Prince Bisma yang semakin lama semakin mundur pun bertambah panik, bagaimana mungkin wanita ini tidak takut terhadap panahnya dan malah semakin nekat, padahal dia cuma ingin berniat untuk menakut-nakuti saja. Ya, Prince Bisma tidak akan pernah melawan dan melukai seorang wanita.
Keringat dingin semakin membanjir di tubuh Prince Bisma. Naas, tangannya yang penuh keringat dingin menjadi semakin gemetar dan tanpa sengaja anak panah di tangan terlepas ke arah dada Jeng Amba.
“Aaaaaarrrrghhhhhh”
“Amba .. ambaaa, maafkan aku, aku tidak sengaja”.
Jeng Amba yang tertusuk anak panah berada di ambang maut.
“A .. a .. ambaa .. ma .. maafkan aku”. Ucap Prince Bisma penuh pilu sambil memeluk Jeng Amba yang tergeletak bersimbah darah.
“A .. a a .. aku mengakui, I heart you”
“A .. a .. ayang Bisma, se se semua sudah ter terlambaaat ... you menyakiti hatiku. A ... aku bersumpahhh, ke ke kelak you a akan ma .. mati di tangan se seorang wa .. wanita”.
JELEGHAAAAAARRRRRRR
Saat itu juga Para Dewa di langit mendengar dan merestui sumpah Jeng Amba.
“Tidaaaaaaaaaaaaaakkkkk ... ambaaaaaaaaaaaaa ......”
Jeng Amba pun mati di pelukan sosok yang ia cintai. Lolongan pilu Prince Bisma tidak bisa mencegah nyawa yang sudah tercabut kembali ke raga Jeng Amba. Prince Bisma menerima sumpah kutukan dari Jeng Amba dengan hati ikhlas. Dia pasrah, betapa hidupnya penuh penyesalan, tidak bisa mengutarakan cinta kepada seorang wanita sebagaimana mestinya dan menyebabkannya mati di tengah perasaan malu oleh penolakan Bisma.
Ya, begitulah derita cinta, memang bisa bikin cenat cenut jika tidak tersampaikan dan membikin hati cemberut hingga kepala berdenyut-denyut nyut nyut nyut nyut.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI