Film ini juga menyentuh isu yang lebih besar, yaitu ketidaksetaraan gender dan bagaimana perempuan sering kali dianggap sebagai pihak yang harus mengorbankan kebebasan dan hak-haknya demi kelangsungan hubungan.
Menurut Mojok, film ini menggambarkan realitas banyak perempuan di Indonesia yang merasa harus menikah di usia muda karena tekanan sosial.
Di Indonesia, pernikahan dini sering kali dipandang sebagai jalan keluar dari masalah keluarga atau tekanan sosial, namun banyak yang tidak menyadari bahwa itu bisa menjadi awal dari penderitaan yang panjang bagi perempuan.
Film ini membawa kita pada kenyataan bahwa meskipun masyarakat semakin terbuka terhadap isu-isu kesetaraan gender, masih banyak perempuan yang merasa terkekang oleh norma sosial yang ada.
Hal ini membuat mereka terpaksa memilih hubungan yang merugikan hanya untuk mendapatkan sedikit kebebasan dari tuntutan keluarga atau masyarakat.
Dilema ini sangat nyata, dan Sampai Nanti, Hanna! berhasil menyampaikannya dengan cara yang sangat emosional dan mendalam, sehingga penonton bisa merasakan kesulitan dan ketidakberdayaan yang dihadapi oleh karakter utama.
Pesan untuk Masyarakat: Keberanian untuk Berubah
Meskipun film ini penuh dengan tantangan emosional, di baliknya tersimpan pesan yang sangat kuat.
Film ini tidak hanya menunjukkan betapa pentingnya kebebasan untuk memilih, tetapi juga betapa berharganya keberanian untuk keluar dari hubungan yang merugikan, meskipun itu berarti harus menghadapi ketidakpastian.
Ini adalah pesan yang perlu kita renungkan bersama. Dalam banyak kasus, perempuan seringkali merasa takut untuk berbicara atau mengambil tindakan karena takut akan akibatnya.
Namun, seperti yang disampaikan dalam film ini, terkadang pilihan terbaik yang bisa kita ambil adalah meninggalkan hubungan yang menyakiti demi kesejahteraan emosional dan mental kita sendiri.
Pesan ini sangat relevan dengan kehidupan banyak orang, khususnya perempuan di Indonesia, yang terkadang merasa tidak ada jalan keluar dari hubungan yang penuh dengan kekerasan.