Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Tips Digital Marketing dan AI.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Antara Harapan dan Realita Putusan MK untuk Buruh Indonesia

2 November 2024   00:34 Diperbarui: 2 November 2024   00:43 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pekerja istirahat makan siang di pinggir jalan di Kawasan Sudirman, Jakarta. (KOMPAS/HERU SRI KUMORO) 

Pada 31 Oktober 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sebagian gugatan atas Undang-Undang Cipta Kerja yang diajukan oleh kelompok buruh. 

Putusan yang dibalut dalam 687 halaman ini, mencakup perubahan pada tujuh isu ketenagakerjaan utama, mulai dari tenaga kerja asing hingga pengaturan pesangon. 

Bagi sebagian besar pekerja di Indonesia, khususnya buruh, ini adalah angin segar di tengah ketidakpastian yang mereka hadapi selama ini.

Namun kita harus bertanya, apakah ini benar sebuah kemenangan untuk buruh? 

Seberapa jauh putusan ini nantinya menjamin ada perbaikan di lapangan?

Angin Segar di Tengah Kekhawatiran

Tidak bisa dipungkiri bahwa UU Cipta Kerja sejak awal telah menimbulkan kegelisahan di kalangan buruh. 

Keputusan MK untuk menerima sebagian gugatan ini disambut positif oleh buruh, menurut Tempo.co (2024). 

Buruh menilai keputusan ini sebagai langkah penting untuk memperjuangkan hak-hak mereka, terutama dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), outsourcing, dan upah minimum sektoral. 

Ketika dewan pengupahan kembali dihidupkan, buruh merasa ada harapan baru untuk mendapat suara lebih besar dalam menentukan nasib mereka.

Bagi saya, justru di sinilah tantangan sesungguhnya. 

Pemerintah memang kerap menunjukkan komitmennya lewat keputusan legal, tapi realita di lapangan jarang sejalan. 

Untuk buruh, putusan MK ini adalah angin segar, sebuah langkah maju. 

Namun di mata saya, ini baru permulaan dari perjalanan panjang yang penuh liku. 

Harapan buruh akan perubahan besar ini, sayangnya mungkin akan bertabrakan dengan praktik lapangan yang kerap melawan janji-janji indah di atas kertas.

Menyeimbangkan Kepentingan: Beban di Bahu Pemerintah

Dalam aspek perburuhan, keputusan ini memuat pengaturan yang lebih jelas, misalnya batas maksimal PKWT selama lima tahun, yang dapat memperbaiki ketentuan yang sebelumnya dianggap merugikan. 

Pemerintah tampaknya berupaya menyeimbangkan kepentingan pekerja dan perusahaan dalam putusan ini. 

Dengan memberi batasan waktu untuk kontrak kerja dan mengatur pengupahan sektor, harapannya adalah adanya kepastian hukum yang adil bagi kedua belah pihak.

Tapi benarkah aturan-aturan ini mampu menjembatani kepentingan kedua belah pihak? 

Dalam kenyataannya, regulasi sering kali hanya menjadi formalitas yang rapuh. 

Perusahaan bisa saja menemukan celah hukum lain, melonggarkan ketentuan baru ini, terutama dalam soal outsourcing dan kontrak kerja. 

Di sinilah seharusnya pemerintah tampil, menjadi pengawas dan pelindung hak-hak pekerja dengan tegas. 

Tanpa pengawasan yang ketat, aturan-aturan ini tak lebih dari barisan pasal yang mati di atas kertas.

Revisi Lanjutan: Perlindungan Pekerja Harus Lebih Diperkuat

Berbicara mengenai revisi lanjutan, The Conversation (2024) menyoroti beberapa poin penting. 

Artikel dari laman ini menekankan bahwa regulasi terkait outsourcing, PKWT, dan peran serikat pekerja dalam perundingan upah masih perlu diperkuat. 

Salah satu contoh nyatanya adalah perlunya pengawasan yang lebih baik terhadap sistem PKWT agar tidak disalahgunakan. 

Jika kita tidak berhati-hati, PKWT bisa menjadi alat bagi perusahaan untuk menghindari pengangkatan pekerja tetap, yang pada akhirnya hanya akan merugikan buruh.

Di tengah budaya kerja Indonesia yang masih bertumpu pada hierarki, posisi tawar buruh kerap terpinggirkan. 

Inilah mengapa peran serikat pekerja yang kuat begitu penting—sebagai suara yang setia pada aspirasi buruh, bukan sekadar formalitas. 

Serikat perlu terlibat dalam setiap perundingan upah dan keputusan ketenagakerjaan, agar keputusan-keputusan ini tidak sekadar menjadi kemenangan bagi pemodal, tapi juga membawa keadilan bagi mereka yang setiap hari berjuang di lapangan.

Dampak Langsung dan Bukti di Lapangan

Belum ada data empiris yang menunjukkan dampak langsung dari putusan MK ini terhadap kesejahteraan buruh. 

Tempo.co (2024) mencatat bahwa putusan ini diharapkan akan memberikan perlindungan yang lebih kuat bagi pekerja melalui pengaturan upah minimum sektoral dan batasan kontrak kerja. 

Tetapi, apakah harapan ini benar-benar akan terealisasi?

Menyaksikan perubahan regulasi ini, saya dihadapkan pada rasa optimis sekaligus skeptis. 

Optimis karena undang-undang ketenagakerjaan kita mulai bergerak maju. 

Skeptis karena terlalu sering hasilnya jauh dari harapan. 

Tanpa langkah proaktif dari pemerintah untuk memastikan kepatuhan di lapangan, perubahan ini bisa jadi hanya sebatas percikan kecil dalam kesejahteraan buruh, tanpa pernah benar-benar menyentuh inti kehidupan mereka.

Waktu yang Akan Menjawab

Putusan Mahkamah Konstitusi tentang UU Cipta Kerja memberikan harapan baru bagi buruh, dengan aturan yang tampaknya lebih melindungi mereka. 

Ada upaya menciptakan keseimbangan antara hak pekerja dan kepentingan perusahaan, namun semua ini hanya bermakna jika benar-benar diimplementasikan. 

Kita perlu mengawasi agar janji-janji tersebut tak hanya menjadi tinta di atas kertas. 

Pertanyaannya, apakah ini benar akan menjadi titik balik bagi buruh? 

Atau apakah Putusan ini hanya jadi sekadar riak kecil dalam cerita panjang ketidakadilan pada buruh di negeri ini?

***

Referensi:

  • Tempo.co. (2024, 31 Oktober). MK Kabulkan Uji Materi UU Cipta Kerja, Ini 6 Poin Penting Putusannya.
  • Reuters. (2024, 31 Oktober). Indonesian court orders changes to some labour rules.
  • The Conversation. (2024, 15 Maret). Riset: UU Cipta Kerja gagal sejahterakan buruh, hanya untungkan pemodal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun