Mohon tunggu...
A Iskandar Zulkarnain
A Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Bankir - SME enthusiast, Hajj and Umra enthusiast, Finance and Banking practitioners

Iskandar seorang praktisi Keuangan dan Perbankan Syariah yang berpengalaman selama lebih dari 35 tahun. Memiliki sejumlah sertifikat profesi dan kompetensi terkait dengan Bidang Manajemen Risiko Perbankan Jenjang 7, Sertifikat Kompetensi Manajemen Risiko Utama (CRP), Sertifikat Kompetensi Investasi (CIB), Sertifikat Kompetensi International Finance Management (CIFM) dan Sertifikat Kompetensi terkait Governance, Risk Management & Compliance (GRCP) yang di keluarkan oleh OCEG USA, serta Sertifikasi Kompetensi Management Portofolio (CPM). Iskandar juga berkiprah di sejumlah organisasi kemasyarakatan ditingkat Nasional serta sebagai Ketua Umum Koperasi Syarikat Dagang Santri. Belakangan Iskandar juga dikenal sebagai sosok dibalik kembalinya Bank Muamalat ke pangkuan bumi pertiwi.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Harmonisasi UU tentang Haji dan Umrah dengan Visi Saudi 2030

28 Agustus 2024   11:15 Diperbarui: 28 Agustus 2024   11:15 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harmonisasi UU Tentang Haji dan Umrah dengan Visi Saudi 2030

Undang-Undang No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah adalah fondasi hukum yang kuat bagi pengelolaan Haji di Indonesia. Namun, dengan perubahan global yang semakin cepat, khususnya melalui Visi Saudi 2030 yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas jamaah Haji dan Umrah hingga 30 juta orang per tahun, Indonesia perlu melakukan harmonisasi terhadap regulasi yang ada agar tetap relevan dan mampu menghadapi tantangan baru. 

Selain itu, konsep kemandirian Haji, di mana jamaah dapat mendaftar dan melaksanakan Haji secara mandiri tanpa harus melalui Kementerian Agama (Kemenag), juga memerlukan perhatian khusus dalam konteks ini. Perubahan besar ini memerlukan adaptasi strategis pada peran Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan pengelolaan dana Haji yang semakin kompleks.

Penyesuaian UU No. 8 Tahun 2019 dengan Visi Saudi 2030

1. Pengelolaan Kuota Haji (Pasal 6) Dengan peningkatan kuota yang diharapkan melalui Visi Saudi 2030, UU No. 8 perlu direvisi untuk memberikan fleksibilitas dan responsivitas yang lebih besar dalam pengelolaan kuota Haji. Salah satu penyesuaian penting adalah penyediaan mekanisme yang memungkinkan alokasi kuota khusus bagi jamaah yang memilih jalur mandiri, serta mempertahankan prioritas bagi jamaah tertentu, seperti lansia dan mereka yang telah lama menunggu. Hal ini penting untuk menjaga keseimbangan dan keadilan dalam distribusi kuota yang semakin meningkat.

2. Pengelolaan Biaya dan Investasi (Pasal 47-50) Revisi UU juga diperlukan untuk memastikan pengelolaan dana Haji yang lebih strategis dan efisien. BPKH harus diberikan mandat lebih kuat untuk mengoptimalkan pengelolaan sumber daya melalui investasi strategis, termasuk kontrak multiyears yang dapat mengunci harga lebih rendah. 

Selain itu, transparansi biaya menjadi semakin penting, terutama bagi jamaah yang memilih untuk mendaftar secara mandiri. Dengan peningkatan kuota yang signifikan, pengelolaan biaya yang efisien dan transparan akan menjadi kunci dalam menjaga keberlanjutan layanan Haji.

3. Penguatan Layanan Digital (Pasal 8) Visi Saudi 2030 sangat mengedepankan digitalisasi layanan Haji. Oleh karena itu, UU No. 8 perlu mengakomodasi pengembangan sistem digital yang memungkinkan pendaftaran dan manajemen Haji secara mandiri melalui platform yang terintegrasi dengan pemerintah Arab Saudi. Penguatan layanan mandiri ini juga mencakup penyediaan pilihan bagi jamaah untuk memilih penyedia layanan yang diakui secara resmi oleh kedua negara, dengan pengawasan ketat terhadap kualitas dan keamanan layanan tersebut.

4. Pengawasan dan Koordinasi Internasional (Pasal 36-39) Untuk mendukung peningkatan kapasitas jamaah dan implementasi kemandirian Haji, perlu ada penguatan kerjasama bilateral dengan pemerintah Arab Saudi dalam hal pengaturan pelaksanaan Haji mandiri. Selain itu, pengawasan yang ketat terhadap penyedia layanan Haji mandiri harus diatur secara tegas dalam UU, untuk memastikan bahwa standar internasional dipenuhi dan layanan yang diberikan berkualitas tinggi.

5. Pengembangan Infrastruktur dan Sumber Daya (Pasal 45-46) Peningkatan jumlah jamaah Haji membutuhkan dukungan infrastruktur yang memadai. Revisi UU harus mencakup ketentuan untuk pengembangan infrastruktur Haji, baik di Indonesia maupun di Arab Saudi, termasuk fasilitas penginapan, layanan kesehatan, serta pelatihan dan sertifikasi petugas Haji. Hal ini penting untuk memastikan bahwa peningkatan jumlah jamaah tidak mengorbankan kualitas layanan.

6. Efisiensi dan Keberlanjutan (Pasal 42-43) Dalam menghadapi peningkatan jumlah jamaah, efisiensi operasional dan keberlanjutan menjadi fokus utama. Revisi UU harus mencakup strategi untuk mengembangkan layanan yang lebih efisien, termasuk penggunaan teknologi ramah lingkungan, serta memastikan bahwa setiap langkah yang diambil berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan, ekonomi, dan sosial.

Peran BPKH dalam Menyikapi Peningkatan Kuota Haji dan Umrah

Dengan kemungkinan peningkatan kuota Haji dan Umrah hingga 30 juta orang per tahun akibat Visi Saudi 2030, BPKH perlu menyesuaikan strategi subsidi, diversifikasi investasi, dan memperkuat pengawasan untuk menghadapi tantangan yang semakin kompleks.

1. Penyesuaian Strategi Subsidi Dengan meningkatnya jumlah jamaah, BPKH mungkin harus mengurangi atau mengalihkan subsidi menjadi lebih selektif. Subsidi bisa difokuskan kepada jamaah yang paling membutuhkan, seperti lansia atau mereka dari daerah berpendapatan rendah. Ini penting untuk menjaga keberlanjutan finansial sambil tetap memberikan dukungan kepada mereka yang membutuhkan.

2. Diversifikasi Investasi BPKH perlu mengadopsi strategi investasi yang lebih agresif dan diversifikasi portofolio untuk meningkatkan pendapatan. Ini termasuk investasi dalam proyek infrastruktur Haji di Arab Saudi dan sektor-sektor yang mendukung peningkatan kapasitas Haji dan Umrah. Diversifikasi ini akan membantu BPKH mengelola risiko dengan lebih baik dan memastikan bahwa dana Haji dikelola secara optimal.

3. Peningkatan Efisiensi Operasional Untuk mengatasi peningkatan biaya akibat peningkatan jumlah jamaah, BPKH perlu meningkatkan efisiensi operasional. Pengembangan lebih banyak kontrak multiyears yang dapat mengunci harga dan biaya pada tingkat yang lebih rendah, serta peningkatan penggunaan teknologi, adalah langkah yang diperlukan untuk menjaga efisiensi.

4. Pengembangan Produk dan Layanan Keuangan Baru BPKH bisa memperkenalkan produk-produk keuangan baru seperti wakaf produktif atau sukuk Haji, serta mendorong partisipasi calon jamaah dalam program tabungan Haji yang juga berinvestasi. Ini akan membantu meningkatkan dana yang tersedia untuk pengelolaan Haji dan memberikan pilihan lebih banyak kepada jamaah.

5. Kolaborasi dengan Sektor Swasta BPKH juga bisa memperluas kemitraan dengan perusahaan swasta, baik domestik maupun internasional, untuk mendukung penyediaan layanan Haji melalui model kemitraan publik-swasta. Ini tidak hanya akan membantu dalam pengelolaan dana, tetapi juga memastikan bahwa layanan Haji dapat diberikan dengan kualitas yang lebih baik.

6. Penguatan Pengawasan dan Akuntabilitas Dengan meningkatnya jumlah dana yang dikelola, BPKH perlu memperkuat mekanisme pengawasan dan akuntabilitas. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana sangat penting untuk memastikan bahwa dana jamaah dikelola secara bertanggung jawab dan memberikan manfaat maksimal.

Dampak Potensial Pencairan Setoran Awal secara Massal

Skenario peningkatan kuota Haji yang memungkinkan jamaah untuk tidak harus menunggu lama dapat menyebabkan banyak jamaah mencairkan setoran awal mereka untuk mendaftar Haji secara mandiri. Ini bisa berdampak signifikan terhadap BPKH:

1. Penurunan Dana Kelolaan BPKH Jika penarikan massal terjadi, BPKH akan menghadapi tekanan likuiditas yang signifikan, yang dapat mengganggu pengelolaan investasi jangka panjang dan menurunkan skala ekonomi BPKH. Penurunan ini dapat meningkatkan biaya operasional relatif dan menurunkan efisiensi pengelolaan dana.

2. Gangguan pada Strategi Investasi Penarikan dana secara massal bisa memaksa BPKH menjual aset investasi lebih cepat dari yang direncanakan, yang berpotensi merusak return dan menyebabkan capital loss. Ini juga dapat mengurangi peluang BPKH untuk berinvestasi dalam proyek-proyek besar yang memberikan manfaat jangka panjang.

3. Pengurangan Subsidi dan Layanan Penurunan dana kelolaan akan mengurangi kemampuan BPKH untuk memberikan subsidi, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kenaikan biaya Haji bagi jamaah. Selain itu, kualitas layanan Haji juga dapat terpengaruh jika BPKH harus memangkas anggaran untuk layanan terkait Haji.

Langkah-Langkah Mitigasi Untuk menghadapi risiko ini, BPKH perlu mengembangkan produk keuangan alternatif, memperkuat likuiditas, mengedukasi jamaah tentang keuntungan investasi jangka panjang, serta mendiversifikasi sumber pendapatan dan memperkuat pengawasan. Langkah-langkah ini penting untuk menjaga stabilitas dan keberlanjutan pengelolaan dana Haji di tengah perubahan besar yang mungkin terjadi.

Peran Kementerian dan Lembaga Lain dalam Mendukung Pelayanan Haji yang Terjangkau

Selain Kemenag dan BPKH, beberapa kementerian dan lembaga lain perlu berperan aktif dalam mengorkestrasi upaya bersama untuk menyediakan pelayanan Haji yang lebih terjangkau dan berkualitas. Berikut adalah peran penting dari kementerian dan lembaga tersebut:

1. Kementerian Keuangan Kementerian Keuangan memiliki peran penting dalam menyediakan kebijakan fiskal yang mendukung pengelolaan Haji yang efisien. Ini bisa berupa pemberian insentif pajak untuk investasi yang dilakukan oleh BPKH atau pengurangan pajak untuk jasa dan barang yang digunakan dalam penyelenggaraan Haji. Kementerian Keuangan juga dapat merumuskan kebijakan fiskal yang mendukung penyediaan pelayanan jamaah yang lebih terjangkau, misalnya melalui pengurangan bea masuk untuk barang-barang yang digunakan dalam penyelenggaraan Haji dan Umrah, atau pemberian insentif untuk perusahaan yang berpartisipasi dalam penyediaan layanan terkait Haji.

2. Kementerian Luar Negeri Kementerian Luar Negeri berperan dalam mengelola diplomasi dan hubungan bilateral dengan Arab Saudi, yang sangat penting untuk mendapatkan kuota Haji yang optimal dan memastikan perlindungan bagi jamaah Haji Indonesia. Kementerian ini juga berperan dalam negosiasi fasilitas dan layanan yang disediakan untuk jamaah di Arab Saudi, serta dalam koordinasi dengan otoritas Saudi untuk penerapan sistem e-Hajj dan layanan digital lainnya.

3. Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Kemenkumham berperan dalam memastikan kelancaran proses administrasi yang terkait dengan paspor dan visa jamaah Haji. Selain itu, Kemenkumham dapat berkolaborasi dengan Kemenlu dan otoritas Saudi untuk menyediakan layanan biometrik dan identifikasi digital bagi jamaah Haji di dalam negeri, sehingga mengurangi waktu dan biaya yang diperlukan untuk pengurusan dokumen.

4. Kementerian Perhubungan Kementerian Perhubungan memiliki peran penting dalam memastikan transportasi udara yang efisien dan terjangkau untuk jamaah Haji. Ini termasuk negosiasi tarif khusus dengan maskapai penerbangan, pengelolaan slot penerbangan Haji, dan koordinasi logistik transportasi darat dari berbagai embarkasi di Indonesia ke titik keberangkatan. Pengurangan atau pembebasan biaya operasional untuk penerbangan Haji juga dapat dilakukan untuk menekan biaya Haji secara keseluruhan.

5. Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan bertanggung jawab atas penyediaan layanan kesehatan yang memadai bagi jamaah Haji, baik sebelum keberangkatan, selama di Tanah Suci, maupun setelah kembali ke tanah air. Ini mencakup vaksinasi, pemeriksaan kesehatan, dan penyediaan tenaga medis yang terlatih. Selain itu, Kementerian Kesehatan dapat berkolaborasi dengan otoritas kesehatan Saudi untuk memastikan bahwa fasilitas kesehatan di Arab Saudi dapat diakses oleh jamaah Haji Indonesia secara optimal.

6. Kementerian Perdagangan Kementerian Perdagangan memainkan peran strategis dalam mendorong kebijakan ekspor kebutuhan jamaah Haji dan Umrah dari Indonesia, termasuk bahan makanan, pakaian ihram, kerudung, kopiah, serta produk-produk pelengkap ibadah Haji lainnya. 

Dengan memfasilitasi ekspor produk-produk ini, Kementerian Perdagangan dapat membantu mengurangi ketergantungan pada produk impor dan mendorong penggunaan produk dalam negeri yang lebih terjangkau bagi jamaah. Selain itu, ekspor suvenir Haji dan Umrah dari Indonesia juga bisa menjadi peluang ekonomi, dengan memanfaatkan kekayaan budaya Indonesia yang khas dan menarik bagi jamaah internasional.

Peningkatan Peran KBIHU dan IPHI dalam Mendukung Kemandirian Jamaah Haji

Di tengah pergeseran menuju kemandirian dalam pendaftaran dan pelaksanaan Haji yang ditekankan oleh Visi Saudi 2030, peran Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) serta Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) menjadi semakin penting. Mayoritas jamaah Haji Indonesia berasal dari kalangan yang kurang familiar dengan teknologi digital, yang dapat menjadi kendala dalam proses pendaftaran dan pengurusan visa secara online. Oleh karena itu, KBIHU dan IPHI perlu diperkuat dan disesuaikan perannya dalam UU No. 8 Tahun 2019 untuk mendukung kemandirian jamaah Haji.

1. Peningkatan Kapasitas KBIHU dan IPHI dalam Digitalisasi KBIHU dan IPHI dapat berperan sebagai fasilitator utama dalam membantu jamaah Haji yang kurang mahir teknologi untuk mengakses layanan digital yang disediakan, termasuk pendaftaran online, pengurusan visa elektronik, dan akses ke layanan e-Hajj. Pelatihan intensif bagi para pembimbing dan anggota KBIHU serta IPHI mengenai teknologi digital dan aplikasi terkait Haji harus menjadi prioritas, sehingga mereka dapat mendukung jamaah dengan lebih efektif.

2. Pendampingan dan Edukasi Digital bagi Jamaah KBIHU dan IPHI harus dilibatkan dalam program edukasi digital bagi jamaah Haji, yang mencakup penggunaan perangkat digital, aplikasi pendaftaran Haji, dan pengurusan dokumen elektronik. Ini akan membantu mengurangi kesenjangan teknologi yang ada di antara jamaah, memastikan bahwa mereka dapat mengakses layanan Haji dengan lebih mudah dan mandiri.

3. Penguatan Kerjasama dengan Pemerintah dan Swasta KBIHU dan IPHI perlu bekerja sama dengan pemerintah, BPKH, dan penyedia layanan teknologi untuk mengembangkan solusi digital yang mudah diakses dan digunakan oleh jamaah Haji Indonesia. Ini termasuk pengembangan aplikasi mobile yang user-friendly dan layanan dukungan teknis yang dapat diakses oleh jamaah dari berbagai kalangan.

4. Peran dalam Pengawasan dan Evaluasi Selain mendampingi jamaah, KBIHU dan IPHI juga dapat berperan dalam pengawasan dan evaluasi penerapan sistem digital dalam proses Haji. Mereka dapat memberikan masukan yang berharga kepada pemerintah mengenai kendala yang dihadapi oleh jamaah dan usulan perbaikan sistem agar lebih ramah pengguna.

Peran Aplikasi Saudi Visa Bio dalam Layanan Kemandirian Pengajuan Visa Haji dan Umrah

Dalam kerangka Visi Saudi 2030 yang mendorong digitalisasi proses Haji dan Umrah, aplikasi Saudi Visa Bio telah diperkenalkan sebagai alat penting untuk mendukung kemandirian jamaah dalam pengajuan visa. Aplikasi ini memungkinkan jamaah untuk melakukan pengambilan data biometrik dan pengajuan visa secara mandiri melalui perangkat mobile mereka. Ini sangat relevan dengan upaya peningkatan kemandirian jamaah, khususnya dalam hal pengurangan ketergantungan pada pihak ketiga atau agen perjalanan dalam pengurusan visa.

1. Revisi UU No. 8 Tahun 2019 untuk Mendukung Penggunaan Aplikasi Saudi Visa Bio Undang-Undang No. 8 Tahun 2019 perlu direvisi untuk mengakomodasi peran aplikasi Saudi Visa Bio dalam proses pengajuan visa Haji dan Umrah. Revisi ini harus mencakup ketentuan yang memungkinkan dan mendorong penggunaan teknologi digital oleh jamaah untuk berbagai aspek pengurusan Haji dan Umrah, termasuk pengajuan visa, pendaftaran, dan pelaporan. Dengan mengintegrasikan aplikasi ini ke dalam sistem yang diakui oleh pemerintah Indonesia, jamaah akan mendapatkan kemudahan dan transparansi dalam pengurusan administrasi Haji.

2. Edukasi dan Fasilitasi Penggunaan Aplikasi Saudi Visa Bio Mengakui bahwa banyak jamaah Haji Indonesia yang kurang familiar dengan teknologi, KBIHU dan IPHI perlu dilibatkan dalam program edukasi dan pendampingan penggunaan aplikasi Saudi Visa Bio. Ini akan memastikan bahwa jamaah dapat memanfaatkan teknologi ini dengan baik dan tidak mengalami kesulitan dalam pengurusan visa secara mandiri.

3. Dukungan Infrastruktur dan Kebijakan Pemerintah, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika, dapat berperan dalam menyediakan infrastruktur yang memadai untuk mendukung penggunaan aplikasi Saudi Visa Bio di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, kebijakan yang mendorong adopsi teknologi digital dalam pengurusan Haji dan Umrah perlu dikembangkan, termasuk insentif bagi jamaah yang menggunakan aplikasi ini.

Kesimpulan

Harmonisasi UU No. 8 Tahun 2019 dengan Visi Saudi 2030 adalah langkah penting untuk memastikan bahwa penyelenggaraan Haji di Indonesia dapat terus berjalan dengan efektif dan efisien. Dengan peningkatan kuota Haji yang signifikan dan kemungkinan pergeseran ke arah kemandirian Haji, BPKH perlu menyesuaikan strategi subsidi, diversifikasi investasi, dan pengawasan untuk menghadapi tantangan baru. 

Dampak potensial dari pencairan setoran awal secara massal juga harus diantisipasi dengan strategi mitigasi yang tepat. Di samping itu, keterlibatan kementerian dan lembaga lain seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Perdagangan sangat penting dalam mengorkestrasi upaya bersama untuk menyediakan pelayanan Haji yang lebih terjangkau dan berkualitas.

Peran KBIHU dan IPHI juga krusial dalam mendukung kemandirian jamaah Haji, terutama dalam menghadapi tantangan teknologi digital. Dengan mendampingi dan mengedukasi jamaah, serta bekerja sama dengan pemerintah dan swasta, KBIHU dan IPHI dapat memastikan bahwa jamaah Haji Indonesia siap menghadapi era digitalisasi dan dapat melaksanakan ibadah Haji dengan lebih mandiri dan efisien.

Penggunaan aplikasi Saudi Visa Bio sebagai alat pendukung pengajuan visa Haji dan Umrah secara mandiri juga menjadi langkah penting yang perlu didukung melalui revisi UU No. 8 Tahun 2019. Dengan demikian, Indonesia dapat mempertahankan posisinya sebagai salah satu penyelenggara Haji terbaik di dunia, selaras dengan perkembangan global dan kebutuhan jamaah yang terus meningkat.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun