Film Sampai Nanti, Hanna! menggambarkan pilihan sulit perempuan antara kebebasan dan hubungan toksik.
Banyak perempuan menghadapi keputusan besar dalam hidup, terutama dalam hal hubungan dan pernikahan, yang terkadang membawa mereka ke dalam situasi toksik.
Film Sampai Nanti, Hanna! mengangkat tema ini, menggambarkan kisah seorang perempuan, Hanna, yang menikah dengan Arya untuk melarikan diri dari tekanan ibunya, namun justru terperangkap dalam hubungan penuh kekerasan verbal.
Disutradarai oleh Agung Sentausa, film ini menunjukkan realitas ketidakberdayaan perempuan yang harus memilih antara kebebasan dan hubungan yang merugikan.
Sampai Nanti, Hanna! mengajak kita mencermati tentang kesulitan memilih untuk keluar dari hubungan yang menyakitkan demi kesejahteraan diri.
Pilihan yang Sulit: Kebebasan atau Kekerasan?
Di Indonesia, banyak perempuan yang merasa bahwa menikah adalah jalan keluar dari tekanan keluarga dan sosial.
Dalam film ini, Hanna memilih menikah dengan Arya sebagai cara untuk bebas dari dominasi ibunya. Namun, yang terjadi setelahnya adalah kenyataan pahit.
Pernikahannya malah berujung pada kekerasan verbal dan emosional.
Dalam banyak kasus, perempuan seperti Hanna terjebak dalam hubungan yang tidak sehat, karena mereka merasa tak punya pilihan lain.
Dalam film ini, perasaan terjebak itu sangat terasa, ketika Hanna, meski telah menikah, harus menghadapi kekerasan verbal dari suaminya yang seharusnya menjadi tempat perlindungan.