Mohon tunggu...
Aisha Lintang
Aisha Lintang Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - murid

hobi : menulis dan membaca buku kepribadian : INFP

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Senja dan Bulan

21 Februari 2024   22:38 Diperbarui: 22 Februari 2024   09:52 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saat itu di hari Senin yang terik di bulan Mei, dan jarum jam menunjuk ke arah angka 2 siang. Ada seorang cewek bernama Senja yang sedang duduk di kelasnya, menatap malas pada guru yang sedang mengajar di depan. Ia merasa sangat bosan hari ini, entah mengapa ia merasakan bahwa hari ini tidak ada sesuatupun yang menyenangkan. Pikirannya terbang kemana-mana, sampai melamun.

"Senja! melamun terus, mending kamu jawab pertanyaan dari ibu!" Lamunan Senja terbuyarkan disaat ibu guru yang bernama Bu Sisi memanggil namanya sembari menunjuk ke arah papan tulis yang sudah bertuliskan soal matematika. Senja tidak bisa menolak, ia pun berdiri dari bangkunya dan berjalan ke arah papan. Senja dengan cepat mengerjakan soal yang diberikan oleh Bu Sisi dengan baik dna benar, sampai Bu Sisi terkejut melihatnya.

Senja kembali menatap Bu Sisi dengan malas, "Sudah, Bu. Benar semua, 'kan?" ucapnya. Bu Sisi hanya mengangguk dengan mulut menganga. Melihat itu, Senja segera pergi kembali dan duduk pada bangkunya. Teman-teman sekelas Senja menatap Senja sambil plonga-plongo.

Lalu, kelas kembali berjalan seperti semula. Bu Sisi yang lanjut menjelaskan dengan rumus matematika, dan Senja yang terus melamun.

***

Istirahat pun tiba. Bunyi kencang bel sekolah membuyarkan lamunan Senja lagi.

"Senja, kamu mau ke kantin bareng aku gak?" tiba-tiba Mela, teman dekat Senja datang mendekati Senja dengan langkah riangnya. Mela menepuk pundak Senja dengan pelan, namun tetap saja itu mengagetkan Senja yang melamun.

Senja menoleh ke Mela yang berdiri di sampingnya, "Eh, iya. Ayo! Aku juga bosen di kelas terus"

Mela merangkul pundak Senja, lalu menariknya pergi ke kantin. Untung saja Senja orangnya sabar..

Namun, saat Senja ditarik-tarik oleh Mela melewati lorong sekolah, tanpa sadar mereka berdua menabrak seorang lelaki yang sedang berdiri di tengah lorong. Mereka berdua dan si lelaki itu jatuh di saat yang sama.

Sejujurnya, Senja tidak ingin terlibat dalam masalah ini, tapi, begitu Senja melihat siapa lelaki yang ditabrak Mela, dirinya langsung terdiam dan menatap lelaki itu lekat-lekat. Tatapannya seperti sedang mengagumi lelaki itu, yang diketahui bernama Chandra.

"EH ASTAGA, KAMU GAPAPA? MAAF YAAA!" Mela buru-buru berdiri untuk membantu Chandra, dan Senja masih duduk, terpaku pada wajah Chandra. "Iyaa, aku gapapa kok. Maaf juga ya.." Chandra meraih tangan Mela dan kembali berdiri sebab bantuan Mela. Lelaki itu juga berterimakasih pada Mela, masih dengan senyumannya yang tidak pernah pergi dari wajah menawan itu.

Chandra juga melihat kalau Senja masih duduk terpaku dengan wajahnya, Ia tersenyum dan berjalan ke hadapan Senja. Ia kemudian mengulurkan tangannya, "Sini aku bantu berdiri" kata Chandra. Senja masih terpaku dengan pesona indah wajah Chandra, ia terdiam selama sepersekian detik, namun segera ia buyarkan lamunannya dan menerima uluran tangan Chandra. Chandra pun membantu Senja bangun.

Sementara, Mela berdiri di sana sembari memperhatikan interaksi mereka berdua, tanpa sadar ia menyunggingkan sebuah senyuman tipis. Mela tentu tahu perasaan apa yang dirasakan oleh teman dekatnya itu, apalagi jika bukan jatuh cinta?

Bisa dilihat semburat warna merah pada kedua pipi Senja. Chandra hanya tertawa melihat itu, ini baru pertamakali ada seseorang yang tersipu saat berada dekatnya. "Jadi ini tangan aku gak mau dilepasin?" Chandra dengan tawanya berkata pada Senja sambil menunjuk tangannya yang masih digenggam oleh Senja.

Pipi Senja menjadi makin merah karena itu, ia melepas genggamannya dengan cepat dan menyembunyikan tangannya dibelakang punggungnya sambil tertawa canggung. "Eh, maaf ya, Chandra.."

Chandra makin dibuat tertawa sebab jawaban canggung Senja. Di belakang sana, Mela menatap mereka dengan malas sambil bersedekap. Bisa-bisanya temannya malah tersipu-sipu setelah menabrak seseorang?

Mela menatapnya lekat-lekat, hingga akhirnya Senja melihat tatapan Mela. Senja segera mengucapkan terimakasih pada Chandra kemudian berlari ke Mela dengan tangan menutupi pipi merahnya.

"Kenapa kamu? Habis jatuh cinta ya?" tanya si Mela sambil menaik-turunkan alisnya. Senja memelototi Mela, padahal memang benar sih. Senja menggerutu, "Terserah kamu aja deh Mel".

Mereka berdua kembali tertawa dan melanjutkan perjalanan mereka menuju kantin.

***

Hari demi hari, Senja datang lebih pagi dari biasanya hanya untuk melihat Chandra dalam kelasnya.

Mungkin bisa dibilang Senja itu secret admirer-nya Chandra dari aksi nya setiap hari. Tidak jarang Senja membelikan Chandra makanan ringan dengan alasan 'gabut' aja.

Bahkan tidak jarang juga Senja datang dan mengajak Chandra bercanda ria di taman belakang sekolah, tepatnya di bangku taman. Di sana pemandangannya bagus, sejuk pula. Ada juga seekor kucing liar yang kerap datang untuk bermain dengan mereka. Taman itu seperti 'secret hideout' mereka berdua. Hanya untuk bercanda dan bermain, itu saja kok.

Hari ini hari Jum'at, dan kelas mereka sudah dibubarkan, sudah boleh pulang. Karena pada hari itu  para guru tiba-tiba diharuskan untuk mengikuti acara. 

Chandra dan Senja dua-duanya menggunakan jemputan yang berbeda, dan jemputan mereka belum datang. Jadinya mereka berdua menunggu jemputan mereka datang dengan bersantai di taman belakang sekolah. Seperti yang mereka harapkan, kucing itu juga menunggu mereka di dekat sebuah pohon besar di pinggir taman.

Kucing itu berlari dengan keempat kakinya untuk menghampiri Senja dan Chandra. Senja mendekati kucing itu dan menggendongnya dengan senyuman indah terukir di wajahnya. Chandra melihat itu hanya tersenyum tipis dari jauh. 

"Senja! Sini!" Chandra memanggil Senja sembari berjalan menuju bangku taman yang kosong dan duduk di sana. Senja dengan kucing yang ada di gendongannya pergi menyusul Chandra dari belakang, lalu duduk di samping Chandra pada bangku itu. Kucingnya berada di pangkuan Senja sekarang.

"Kenapa? Mau cerita?" tanya Senja sambil memainkan bulu coklat si kucing.

"Sebenarnya, aku tahu kalau kamu suka sama aku. Bener kan?" tutur Chandra dengan santai, yang mana membuat Senja menatap Chandra dengan panik.

Senja tertawa canggung lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal hanya untuk menghilankan rasa malu. Ia melihat kesana-kemari untuk mencari alasan, "Eh, enggak kok, Chan. Mana mungkin, kan kita teman doang". 

"Beneran, 'Nja? Aku juga suka kamu padahal" Chandra berkata sambil senyum-senyum malu.

Namun, berbeda dengan Senja. Mata Senja terbelalak dan mulutnya menganga mendengar itu, seperti itu adalah hal yang ia yakin tidak akan pernah ia dengar seumur hidupnya. Senja tidak bisa berkata-kata lagi, sudah memerah pipinya.

"Eh? Terlalu terang-terangan kah? Mendadak banget, ya?" ujar Chandra sambil tertawa melihat wajah Senja. Dimana wajah Senja sudah memerah seperti tomat. Senja masih tidak membalas, masih terlalu kaget dengan informasi yang ia dapat barusan.

"Jadi gini, Senja. Aku bilang ini sebagai pengakuan perasaanku sekaligus sebagai perpisahan kita.." Nada yang dipakai Chandra mulai menurun dan memelan. Senja sudah tidak tersipu lagi mendengarnya, lebih ke penasaran. 

"Kenapa jadi perpisahan kita?" tanya Senja dengan polosnya.

"Aku harus balik ke tempat asalku." jawab Chandra dengan mata yang mengisyaratkan kesedihan menatap Senja.

"Tempat asalmu? Dimana itu?" tanya Senja lagi, nadanya sudah mulai khawatir.

"Di Bulan." jawab Chandra dengan lesu.

Chandra meraih dan menggenggam tangan mungil Senja. Tatapannya tidak terlihat bahwa ia sedang bercanda sekarang. "Hei, ayolah. Aku kira kamu serius. Ternyata bercanda." Senja tertawa mendengar pengakuan itu.

"Aku memang serius. Aku bukan makhluk yang diharuskan hidup di sini. Aku hanya di sini untuk menjaga seseorang, dan orang itu adalah kamu, 'Nja. Dan sekarang tugasku sudah selesai, aku diharuskan kembali ke bulan." genggaman tangan Chandra mengerat pada tangan Senja, kemudian mengarahkan tangan Senja untuk memegang dadanya, untuk merasakan bahwa tidak ada detak jantung di sana. "Lihat, aku bahkan tidak punya detak jantung, 'Nja."

Tentu Senja merasakan itu, ia pun juga kaget. Lalu selama ini, ia berteman dengan apa? Rasa bingung dan sedih bercampur menjadi satu, semua itu menjadi rasa yang menyesakkan. Apalagi Chandra bilang ini adalah perpisahan mereka. Air mata menggenang di pelupuk mata Senja.

"Maaf ya, 'Nja. Aku gak bisa nemenin kamu lebih lama. Tapi, aku punya hadiah untuk kamu" Chandra memaksakan dirinya tersenyum saat melihat Senja, ia merogoh saku jaketnya untuku mencari barang tersebut. Saat dikeluarkan dari saku, itu adalah kalung dengan hiasan bulan purnama. "Kalung ini bisa bercahaya di dalam gelap. Jadi bisa nemenin kamu waktu malam, 'Nja" Chandra mengucapkan itu sembari mengalungkannya ke leher Senja dengan perlahan.

Senja terdiam, menatap kalung itu dengan sorot penuh kesedihan. Padahal mereka baru bertemu, dan itu juga pertamakali Senja jatuh pada pesona seseorang. Senja dengan sangat pelan menggumam, "Terimakasih, Chandra."

 Mendengar perkataan Senja membuat Chandra tersenyum dan berucap, "Maaf ya, Senja. Kisah kita berakhir di sini. Maaf, aku membuat akhir kisah kita bagai sang bulan dan sang senja, dimana jika datangnya bulan, menghilanglah senja. Begitupun sebaliknya."

"Terimakasih atas segalanya. Aku pamit ya, 'Nja?" ujar Chandra. Genggaman pada tangan Senja perlahan menjadi ringan, seluruh tubuh Chandra perlahan memutih dan menghilang dari kaki ke arah kepala. Meninggalkan Senja dengan memori dan kalung berharga.

***
"SENJA!! KOK ENAK BANGET KAMU TIDUR DI KELAS SAYA? BANGUN!" Suara familiar yang meneriaki dirinya membuat Senja terbangun dari tidurnya di mejanya. Tentu saja itu suara milik Bu Sisi. 

Kemudian Senja mengingat semua yang terjadi dengan Chandra, lalu ia menoleh dengan tiba-tiba sekali ke temannya, Mela. "Mel! Chandra dimana?" tanyanya panik.

Mela menatapnya bingung, alisnya ia kerutkan. "Chandra? Siapa itu?" Nadanya terdengar benar-benar bingung, membuat Senja lebih bingung lagi.

"Kamu gak inget? Chandra yang waktu itu kamu tabrak! Cowok tinggi, putih, dan kalau senyum ada lesung pipi nya?" jelas Senja. 

"Beneran deh, di sekolah ini gak ada murid yang namanya Chandra!" ujar Mela dengan kesal. 

Senja mengerutkan keningnya bingung. Belum lagi dadanya terasa berat. Tunggu, berat? 

Senja memlihat ke dadanya, di sana terdapat kalung indah dengan hiasan bulan purnama, persis seperti yang diberikan Chandra padanya. Senja tersenyum melihat kalung itu, berarti pertemuannya bersama Chandra bukan hanya sebuah mimpi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun