Rupiah awalnya bukan hanya sebagai alat tukar, tapi juga simbol perjuangan dan kemerdekaan bangsa.Â
Hari Uang Nasional, 30 Oktober, adalah momen refleksi.Saat Oeang Republik Indonesia (ORI) diterbitkan pada 1946, ia menggantikan mata uang kolonial, membawa harapan bagi Indonesia yang baru merdeka saat itu.Â
Kini, di usia 78 tahun, kita melihat bagaimana rupiah terus berkembang menghadapi tantangan, seperti digitalisasi dan perubahan kebutuhan ekonomi masyarakat.
Rupiah dan Tantangan Era Digital
Seiring perkembangan teknologi, rupiah tidak hanya berbentuk kertas atau koin lagi, tetapi hadir dalam wujud digital.Â
Uang elektronik, QRIS, dan pembayaran nontunai telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari kita.Â
Transformasi ini telah memperluas akses keuangan, bahkan bagi segmen masyarakat yang sebelumnya sulit dijangkau.Â
Ini merupakan perkembangan positif, terutama dalam memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi banyak orang.
Namun, digitalisasi juga membawa tantangan baru, seperti ketergantungan pada utang online.Â
Akses digital yang luas memfasilitasi pinjaman berbasis teknologi, yang sering menjadi jebakan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah yang terhimpit biaya hidup.
Ketergantungan pada Pinjaman Daring
Masyarakat kelas menengah ke bawah yang menghadapi kenaikan biaya hidup sering kali beralih ke pinjaman daring sebagai solusi cepat.Â
Fenomena ini erat berkaitan dengan angka kemiskinan di Indonesia yang meningkat pelan tapi pasti, selama satu dasawarsa terakhir.Â