Mohon tunggu...
A Iskandar Zulkarnain
A Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Bankir - SME enthusiast, Hajj and Umra enthusiast, Finance and Banking practitioners

Iskandar seorang praktisi Keuangan dan Perbankan yang berpengalaman selama lebih dari 35 tahun. Memiliki sejumlah sertifikat profesi dan kompetensi terkait dengan Bidang Manajemen Risiko Perbankan Jenjang 7, Sertifikat Kompetensi Manajemen Risiko Utama (CRP), Sertifikat Kompetensi Investasi (CIB), Sertifikat Kompetensi International Finance Management (CIFM) dan Sertifikat Kompetensi terkait Governance, Risk Management & Compliance (GRCP) yang di keluarkan oleh OCEG USA, serta Sertifikasi Kompetensi Management Portofolio (CPM). Iskandar juga berkiprah di sejumlah organisasi kemasyarakatan ditingkat Nasional serta sebagai Ketua Umum Koperasi Syarikat Dagang Santri. Belakangan Iskandar juga dikenal sebagai sosok dibalik kembalinya Bank Muamalat ke pangkuan bumi pertiwi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kenaikan PPN 12% Selektif untuk Barang Mewah, Strategi Keadilan Pajak

6 Desember 2024   07:10 Diperbarui: 6 Desember 2024   07:11 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.youtube.com/watch?v=vwXF8gMPbmE

Kenaikan PPN 12% Selektif untuk Barang Mewah, Strategi Keadilan Pajak

Pajak merupakan salah satu instrumen penting bagi negara dalam mendukung pembangunan dan menjaga keseimbangan sosial-ekonomi. Di tengah upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa membebani mayoritas masyarakat, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% secara selektif pada barang mewah muncul sebagai langkah strategis yang layak didukung. Kebijakan ini tidak hanya ditujukan untuk menggenjot penerimaan pajak, tetapi juga sebagai cerminan prinsip keadilan dalam perpajakan, di mana kontribusi lebih besar diharapkan datang dari mereka yang memiliki kemampuan ekonomi yang lebih tinggi.

Kenaikan PPN untuk barang mewah merupakan kebijakan yang dirancang untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan perlindungan terhadap masyarakat berpenghasilan rendah. Dengan memastikan barang-barang kebutuhan pokok dan barang yang digunakan mayoritas rakyat tetap dikenakan tarif pajak yang lebih rendah, kebijakan ini menunjukkan keberpihakan terhadap kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap fluktuasi harga. Di sisi lain, konsumsi barang mewah oleh kelompok ekonomi atas dipandang sebagai sektor yang lebih mampu menanggung beban pajak tambahan, sekaligus memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara.

Dalam konteks global, banyak negara telah menerapkan kebijakan serupa dengan menaikkan pajak pada barang-barang konsumsi mewah untuk mendukung redistribusi pendapatan dan mengurangi ketimpangan. Di Indonesia, langkah ini diharapkan tidak hanya menjadi solusi fiskal, tetapi juga sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan pada utang negara dengan memaksimalkan potensi penerimaan pajak domestik. Melalui kebijakan ini, pemerintah berupaya menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, efisien, dan berkelanjutan.

Kebijakan ini juga menjadi bagian dari langkah strategis pemerintah untuk mengelola dampak pandemi dan memperkuat stabilitas ekonomi. Dengan kenaikan selektif PPN pada barang mewah, Indonesia dapat memperluas basis pajaknya, sekaligus memitigasi risiko defisit fiskal yang dapat mengancam program-program pembangunan jangka panjang.

Mengapa Barang Mewah?

Kebijakan menaikkan PPN menjadi 12% secara selektif pada barang mewah bukanlah tanpa alasan. Pemilihan barang mewah sebagai objek pajak yang lebih tinggi didasarkan pada sejumlah pertimbangan strategis, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun fiskal. Barang-barang yang masuk dalam kategori mewah memiliki karakteristik yang membuatnya menjadi sasaran ideal untuk penerapan kebijakan pajak progresif ini.

1. Konsumsi Barang Mewah Didorong oleh Kelompok Berdaya Beli Tinggi

Barang mewah, seperti kendaraan premium, perhiasan berlian, barang bermerek internasional, hingga properti kelas atas, umumnya dikonsumsi oleh kelompok masyarakat yang memiliki daya beli tinggi. Konsumsi barang-barang ini lebih bersifat pilihan (luxury) daripada kebutuhan dasar. Dengan demikian, kebijakan kenaikan pajak pada kategori ini tidak akan secara signifikan memengaruhi kebutuhan pokok masyarakat luas, terutama kelas menengah ke bawah. Hal ini mendukung prinsip perpajakan yang adil, di mana mereka yang memiliki kemampuan lebih besar memberikan kontribusi lebih tinggi.

2. Sumber Pendapatan Negara yang Signifikan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun