Selanjutnya kita akan membahas mengenai imaji. Imaji merupakan susunan kata yang membuat seolah-olah pembaca dapat turut ikut merasakan melihat, mendengar, merasakan seperti yang yang dirasakan penyair dalam karya sastra puisinya. Bentuk imaji juga beragam, setidaknya terdapat lebih kurang sebanyak enam imaji seperti imaji auditoris (pendengaran), imaji visual (penglihatan), imaji penciumam, imaji pengecapan, imaji taktil (raba/sentuh), dan imaji kinestetik.
Pembahasan mengenai imaji dimulai dengan mengulas tentang imaji visual, imaji visual adalah imaji yang menggunakan sensoris penglihatan. Dalam antologi Hujan Bulan Juni terdapat imaji visual pada puisi yang berjudul "Dalam Doaku" terdapat pada kutipan yang bertuliskan, /seekor burung gereja yang mengibas-ngibaskan bulunya dalam gerimis, yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu/. Dalam kutipan di atas, pembaca seolah ikut merasakan citraan yang timbul dari sensoris penglihatan. Kemudian imaji auditoris, imaji auditoris adalah imaji yang menggunakan sensoris pendengaran. Imaji tersebut terdapat pada puisi yang berjudul "Hujan, Jalak, dan Daun Jambu" yang terdapat pada kutipan /jalak berkicau dan daun jambu bersemi;/. Dari kutipan tersebut, lebih tepatnya pada kata jalak berkicau, pembaca seolah ikut turut merasakan citraan suara kicauan burung yang timbul dari sensoris penglihatan. Selanjutnya mengenai imaji taktil, imaji taktil merupakan imaji yang menggunakan sensoris perabaan atau raba. Imaji tersebut seolah memberikan efek raba pada kulit, imaji tersebut dalam buku antologi Hujan Bulan Juni terdapat pada puisi yang berjudul "Dalam Doaku", kutipan tersebut bertuliskan /menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku/. Dalam kutipan di atas, seolah pembaca ikut merasakan citraan raba yang disentuhkan pada rambut, dahi, dan bulu mata. Yang terakhir kita akan membahas mengenai imaji penciuman, imaji ini menggunakan sensoris penciuman. Pembaca seolah akan ikut merasakan citraan yang timbul karena efek sensoris. Hal tersebut terdapat pada kutipan puisi yang berjudul "Bunga 3" /seuntai kuntum melati yang di ranjang itu sudah berwarna coklat ketika tercium udara subuh dan terdengar ketukan di pintu tak ada sahutan seuntai kuntum melati itu sudah kering: wanginya mengeras di empat penjuru/. Dari kutipan puisi tersebut, sebagai pembaca kita seakan turut ikut merasakan aroma bunga melati yang telah kering, wanginya seakan menyebar ke empat penjuru ruangan.
Bentuk visual yang akan menjadi akhir dari pembahasan kita pada kali ini. Bentuk visual memuat tipografi, enjambemen, dan pembaitan. Pembaitan yang terdapat pada buku antologi puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi mayoritas menggunakan empat bait dalam satu puisi, yang mana setiap baitnya terdapat empat baris. Setiap barisnya terdapat tiga sampai dua belas kata. Pembahasan mengenai tipografi yang terdapat pada antologi puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi mayoritas sebagian besarnya menggunakan tampilan rata kiri, meskipun ada sebagian puisi lainnya yang menggunakan tipografi tidak beraturan namun masih mudah dibaca oleh pembaca. Contoh tipografi rata kiri terdapat pada puisi yang berjudul "Aku ingin", sedangkan puisi yang memiliki tipografi tidak beraturan terdapat pada puisi yang berjudul "Sita Sihir".
AKU INGIN
aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana: dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
1989
SITA SIHIR