Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Asa Demokrasi Paripurna Lewat Reformasi Pilkada

19 November 2024   18:09 Diperbarui: 19 November 2024   18:09 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi TPS. (KOMPAS/ASWIN RIZAL HARAHAP) 

Salah satu isu utama yang perlu diperhatikan adalah tingginya biaya kampanye. Banyak kandidat merasa terpaksa membayar mahar politik kepada partai untuk mendapatkan dukungan. 

Praktik ini tidak hanya menguras kantong mereka tetapi juga mengubah cara politik kita berjalan. 

Seharusnya, dukungan partai diberikan berdasarkan prestasi dan popularitas kandidat, bukan berdasarkan siapa yang mampu membayar lebih.

Korupsi sebagai Konsekuensi Biaya Kampanye Tinggi

Tingginya biaya kampanye juga berkontribusi pada tingginya angka korupsi di kalangan pejabat terpilih. 

Setelah terpilih, banyak politisi merasa perlu mengembalikan biaya kampanye mereka dengan cara-cara yang merugikan kualitas pemerintahan. 

Mereka mungkin menjual jabatan birokrasi atau meminta suap untuk proyek-proyek pemerintah. Ini adalah siklus yang sangat berbahaya dan harus dihentikan.

Berdasarkan penelitian dari Berenschot dan Edward Aspinall dalam buku Democracy for Sale, jelas bahwa reformasi regulasi pemilu sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini. 

Kita perlu memikirkan cara-cara untuk mengurangi biaya kampanye secara efektif dan memperbaiki peraturan dana kampanye agar lebih transparan.

Mengambil Langkah Menuju Perubahan

Dalam konteks ini, penting bagi kita untuk mendukung upaya reformasi yang melibatkan para ilmuwan politik dan ahli hukum. 

Universitas-universitas di Indonesia telah menghasilkan banyak penelitian berkualitas tinggi mengenai hakikat pemilu dan bagaimana memperbaiki sistem pemilu kita. 

Pengetahuan ini harus dimanfaatkan untuk merumuskan undang-undang pilkada yang baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun