Berbicara mengenai revisi lanjutan, The Conversation (2024) menyoroti beberapa poin penting.Â
Artikel dari laman ini menekankan bahwa regulasi terkait outsourcing, PKWT, dan peran serikat pekerja dalam perundingan upah masih perlu diperkuat.Â
Salah satu contoh nyatanya adalah perlunya pengawasan yang lebih baik terhadap sistem PKWT agar tidak disalahgunakan.Â
Jika kita tidak berhati-hati, PKWT bisa menjadi alat bagi perusahaan untuk menghindari pengangkatan pekerja tetap, yang pada akhirnya hanya akan merugikan buruh.
Di tengah budaya kerja Indonesia yang masih bertumpu pada hierarki, posisi tawar buruh kerap terpinggirkan.Â
Inilah mengapa peran serikat pekerja yang kuat begitu penting—sebagai suara yang setia pada aspirasi buruh, bukan sekadar formalitas.Â
Serikat perlu terlibat dalam setiap perundingan upah dan keputusan ketenagakerjaan, agar keputusan-keputusan ini tidak sekadar menjadi kemenangan bagi pemodal, tapi juga membawa keadilan bagi mereka yang setiap hari berjuang di lapangan.
Dampak Langsung dan Bukti di Lapangan
Belum ada data empiris yang menunjukkan dampak langsung dari putusan MK ini terhadap kesejahteraan buruh.Â
Tempo.co (2024) mencatat bahwa putusan ini diharapkan akan memberikan perlindungan yang lebih kuat bagi pekerja melalui pengaturan upah minimum sektoral dan batasan kontrak kerja.Â
Tetapi, apakah harapan ini benar-benar akan terealisasi?
Menyaksikan perubahan regulasi ini, saya dihadapkan pada rasa optimis sekaligus skeptis.Â