Akibatnya, pemahaman sejarah yang benar menjadi kabur dan sulit dilacak.
Selain distorsi sejarah, makam palsu juga berpotensi menggerus esensi spiritualitas dalam wisata religi. Â
Ketika tempat yang seharusnya sakral dan penuh makna justru dipenuhi dengan kepalsuan dan motif bisnis semata, nilai-nilai spiritualitasnya bisa terkikis. Â
Peziarah yang datang dengan niat tulus mencari ketenangan atau keberkahan, justru bisa kecewa atau bahkan merasa tertipu ketika mengetahui bahwa makam yang mereka ziarahi ternyata palsu.
Pentingnya Verifikasi dan Literasi Sejarah
Namun, di tengah fenomena yang mengkhawatirkan ini, ada secercah harapan. Â
Pembongkaran makam-makam palsu yang terjadi di berbagai daerah menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat akan pentingnya kebenaran sejarah mulai tumbuh. Â
Aksi warga bersama PWI LS dan pemerintah desa membongkar makam palsu adalah contoh nyata dari upaya pelurusan sejarah yang datang dari masyarakat bawah.
Ini adalah momentum penting untuk meningkatkan literasi sejarah di masyarakat. Â Pendidikan sejarah yang baik harus dimulai dari tingkat keluarga, sekolah, hingga media massa. Â
Masyarakat perlu dibekali kemampuan untuk berpikir kritis, memverifikasi informasi, dan membedakan antara fakta dan fiksi, terutama dalam konteks sejarah dan budaya.
Selain itu, peran pemerintah dan lembaga terkait juga sangat krusial. Â
Situs-situs sejarah, termasuk makam-makam tokoh penting, harus didokumentasikan dengan baik, dilindungi, dan dikelola secara profesional. Â