Ingatkah kapan terakhir kamu menjalani aktivitas asyik tanpa scroll media sosial?
Saya yakin, hampir semua orang mempunyai jawaban yang sama dengan saya. Tidak ada hari tanpa scroll media sosial, bukan? Sosial media atau media sosial hampir menjadi bagian utama dalam kehidupan manusia.
Menurut data.goodstats.id (21/06/2023), pengguna media sosial di Indonesia 2023 berkembang semakin pesat, dan terus bertambah. Melansir Data Reportal pada tahun 2023, 167 juta orang telah menggunakan media sosial.
Sebanyak 153 juta pengguna berusia di atas 18 tahun. Sangat mengejutkan untuk saya, artinya 79,5% dari total populasi menggunakan media sosial.Â
Kini social media adalah sesuatu yang sangat berharga untuk semua orang. YouTube, Instagram, Facebook, Twitter, TikTok, LinkedIn, Threads selalu melekat dalam keseharian semua masyarakat Indonesia.
Dampak media sosial pada penggunanya
BBC News Indonesia (16/01/2018) menerbitkan tulisan yang membahas mengenai media sosial. Dalam tulisan tersebut, terdapat penelitian yang menunjukkan dampak media sosial.
Kabar baiknya, media sosial memiliki dampak positif dan negatif. Berikut beberapa dampak media sosial :
Pertama, media sosial bisa menyebabkan stres, tetapi juga bisa mengurangi stres yang dialami oleh perempuan.Â
Peneliti Pew Research Center pada 2015 melakukan survei yang melibatkan 1.800 orang, dan hasilnya perempuan lebih banyak mengalami stres dibandingkan laki-laki. Jadi, disimpulkan bahwa pemakaian media sosial terkait stres tingkatnya lebih rendah.
Kedua, peneliti di Universitas California membuat kesimpulan bahwa media sosial bisa mempengaruhi suasana hati menjadi baik atau buruk.Â
Konten negatif bisa mempengaruhi suasana hati orang lain menjadi lebih buruk, tetapi konten positif lebih kuat mempengaruhi suasana hati seseorang. Konten positif dianggap membuat suasana hati lebih ceria.
Ketiga, dalam jurnal Computers and Human Behaviour, didapatkan fakta bahwa orang yang menggunakan minimal tujuh media sosial menderita sampai tiga kali lebih gejala kecemasan daripada orang yang memakai 0-2 media sosial saja.Â
Penelitian lebih lanjut masih terus dilakukan mengenai media sosial yang berdampak pada tingkat kecemasan pengguna.
Keempat, pada studi tahun 2016 yang melibatkan 1.700 orang, ditemukan bahwa risiko depresi dialami pengguna media sosial mencapai tiga kali lipat lebih tinggi. Depresi tersebut karena perundungan atau cyber bullying, dan terlalu banyak menonton kehidupan orang lain di media sosial.
Kelima, penelitian dilakukan oleh Universitas Pittsburgh dari 1.700 orang yang berusia 18-30 tahun. Ditemukan bahwa pengguna media sosial yang berlebihan, lebih sering mengalami gangguan tidur.
Orang yang sering login, dan mengecek media sosial pada malam hari membuat mereka sering melihat cahaya biru yang diduga menyebabkan gangguan tidur. Kemudian, mereka menjadi terlalu terobsesi pada media sosial.
Keenam, Daria Kuss dan Mark Griffiths dari Universitas Nottingham Trent di Inggris menganalisa 43 studi sebelumnya yang mengkaji mengenai kecanduan media sosial pada tahun 2011.Â
Lalu, didapatkan kesimpulan mengenai kecanduan media sosial merupakan gangguan kesehatan mental yang perlu perawatan profesional.
Biasanya kecanduan media sosial terjadi pada pecandu alkohol, orang yang sangat tertutup, dan merasa kurang menerima perhatian dari dunia nyata. Akhirnya, mereka melampiaskan perasaan mereka menggunakan media sosial.
Ketujuh, beberapa studi yang dilakukan oleh universitas di luar negeri mengenai media sosial menyebutkan bahwa terlalu banyak melihat swafoto dan kehidupan orang lain justru bisa menurunkan tingkat kepercayaan diri sendiri.Â
Terlalu banyak membanding diri sendiri dengan orang lain. Kemudian, penelitian menyebutkan terlalu sering melihat foto diri juga bisa meningkatkan ego.
Selain itu, media sosial juga memiliki efek negatif pada kesejahteraan jiwa seseorang yang dikucilkan dari dunia nyata.Â
Membuat seorang perempuan yang memiliki hubungan dengan pasangan menjadi lebih kompleks dan sering mengalami masalah karena kecemburuan. Kecemburuan ini terjadi karena terlalu sering melihat media sosial. Bahkan media sosial juga menimbulkan perasaan iri, dan kesepian.
Dari sekian dampak media sosial, dampak negatif lebih banyak dirasakan daripada dampak positif. Terlalu banyak penelitian yang mendukung mengenai penggunaan media sosial yang berlebihan sangat mengganggu kesehatan mental seseorang.
Yang paling parah, penggunaan media sosial berlebihan menyebabkan kecanduan, merusak hubungan, gangguan kecemasan, dan depresi. Apakah sampai di sini kamu masih mempertanyakan dampak media sosial yang mengintai?
Pengalaman pribadi mengurangi media sosial
Saya merasa kehidupan mulai tidak sehat. Hubungan saya dengan pasangan semakin rusak, terlalu sering melihat media sosial sampai tak sadar waktu istirahat sudah terlewat. Terlalu banyak kepo, scroll media sosial, banyak membandingkan diri sendiri dengan orang lain.
Nama saya terlalu banyak terpampang di Google Search, sehingga membuat saya tidak nyaman. Walaupun sebagian besar yang terpampang adalah kabar baik untuk saya.
Saya memutuskan pada 2018 untuk mulai mengurangi media sosial. Menghapus akun Facebook, Instagram, TikTok, dan hampir sebagian besar media sosial yang saya sering gunakan di masa lalu. Menyisakan Twitter dan tetap menggunakan Google sebagai sumber informasi, juga YouTube untuk hiburan.
Namun, saya tidak menyangka akan berkelanjutan pengurangan penggunaan media sosial itu sampai tahun 2022. Hal yang membuat saya lucu, ternyata saya bisa tidak menonton TV sejak menikah dan mengurangi media sosial beberapa tahun lalu.
Saya bisa merasakan bertahun-tahun tanpa memposting status di media sosial, tidak mengunggah foto dan video diri, atau scroll media sosial terlalu lama. Saya sangat menikmati masa-masa itu. Fokus pada kehidupan nyata saya, fokus pada kualitas hubungan dengan pasangan, dan menikmati waktu bersama anak.
Pada akhir 2022, hasrat saya untuk menulis sudah tidak terbendung lagi. Tentu, bukan menulis status, tetapi saya sudah tidak bisa menahan diri membuat tulisan atau menulis sebuah artikel. Tujuannya, memanfaatkan artikel sebagai wadah berbagi pengalaman hidup agar bisa membantu banyak orang.
Saya memutuskan kembali menambah media sosial saya. Mendaftar akun Instagram kembali untuk menyebarkan tulisan saya. Itu pun, masih membatasi penggunaan media sosial. Media sosial hanya digunakan untuk share artikel dan berbagi sedikit kebahagiaan yang saya rasakan.
Tidak masalah jika kamu bisa bijak menggunakan media sosial. Mengetahui batasan kapan harus selesai bermain media sosial, kapan harus fokus pada karir dan kehidupan. Namun, sebaiknya tidak terlalu menggunakan banyak media sosial yang akan berdampak mempengaruhi hidupmu.
Banyak orang bertanya mengenai kepemilikan akun media sosial. Saya selalu menjawab tidak memiliki media sosial.
Mungkin ada juga dampak buruknya dengan tidak memiliki media sosial, seperti tidak up to date, dan circle pertemanan semakin sempit. Tidak jarang juga, saya lost contact dengan teman-teman. Menurut saya itu wajar, semakin bertambah usia kita lebih fokus pada keluarga.
Saya tidak menyesal pernah mengurangi media sosial. Saya sangat menikmati kehidupan saya selama bebas dari media sosial. Mendapatkan banyak kebahagiaan di dunia nyata yang selalu realistis dengan segudang suka duka perjuangan hidup.
Sebenarnya, tidak harus benar-benar berhenti dari media sosial. Istirahat sejenak dari media sosial sudah sangat cukup untuk meningkatkan kualitas hidup.
Cobalah untuk tidak menggunakan media sosial saat bersama keluarga, istirahat membuka media sosial di hari libur atau weekend, atau mengurangi intensitas penggunaan media sosial.
Kapan waktu yang tepat untuk istirahat dari media sosial?
Jika kamu merasa hidupmu semakin toxic, sudah tidak sehat, dan penuh dengan kecemasan. Inilah saatnya kamu mengurangi atau berhenti dari media sosial sejenak. Jangan tunggu sampai hidupmu semakin kacau!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H