Tirto.id menyebutkan kasus pembongkaran 41 makam palsu di Sukabumi pada Agustus 2024, yang diduga sengaja dibangun untuk mencari keuntungan. Â
Seorang pria berinisial J bahkan diamankan polisi karena diduga menjadi otak di balik pendirian makam-makam palsu tersebut. Â
Ini bukti nyata bahwa makam palsu bukan lagi sekadar fenomena iseng, tapi sudah jadi industri yang terorganisir.
Selain motif ekonomi, ada juga motif distorsi sejarah. Â
Beberapa pihak mungkin sengaja membuat makam palsu untuk mengklaim keberadaan tokoh tertentu di wilayah mereka, atau untuk menciptakan narasi sejarah yang sesuai dengan kepentingan kelompok tertentu. Â
Ini bisa dilihat dari kasus pembangunan makam palsu oleh otoritas Israel di sekitar Masjid Al-Aqsa pada tahun 2022, seperti yang Tirto ungkapkan, sebagai upaya propaganda untuk mengklaim sejarah Yahudi di Yerusalem.
Bahkan, tradisi makam palsu ini ternyata bukan barang baru. Â Di zaman Mesir Kuno, mengutip Rudiyant dalam "Misteri Lembah Para Firaun yang Tanpa Pewaris" (2023), makam palsu sengaja dibuat untuk mengelabui perampok makam. Â
Ini menunjukkan bahwa motif di balik makam palsu bisa sangat beragam, dari sekadar keuntungan ekonomi hingga tujuan yang lebih kompleks seperti propaganda atau pengamanan.
Distorsi Sejarah dan Erosi Spiritualitas
Dampak dari fenomena makam palsu ini tentu tidak bisa dianggap remeh. Â Yang paling jelas adalah distorsi sejarah. Â
Masyarakat yang awam bisa dengan mudah tertipu oleh makam palsu dan cerita-cerita yang menyertainya. Â
Informasi yang salah tentang tokoh sejarah, lokasi makam, atau peristiwa penting bisa terus menerus direproduksi dan diwariskan ke generasi berikutnya. Â