Mohon tunggu...
Dewi Ailam
Dewi Ailam Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang pengagum dunia seputar Al-Qur'an dan tafsirnya. Salam Literasi^^

Sungguh tidak ada daya menghindarkan diri dari kemaksiatan kecuali dengan perlindungan-Nya dan tidak ada kekuatan melaksanakan ketaatan kecuali dengan pertolongan-Nya. Semoga melalui tulisan ini menjadi setitik wasilah menggapai keberkahan.

Selanjutnya

Tutup

Love

Bagaimanapun, Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin (Part 1)

30 Maret 2021   23:22 Diperbarui: 31 Maret 2021   00:25 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah ini tentang asa yang ditemani duka, tentang tawa yang diiringi tangis, tentang luka yang disebabkan kecewa. Dibalik waktu yang tak kembali, detik yang terus berdetak dan takdir yang berkelanjutan.

Barangkali tak dapat mewakili semua perempuan, hanya memberi pengetahuan bagi mereka yang singgah, tapi tak sungguh.

Diluar hujan, cukup deras untuk ukuran diterabas. Dengan berbagai polemik yang ada, menjadikanku betah, berlama-lama. Kali ini, aku ingin bercerita tentangnya, tentang momen bersamanya yang mengisi hatiku kala itu. Membuka kembali lembaran lama tanpa luka.

[Awal tahun]

Baru dua minggu ini kita saling mengenal. Dan itu, benar-benar waktu yang singkat. Bagaimana kita kedepannya? Entahlah, yang pasti bagaimanapun itu. Kuharap selalu membawa kita ke arah yang lebih baik yaa. Seperti katamu, Hayu ngedaki bareng, mari berproses bersama. Saling mengenal dan membiarkannya mengalir.

[1 bulan kemudian]

aku ga nyangka bakal bisa sedekat ini. Aku juga heran sama diri sendiri, Dari sekian banyaknya cowok yang ngedeketin, baru kamu yang menggoyahkan hatiku. Apalagi saat kamu berkata ini padaku:

kamu tau ga, hal apa yang paling membedakan antara kamu dan wanita lain yang pernah singgah di hatiku sebelumnya? Rasa nyaman dan keterbukaan. Kamu satu-satunya yang bisa bikin aku jatuh cinta sepenuhnya dipertemuan awal kita. Kamu satu-satunya yang bikin aku langsung ngerasa nyaman waktu ada didekatmu. Kamu satu-satunya yang bikin aku merasa, jadi lelaki teristimewa yang bersyukur dicintai kamu. Kamu itu, tak terungkapkan deh. Semoga kita memang ditakdirkan berjodoh yaa. (hatiku berdegub meng-amin-kannya)

[Februari]

Sepagi ini aku terfikirkan dirimu. Dan berfikir bagaimana caraku memantaskan diri, dari berbagai sisi. Tentang bahasan kita mengenai masa depan; masa lalu; impian; harapan; juga pengalaman. Dan, kita kedepannya. Untuk itu, semoga semesta mengaminkan do’a kita ya.

[Maret]

Hari ini sejak mata terbuka di pagi hari, hatiku bahagia.  Begitupun sampai malamnya. Memikirkan kamu yang akan komitmen padaku membuat hatiku berdebar, memandangmu lamat-lamat begini, membuatku makin sayang.

[April]

Malam itu kira-kira begini suasananya. Adzan maghrib berkumandang terdengar sayup-sayup, tak bersahutan seperti biasanya. Beberapa orang masih asyik bergerombol duduk dengan ocehan-ocehan kecil. Aku hanya memerhatikan sekitar. Ikut bergabung tanpa benar-benar berada disana. Lalu, kamu menjawab teleponku, mendamaikan pikiran. Padahal lagi kurang sehat yah waktu itu, makasih ya. Masih terngiang di telingaku di akhir percakapan kita, “Anggap saja sebelum tidur nanti, aku mencium keningmu” Seperti sihir, setelahnya aku terlelap hingga pagi.

[Mei]

Hari ini adalah hari lahirku. Inginku menangis haru malam ini, purnama diatas sana pun turut menjadi saksi indahnya malam kita. Perayaan Ulang Tahun darimu membuatku semakin merasa bahwa aku begitu mencintaimu. Terimakasih telah membahagiakanku :* Terimakasih juga untuk semua sahabat-sahabat terbaik. Sungguh puji syukur yang tak terhingga pada-Mu.

[Juni]

Lagi dan lagi aku merasa haru ketika menatapmu. Malam minggu itu , aku merasa kau milikku, yang mau menjadi pendampingku dimanapun berada. Terimakasih atas pengakuan sikapmu, mungkin aku belum bisa seterbuka itu di hadapan teman-temanmu. Kau terasa nyata kini dan semogapun nanti. Siang kemarin kebahagiaanku membuncah. Seperti berada di alam khayal, ia terbayang seharian, dan aku menyukai rasa itu, perasaan bahagia yang tak terdefinisikan.

[Juli]

Di tengah tak jelasnya arah celotehku. Kamu berkata bahwa aku telah meletakkan harapan besar terhadapmu. Ya, itu benar sayang. Kamu membacanya dengan sempurna. aku telah banyak berharap kepadamu. Sosok yang akan merubah siklus hidupku dan keluargaku menjadi lebih baik dan lebih harmoni. 

Berharap kamu, menjadi satu-satunya pendampingku yang selalu mendukung dan menyertai ditiap-tiap rintangan. Berharap, dan terus berharap. Tatapanmu mengatakan akan melakukan apapun karena mencintaiku. Dan kamu, mengharapkan aku yang terkendali, diriku yang bisa mengontrol sikap tanpa sekonyong-konyong. I will try my best, I promise.

[Agustus]

Mau gimana lagi, ya gini aja. Exactly, aku lagi benar-benar berada dalam keadaan dimana aku terkekang dalam suatu lingkaran dan kemanapun aku pergi juga masih berada dalam lingkaran itu. Aku masih gatau ini bakal buruk atau makin baik kedepannya. Tentu saja aku akan berusaha buat memperbaiki dan menjadikan hal ini suatu yang positif dan membawa kemajuan. Tapi kini aku lagi stag. Gatau harus gimana. Dan merasa gaada yang bisa benar-benar memahami. Hari ini aku rindu. 

Merindukanmu yang menyayangiku. Tapi bersua denganmu tak membuat rinduku berkurang. Sebab aku seakan sedang terabaikan oleh hal lain. Sampai malam ini pun begitu, ketika ku tulis tulisan ini, aku masih merindu. Rindu kamu yang mencintaiku. Entahlah, aku tak bermaksud menyangsikan cintamu. Hanya saja. Yang kubilang tadi itulah yang kulihat. Aku melihat kelakuanmu dibelakangku. Tatapanmu juga, berbeda. Dan menerima kenyataan ini, membuat hatiku lumayan bersedih. Tadinya, yang niatnya pengen cerita tentang hari-hari yang kuhadapi. Gajadi. Jadi gabisa.

[September]

Sungguh jatuh cinta itu bikin lelah, kesal, baperan, sedih, bahagia, pengorbanan, segalanya. Terkadang ingin rasanya lepas dari semua ini. Seperti di alam mimpi. Tanpa adanya rasa sakit.

Ini udah September. Tanggal sebelas lebih tepatnya. Berbagai hal pun telah terjadi. Akhir-akhir ini kita disibukkan akan sesuatu. Oh iya. Mungkin akhir-akhir ini kita udah makin jarang chat. Atau lebih tepatnya. Makin jarang ngobrol dan membahas suatu hal. Maybe. Tapi ya ga juga sih. Hanya sedikit berkurang aja. Aku tau dan sadar. Kalo aku gaboleh –sama sekali gaboleh- buat posesif ke kamu. Meskipun secara ga sadar aku pasti melakukan itu, meskipun sedikit.

Jadi yah, I just really miss you.

[Oktober]

Good evening. Halo sayang, rindu ini masih milikmu. Tapi, semakin hari makin gaada kabar. Its ok. aku bisa maklum, tapi justru ada beberapa hal yang membuat diri ini sangsi. Memberi bukti tanpa diminta, ituu seperti membuat alibi bagi diri sendiri bukan? Sebegitu lupakah sama hp sampe ga dipegang sama sekali? Ditelepon berkali-kalipun gaada jawaban? Entahlah. Sepertinya kamu terlalu bahagia disana hingga lupa segalanya. Semoga aja pikiran negatifku itu hanya ilusi akibat ga sabar menantimu. Maaf ya. Semoga kamu baik-baik disana.

[November]

Sesuatu yang kita cintai akan hilang. Segala yang kita cinta akan pergi. Sebab sejatinya manusia tidak memiliki apapun, termasuk jiwa dan hatinya sendiri adalah milik-Nya. Kita hanyalah diberikan pinjaman, diberi titipan, dimana segala yang terjadi, sekecil apapun itu ada sebab-akibatnya. Itulah kenapa selalu ada ketakutan dalam diri.

Kita berantem. Aku menggerutu.

Aku kurang apa ke kamu , sehingga kamu makin dan makin membuatku kesal setiap harinya? Atau hatiku saja yang terlalu perasa?
Aku kurang gimana ke kamu, ketika aku berusaha mengerti dirimu dan kebutuhanmu? Sedang dirimu mana pernah benar-benar peduli?
Aku selalu berusaha memaafkan setiap orang yang menyakitiku. Tapi tak bisakah diriku egois sekali saja? Kenapa pula aku diciptakan untuk selalu mendengar ego dan keinginanmu? Terutama dirimu? Aku kurang apa kekamu, biar kamu bisa posisikan diriku sebagai wanitamu? Aku sedang marah, memang. Beginikah keadaan ketika diselingkuhi dan tidak didengar? Memang, aku terlalu diam menyikapi tiap-tiap perilakumu. Lantas aku lagi yang salah?

Kapan gitu, kamu mikir buat mengerti apa yang ada dipikiranku. Jangan hanya aku saja yang berusaha mengerti yang ada dipikiranmu. Barangkali ini memang aku yang terlalu egois meminta waktumu tanpa memikirkan kesibukanmu, tapi tak berfikirkah dirimu akan kesibukanku?
Setidaknya, berbuat baiklah, bicara padaku dengan baik, melalui hatiku. Bukan logikamu.
Kamu harusnya mengerti jika menyentuhku harusnya mendahulukan hati bukan emosi..
Kamu harusnya faham kalo hal ini menyakiti hatiku.
Dan mungkin kamu tidak membuatku menangis malam ini, tapi bukan berarti aku tidak pernah menangis sebab terluka olehmu.
Kamu, yang berusaha aku hargai setiap kesempatan. Kamu yang berusaha aku pahami disetiap kondisi.
Setidaknya, tahukah kamu?

[Next: Part II]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun