Penyusupnya adalah seorang wanita berusia 25 tahun yang pernah gagal kuliah? Senjata penyusup hanya sebilah pistol? Penyusup tersebut bila masih memiliki common sense, tentu tidak ceroboh bermain api di kendang pemilik senjata api. Teroris memang sulit dinalar.
Yang perlu diadili secara nalar adalah kepolisian kecolongan. Bagaimana kasus ini dapat dijelaskan? Jawabannya tidak cukup deskripsi fakta, tetapi perihal preskriptif. Kalau Mabes Polri dapat diserang, pihak mana yang dapat luput dari ancaman teroris?Â
Kerentangan aparat keamanan bukan masalah internal kepolisian, tetapi seluruh bangsa. Rasa aman masyarakat terusik.Â
Karena itu, pihak kepolisian perlu bertanggung jawab terhadap segenap masyarakat Indonesia. Pihak kepolisian tidak cermat mengamalkan kemampuannya sebagaimana seharusnya, kalau bukan terlalu ramah dan dengan demikian tunduk pada kesantunan daripada keselamatan dan kebenaran. Â
Universitas kecolongan
Tidak hanya pihak kepolisian yang kecolongan, lembaga pendidikan tinggi Indonesia juga tersesupi. Terbukti, penyusup Mabes Polri kemarin adalah seorang wanita yang pernah mengenyam dan menyantap pendidikan hingga semester lima.Â
Maka kita dapat bertanya: apa yang sudah diajari pihak universitas kepada pelaku? Sejauhmana lembaga pendidikan tinggi mendidik pelaku?
Kelemahan pelajar dalam menyerap materi, membentuk intelektualitas, dan membangun nuraninya bukan sekadar masalah personal. Sebatang tanaman dapat bertumbuh subur kalau didukung oleh lahan yang kondusif.Â
Maka, infrastruktur pendidikan, entah sistem, entah para penggerak harus bertanggung jawab. Lembaga pendidikan secara keseluruhan perlu mengadakan introspeksi komunal dan komprehensif.Â
Bagaimana pun penyusup Mabes Polri adalah juga bekas didikan lembaga pendidikan tinggi. Lembaga Pendidikan Dasar, Menengah, dan Atas pun turut bertanggung jawab.Â
Sudah saatnya Pemerintah dan lembaga pendidikan melakukan otokritik menyeluruh: mencari tahu kelemahan, lubang-lubang yang memudahkan ruang akademis tersusupi.