertuliskan sebagai berikut:

aku ingin mencintaimu dengan sederhana:

dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu

aku ingin mencintaimu dengan sederhana: 

dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

1989

Puisi di atas merupakan isi dari puisi yang bertajuk 'Aku Ingin' karya Sapardi Djoko Damono. Puisi yang ditulis oleh Sapardi  pada tahun 1989 memperlihatkan karakter penyair dalam memilih diksi kata, sehingga tersusunlah rangkaian kalimat indah yang dapat membuat pembacanya terpanah oleh karya tulisnya. Dalam puisi tersebut seolah penyair ingin menyampaikan rasa cintanya dengan sederhana kepada seseorang yang Ia cintai melalui pesan yang bermediakan sajak-sajak puisi.

Pada awal saat pembacaan puisi, kita cenderung akan dibuat bingung dengan maksud dari puisinya karena memang karakter karya sastra puisi adalah memiliki bentuk second modeling system dan tidak habis dalam satu kali baca. Sebagaimana yang diungkapkan Riffaterre (1978) bahwa sastra menyampaikan pesannya melalui ketidaklangsungan ekspresi, melalui simbol-simbol tertentu. Selain itu karya sastra juga sebagai modus komunikasi untuk menyampaikan pesan antara pengarang dengan pembaca, meskipun penerimaan pesan dapat dikatakan tidak mudah karena di dalamnya juga akan terdapat noise (hambatan) dalam menemukan maknanya maknanya. Oleh karena itu pemahaman dan pemaknaan pembaca sangat diperlukan.

Pada bait pertama (baris pertama hingga ketiga) memiliki kesamaan pada bait kedua (baris keempat sampai keenam). Namun terdapat perbedaan pada pengambilan diksi penyair. Pada bait pertama, pengambilan diksi yang berbeda dari bait kedua adalah kata, kayu, api, abu. Pemilihan diksi-diksi tersebut seakan menggambarkan serangkaian peristiwa, kata diibaratkan sebagai kayu, yang apabila dibakar menggunakan api akan menjadi abu dan keduanya pun akhirnya menjadi tiada. Sedangkan pada bait kedua pengambilan diksi yang berbeda dari bait pertama adalah isyarat, awan, hujan, tiada. Pemilihan diksi pada bait kedua ini juga seperti halnya bait pertama yang menggambarkan serangkaian peristiwa. Kata isyarat diibaratkan seperti awan mendung yang akan menurunkan hujan dan kemudian awan mendung tersebut akhirnya pun hilang dan keduanya pula menjadi tiada.

Berdasarkan puisi yang bertajuk 'Aku Ingin' dalam antologi puisi Hujan Bulan Juni (1994) seakan memiliki makna mengenai penyair yang ingin menyampaikan perasaan hasrat cintanya kepada seseorang yang Ia cintai dengan perasaan sederhana yang penuh ketulusan dan penuh kasih sayang. Puisi di atas secara tanda-tanda simboliknya telah menjelaskan mengenai konsep cinta kepada sesama insan manusia. Dari pembahasan pertama ini sudahkah kalian tertarik dan terpesona dengan sajak-sajak puisi Sapardi? Mari kita lanjutkan pada pembahasan kedua.

Langkah kedua dalam proses mencinta adalah melalui konsep cinta yang tumbuh kepada alam. Alam merupakan anugerah atas kekuasaan Tuhan, sebuah ruang dimana di dalamnya terdapat kehidupan. Kehidupan yang menjadikan makhluk hidup sebagai pelaku atau tokoh. Pada langkah kedua ini, saya ingin menunjukkan mengenai Sang Penyair Sapardi yang sering menggunakan alam sebagai kiasan. Hal tersebut seakan menjadi alasan mendasari Sapardi sebagai penyair yang mencintai alam.

Dalam salah satu buku antologi puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono terdapat beberapa contoh mengenai alam sebagai kiasan, antara lain sebagai berikut:

(waktu dingin, sepi gerimis tiba-tiba....)   

Pada penggalan puisi tersebut yang terdapat pada buku antologi puisi Hujan Bulan Juni yang berjudul "Gerimis Kecil Di Jalan Jakarta, Malang" (1968), menyebutkan kata 'gerimis' yang mencerminkan fenomena alam. Selain itu terdapat pada puisi yang berjudul "Bunga-Bunga Di Halaman" (1968), sebagai berikut:

mawar dan bunga rumput

di halaman; gadis yang kecil 

(dunia kecil, jari begitu 

kecil) menudingnya  

Penggalan puisi di atas menyebutkan kata 'mawar' dan 'bunga rumput' yang sama halnya menjelaskan mengenai aspek alam. Contoh terakhir mengenai konsep cinta kepada alam yang dilihat dalam karya sastra puisi Sapardi adalah:

siapa menggores di langit biru

siapa meretas di awan lalu

siapa mengkristal di kabut itu

siapa mengertap di bunga layu  

Dalam penggalan puisi diatas yang berjudul "Sonet: X" terdapat beberapa kata yang bertajuk alam, seperti kata 'langit biru', 'awan', 'kabut', 'bunga'. Dari beberapa contoh di atas saya mencoba menyimpulkan bahwa dicurigai Sang Penyair Sapardi adalah seseorang yang mengagumi dan mencintai alam. Hal tersebut dapat dilihat dan didasari dengan puisi-puisi Sapardi yang banyak menggunakan kata-kata yang berkaitan dengan alam sebagai aspek visual dalam karya sastra puisinya.

Beralih pada konsep terakhir yaitu mengenai konsep cinta kepada Tuhan. Konsep ini seakan menjadi aspek yang sangat penting untuk dimiliki seorang insan manusia. Dalam agama islam, setiap insan yang diciptakan oleh di muka bumi merupakan seorang hamba dan tujuan utamanya adalah sebagai khalifah Allah. Allah memberikan hadiah kepada seorang hamba yang taat berupa surga, sedangkan Allah memberikan balasan berupa neraka bagi seorang hamba yang lalai dan berpaling dari-Nya. Namun yang menjadi aspek pokok dalam beribadah adalah ketulusan penghambaan kepada Allah seperti yang dijelaskan menurut (Backry, 2018) manusia beribadah bukan karena ingin mendapatkan surga dan bukan  karena  takut  terhadap  neraka,  melainkan  karena  ketulusan penghambaan  kepada  Allah.

Konsep terakhir mengenai cinta kepada Tuhan jika dalam sajak-sajak Sapardi dapat dilihat dalam penggalan puisi yang berjudul "Dalam Doaku" (1989) yang terdapat pada buku antologi puisi Hujan Bulan Juni pula. Penggalan puisi tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

/Dalam doa subuhku ini kau menjelma langit../

/Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala,../

/Dalam doaku sore ini,../

/Maghrib ini dalam doaku,../

/Dalam doa malamku,../  

 

Dalam penggalan puisi yang bertajuk "Dalam Doaku", setidaknya dijelaskan terdapat lima gambaran waktu. Waktu pertama adalah waktu subuh yang dijelaskan dalam kata "subuh", waktu kedua adalah waktu dhuhur yang diibaratkan dengan kalimat "Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala", waktu ketiga adalah waktu ashar yang digambarkan dengan waktu di sore hari, yang keempat adalah waktu maghrib yang digambarkan dengan menggunakan kata "maghrib" pula, dan waktu yang kelima adalah waktu isya yang diibaratkan dengan waktu malam hari. Dari hasil pembacaan saya, kelima waktu tersebut diibaratkan sebagai lima waktu sholat yaitu kewajiban ibadah bagi umat muslim yaitu waktu subuh, dhuhur, ashar, maghrib, isya.

Relasi antara kelima waktu sholat dengan judul puisi "Dalam Doaku" ini  menurut saya adalah penyair sebagai seorang muslim yang taat menjalankan kewajiban ibadah sholat lima waktu tak lupa untuk memanjatkan doa selepas menjalankan sholat. Hal tersebut dapat dilihat dalam setiap kalimat, penyair sedikit banyak menjelaskan menggunakan kalimat dalam doaku. Itulah yang menguatkan pendapat saya bahwa Sang Penyair tak lupa untuk selalu memanjatkan doanya setelah menjalankan ibadah sholat.

Setelah sedikit banyak kita mengetahui tentang karya sastra puisi milik Sapardi, saya berharap ulasan di atas akan menumbuhkan rasa cinta, cinta yang tumbuh melalui sajak-sajak Sapardi Djoko Damono. Beralih ke pembahasan berikutnya, yaitu mengenai puitika lirik dalam buku antologi puisi milik Sapardi yang masih berjudul Hujan Bulan Juni. Seperti yang telah dijelaskan di awal, buku antologi ini termasuk dalam sekian banyak buku kumpulan puisi yang cukup populer dan banyak diminati oleh sebagian masyarakat. Penggunaan diksi yang ringan namun tetap dibutuhkan konsentrasi dan pendalaman dalam menemukan arti atau makna dalam puisi-puisinya.

Dalam pembahasan kali ini, saya ingin sedikit mengulas mengenai struktur ruh tubuh puisi atau yang biasa kita kenal dengan unsur lahir dan unsur batin yang terdapat dalam buku antologi puisi Hujan Bulan Juni. Struktur ruh atau batin memuat beberapa unsur, antara lain adalah tema, nada, perasaan, dan amanat. Sedangkan struktur tubuh atau lahir memuat beberapa unsur, yaitu personifikasi (persajakan), majas, imaji, dan bentuk visual yang terbagi lagi menjadi beberapa poin (enjambemen, tipografi, pembaitan). Dari beberapa unsur di atas, tidak semua unsur akan saya bahas melainkan hanya beberapa unsur saja yang akan saya singgung pada penulisan ini.

Struktur ruh atau batin pertama akan membahas mengenai tema pada karakter penulisan puisi Sapardi Djoko Damono. Menurut Indra Tjahyadi yang merupakan seorang penyair juga dosen fakultas sastra dan filsafat Universitas Panca Marga mengatakan bahwa Sapardi Djoko Damono merupakan penyair yang banyak menuliskan karya sastra puisi bertemakan personal. Pembahasan tema dalam tulisan Sapardi Djoko Damono, saya ingin mengangkat karya milik Sapardi berupa antologi puisi yang berjudul Hujan Bulan Juni. Dari hasil pembacaan singkat yang sudah saya lakukan, sedikit banyak saya menemukan beberapa tema yang berbeda dalam setiap judul puisinya.

Tema mengenai ketuhanan seperti yang terlihat pada kutipan puisi yang berjudul "Dalam Doaku". Isi dari puisi tersebut adalah sebagai berikut:

dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku, yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang 

entah batasnya, yang setia mengusut rahasia demi 

rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku

 

aku mencintaimu, itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu

1989

 

Dari penggalan puisi di atas penyair seolah menjelaskan bahwa dalam doa selepas sholatnya Ia memohon kesabaran kepada Tuhan (Allah) dari setiap rahasia takdir yang telah digariskan untuknya. Dalam hal ini saya sebagai pembaca berpendapat bahwa pada puisi yang berjudul "Dalam Doaku" mengangkat tema mengenai ketuhanan. Selain tema ketuhanan, Sapardi rupanya juga mengangkat tema lainnya. Tema tersebut yaitu tema romansa seperti yang terlihat pada kutipan puisi berikut:

aku ingin mencintaimu dengan sederhana:

Penggalan puisi di atas seperti yang telah dijelaskan di awal, bahwa puisi "Aku Ingin" adalah salah satu dari sekian banyak puisi dalam buku antologi puisi Hujan Bulan Juni yang mengangkat tema romansa atau percintaan. Hal tersebut dapat dilihat dari pemilihan diksi 'aku ingin mencintai..'

Beralih pada unsur amanat pada buku antologi puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi. Buku ini terdapat banyak kumpulan puisi sehingga untuk amanat dari buku ini juga beragam, sebagai contoh kita ulas puisi yang berjudul "Pada Suatu Hari Nanti". Puisi tersebut seakan mengingatkan kita sebagai insan manusia yang kelak pasti akan merasakan kematian, awal menuju kehidupan yang kekal dan abadi. Meninggalkan orang-orang yang terkasih selama di dunia dan sibuk dengan amalan serta pertanggung jawaban selama di dunia. Jasad manusia yang lambat laun juga akan menyatu dan menjadi bongkahan tanah. Jasad penyair memang sudah tidak hadir lagi di dunia, namun penyair mengungkapkan bahwa kita dapat mengenangnya melalui sebuah tulisan karya sastra puisi miliknya. Hal ini mengajarkan kita bahwa eksistensi kita jangan hanya dikenal ketika kita masih hidup saja, melainkan berkaryalah dan perbanyaklah berbuat kebaikan agar kelak ketika kita telah wafat maka keberadaan kita masih dapat dikenang oleh orang-orang di sekitar kita.

Struktur tubuh atau lahir dalam karya sastra puisi terbagi menjadi beberapa unsur, unsur pertama yang akan kita ulas adalah mengenai persajakan. Persajakan salah satunya memuat rima, jika dilihat dari antologi puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi tidak semua puisinya memiliki rima. Hanya beberapa puisi saja yang memiliki rima. Seperti yang terdapat pada puisi yang berjudul "Pada Suatu Hari Nanti" memiliki rima yang berpola a-a-a-a, namun pada puisi lainnya terdapat pula rima yang berbeda seperti yang ada pada puisi berjudul "Sajak-Sajak Empat Seuntai". Pada puisi tersebut terdapat enam bait, yang mana setiap baitnya terdiri dari empat baris. Pada bait pertama memiliki rima yang berpola a-a-b-b, pada bait kedua memiliki rima yang berpola a-a-a-a, pada bait ketiga dan keempat memiliki rima yang berpola a-a-b-b, pada bait kelima dan keenam memiliki rima yang berpola a-b-a-b. Hal tersebut memberikan wawasan baru bahwa ternyata pola rima tidak hanya terdapat satu saja, namun terdapat pula pola rima lainnya.

Selanjutnya kita akan membahas mengenai imaji. Imaji merupakan susunan kata yang membuat seolah-olah pembaca dapat turut ikut merasakan melihat, mendengar, merasakan seperti yang yang dirasakan penyair dalam karya sastra puisinya. Bentuk imaji juga beragam, setidaknya terdapat lebih kurang sebanyak enam imaji seperti imaji auditoris (pendengaran), imaji visual (penglihatan), imaji penciumam, imaji pengecapan, imaji taktil (raba/sentuh), dan imaji kinestetik.

Pembahasan mengenai imaji dimulai dengan mengulas tentang imaji visual, imaji visual adalah imaji yang menggunakan sensoris penglihatan. Dalam antologi Hujan Bulan Juni terdapat imaji visual pada puisi yang berjudul "Dalam Doaku" terdapat pada kutipan yang bertuliskan, /seekor burung gereja yang mengibas-ngibaskan bulunya dalam gerimis, yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu/. Dalam kutipan di atas, pembaca seolah ikut merasakan citraan yang timbul dari sensoris penglihatan. Kemudian imaji auditoris, imaji auditoris adalah imaji yang menggunakan sensoris pendengaran. Imaji tersebut terdapat pada puisi yang berjudul "Hujan, Jalak, dan Daun Jambu" yang terdapat pada kutipan /jalak berkicau dan daun jambu bersemi;/. Dari kutipan tersebut, lebih tepatnya pada kata jalak berkicau, pembaca seolah ikut turut merasakan citraan suara kicauan burung yang timbul dari sensoris penglihatan. Selanjutnya mengenai imaji taktil, imaji taktil merupakan imaji yang menggunakan sensoris perabaan atau raba. Imaji tersebut seolah memberikan efek raba pada kulit, imaji tersebut dalam buku antologi Hujan Bulan Juni terdapat pada puisi yang berjudul "Dalam Doaku", kutipan tersebut bertuliskan /menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku/.  Dalam kutipan di atas, seolah pembaca ikut merasakan citraan raba yang disentuhkan pada rambut, dahi, dan bulu mata. Yang terakhir kita akan membahas mengenai imaji penciuman, imaji ini menggunakan sensoris penciuman. Pembaca seolah akan ikut merasakan citraan yang timbul karena efek sensoris. Hal tersebut terdapat pada kutipan puisi yang berjudul "Bunga 3" /seuntai kuntum melati yang di ranjang itu sudah berwarna coklat ketika tercium udara subuh dan terdengar ketukan di pintu tak ada sahutan seuntai kuntum melati itu sudah kering: wanginya mengeras di empat penjuru/. Dari kutipan puisi tersebut, sebagai pembaca kita seakan turut ikut merasakan aroma bunga melati yang telah kering, wanginya seakan menyebar ke empat penjuru ruangan.

Bentuk visual yang akan menjadi akhir dari pembahasan kita pada kali ini. Bentuk visual memuat tipografi, enjambemen, dan pembaitan. Pembaitan yang terdapat pada buku antologi puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi mayoritas menggunakan empat bait dalam satu puisi, yang mana setiap baitnya terdapat empat baris. Setiap barisnya terdapat  tiga sampai dua belas kata. Pembahasan mengenai tipografi yang terdapat pada antologi puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi mayoritas sebagian besarnya menggunakan tampilan rata kiri, meskipun ada sebagian puisi lainnya yang menggunakan tipografi tidak beraturan namun masih mudah dibaca oleh pembaca. Contoh tipografi rata kiri terdapat pada puisi yang berjudul "Aku ingin", sedangkan puisi yang memiliki tipografi tidak beraturan terdapat pada puisi yang berjudul "Sita Sihir".

AKU INGIN

aku ingin mencintaimu dengan sederhana:

dengan kata yang tak sempat diucapkan

kayu kepada api yang menjadikannya abu

aku ingin mencintaimu dengan sederhana: dengan isyarat yang tak sempat disampaikan

awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

1989

SITA SIHIR

Terbebas juga akhirnya aku --

entah dari cakar Garuda

atau lengan Dasamuka

                  Sendiri,

di menara tinggi,

kusaksikan di atas:

                  langit

yang tak luntur dingin-birunya:

dan di bawah:

                   api

yang disulut Rama --

berkobar bagai rindu abadi

"Terjunlah, Sita," bentak-Mu,

"agar udara, air, api, dan tanah,

kembali murni."

Tapi aku ingin juga terbebas

dari sihir Rama.

1990

Berdasarkan pembahasan di atas tujuan saya memulai penulisan dengan mengangkat konsep cinta adalah untuk menumbuhkan rasa cinta dengan karya sastra terutama karya sastra puisi melalui sajak-sajak puisi milik Sapardi Djoko Damono. Kemudian dilanjut dengan mengulas sedikit mengenai struktir lahir dan batin yang terkandung dalam buku antologi puisi Hujan Bulan Juni. Saya berharap dengan adanya tulisan ini, mampu memberikan sedikit banyak wawasan kepada pembaca yang terutama merupakan pembaca awam karya sastra puisi.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Bakry, M. M. (2018). Maqamat, Ahwal dan Konsep Mahabbah Ilahiyah Rabi'ah Al 'Adawiyah (Suatu Kajian Tasawuf). AL ASAS 1 (2), 76-101.

Damono, S. D. (1994). Hujan Bulan Juni. Jakarta: Gramedia-Grasindo.

Fromm, E. (1956). The Art of Loving. New York: Harper & Row.

Hasanuddin, W. (2012). Membaca dan Menilai Sajak. Bandung: Angkasa.

Manuaba, I. B. (2019). Komunitas Sastra, Produksi Karya, dan Pembangunan Karakter. Mozaik Humaniora.

Manuaba, I. B., Sudewa, I. K., & Setijowati, A. (2017-2018). Menggali Model Manajemen Organisasi Komunitas Sastra untuk Meningkatkan Produksi Sastra Menuju Pembangunan Karakter Bangsa. Surabaya: Universitas Airlangga .

Mustika, I., & Isnaini, H. (2021). Konsep Cinta Pada Puisi-Puisi Karya Sapardi Djoko Damono: Analisis Semiotika Carles Sanders Pierce. Al Azhar Indonesia Seri Humanio Vol. 6, No. 1.

Riffaterre, M. (1978). Semiotics of Poetry. Bloomington dan Indianapolis; Indiana University Press.

Rokhmansyah, A. (2014). Teori dan Pengkajian Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Savitri, A., Sa'diyah, I., & Suyuti, A. (2021). Islamisme Magis sebagai Kritik atas Praktik Beragama dalam Kumpulan Cerpen Memburu Muhammad Karya Feby Indiran. Mozaik Humaniora.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun