Mendengar perkataan Senja membuat Chandra tersenyum dan berucap, "Maaf ya, Senja. Kisah kita berakhir di sini. Maaf, aku membuat akhir kisah kita bagai sang bulan dan sang senja, dimana jika datangnya bulan, menghilanglah senja. Begitupun sebaliknya."
"Terimakasih atas segalanya. Aku pamit ya, 'Nja?" ujar Chandra. Genggaman pada tangan Senja perlahan menjadi ringan, seluruh tubuh Chandra perlahan memutih dan menghilang dari kaki ke arah kepala. Meninggalkan Senja dengan memori dan kalung berharga.
***
"SENJA!! KOK ENAK BANGET KAMU TIDUR DI KELAS SAYA? BANGUN!" Suara familiar yang meneriaki dirinya membuat Senja terbangun dari tidurnya di mejanya. Tentu saja itu suara milik Bu Sisi.Â
Kemudian Senja mengingat semua yang terjadi dengan Chandra, lalu ia menoleh dengan tiba-tiba sekali ke temannya, Mela. "Mel! Chandra dimana?" tanyanya panik.
Mela menatapnya bingung, alisnya ia kerutkan. "Chandra? Siapa itu?" Nadanya terdengar benar-benar bingung, membuat Senja lebih bingung lagi.
"Kamu gak inget? Chandra yang waktu itu kamu tabrak! Cowok tinggi, putih, dan kalau senyum ada lesung pipi nya?" jelas Senja.Â
"Beneran deh, di sekolah ini gak ada murid yang namanya Chandra!" ujar Mela dengan kesal.Â
Senja mengerutkan keningnya bingung. Belum lagi dadanya terasa berat. Tunggu, berat?Â
Senja memlihat ke dadanya, di sana terdapat kalung indah dengan hiasan bulan purnama, persis seperti yang diberikan Chandra padanya. Senja tersenyum melihat kalung itu, berarti pertemuannya bersama Chandra bukan hanya sebuah mimpi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H