Hanya di dalam kurungan waktu empat hari, masyarakat Indonesia sontak tertawa tanpa kontrol karena menonton komedi yang diperankan oleh teroris, pihak kepolisian, dan lembaga akademik.Â
Sudah bukan barang baru kalau terorisme, menurut para peneliti masalah sosial ini, memiliki dua struktur: aktor intelektual yang menyusun bagan penyerangan dan eksekutor lapangan yang mengaplikasikan rencana di medan tempur.
Terdapat perbedaan tajam di antara kualitas kedua aktor ini. Aktor intelektual sudah pasti memiliki kecukupan finansial, berwawasan, dan sekaligus demagog ideologis. Karena itu, aktor intelektual adalah kelompok elit yang tersaring.Â
Sementara itu, eksekotor lapangan, dari beberapa kejadian pengeboman di tanah air, kelihatan tidak memiliki sokongan akademik yang mumpuni.Â
Keuletan otot untuk mengeksekusi rencana juga tampak amatiran. Maka, kelompok eksekutor ini bukan kelompok yang selektif, melainkan siapa saja. Siapa saja yang bisa dihipnotis, yang nalarnya hanya mampu merepetisi tanpa presesi, nuraninya tumpul, memenuhi syarat.
Kualitas kelompok eksekutor di atas pantas saja memperlihatkan kemampuan mereka sebagai badut perusak hidup bersama. Tujuannya memporak-porandakan dan meretakkan kerekatan hidup bersama, tetapi malah memainkan komedi yang menyatukan warga Indonesia.Â
Bukankah orang Indonesia menyukai serial-serial komedia? Pengeboman di gereja Katedral Jakarta memamerkan keterampilan komedian teroris: berencana membom umat yang sedang berdoa, tetapi kedatangannya tepat pada saat umat sudah mulai bubar. Artinya, analisis jadwal peribadatan eksekutor lemah.
Pelaku teror datang dengan maksud jahat, tetapi masih mau diladeni satpam di gerbang, bahkan rela ditahan di luar. Teroris berkelas mungkin akan mempertimbangkan untuk membawa mobil, berlari dengan kecepatan tinggi, dan langsung menabrak gerbang gereja hingga menembus ruang dalam gereja sehingga menimbulkan daya ledak yang sangat eksplosif.Â
Pertunjukkan teroris di katedral Makasar alih-alih menimbulkan horor, malah mengundang warga untuk berfoto ramai. Para youtuber lantas memiliki bahan untuk pengembangan konten youtubenya.
Drama komedi kedua dipentaskan di atas panggung Mabes Polri. Seorang wanita berusia 25 tahun, belakangan diketahui merupakan produk mahasiswa drop out semester lima. Dengan senjata pistol, wanita yang berinisial ZA ini menerobos Markas Besar Polri.Â
Keberanian wanita ini dapat diacungi jembol. Namun, keberanian tanpa kecerdasan hanya menghasilkan dramaturgi kebodohan yang menimbulkan gelak tawa.Â