"Untuk apa Nak?" kata Ayahnya sambil tak menggubris perkataan Agus karena di mata ayahnya kalau sekolah itu bukan baca novel, tetapi harus baca buku pelajaran.
"Ya untuk dibaca, temen-temen aku pada beli," kata Agus sambil mencoba merajuk ayahnya walau dia tahu ayahnya pasti akan susah membelikan novel yang diinginkannya.
Ayahnya enggak menjawab dan itu sudah menjadi jawaban untuk Agus kalau ayahnya enggak setuju dengan keinginannya. Dalam hatinya dia akan mencoba menyisihkan uang jajannya agar bisa membeli novel yang populer seperti teman-temannya.
Sesampainya di sekolah, Agus turun dari motor dan pamit sama ayahnya.
"Yah, aku masuk dulu ya ..." kata Agus sambil salam ke ayahnya.
"Iya nak, belajar yang rajin ya ..." kata ayahnya.
Agus mengangguk menandakan iya setuju dengan ucapan ayahnya. Dia berjalan menuju pintu gerbang sekolah dengan menahan sakit di kakinya. Memang dalam beberapa hari ini Agus merasakan sakit yang sangat kuat dan luar biasa di kakinya. Namun, dia enggak pernah bercerita kepada siapapun termasuk ayah dan ibunya. Semuanya ia tahan untuk dirasakan sendiri. Ia enggak mau teman-temannya tahu dan nantinya akan merasa kasihan. Dia ingin semua temannya tahu bahwa dia itu laki-laki yang kuat.
Sampai di pertigaan mau masuk ke kelasnya dia merasakan sakit yang enggak bisa ditahan lagi. Dia menahan sakitnya sambil memegang pohon kecil yang ada di dekatnya.
"Gus, Agus," terdengar suara Hani tapi Agus tak segera menjawabnya. Hal ini membuat Hani heran.
"Gus tumben kamu diem aja aku panggil," kata Hani sambil menghampiri Agus.
"Iya Han maaf," kata Agus sambil terus memegangi pohon untuk menahan rasa sakit di kakinya.