baca anak-anak masih menjadi tantangan besar, terutama di daerah-daerah terpencil.Â
Di Indonesia, hakMeski berbagai upaya seperti perpustakaan keliling dan program literasi sudah dilaksanakan, perlu diakui bahwa banyak anak masih belum mendapatkan akses penuh terhadap hak baca yang layak.Â
Hak baca bukan sekadar kemampuan mengenal huruf; ini juga tentang akses ke buku berkualitas, ruang baca yang nyaman, dan lingkungan yang mendukung perkembangan literasi mereka.Â
Tantangan yang dihadapi bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga bagaimana kita membentuk lingkungan yang menghargai pentingnya membaca.
Tantangan di Daerah Terpencil
Berbicara tentang daerah terpencil, kita tidak bisa lepas dari kenyataan sulitnya infrastruktur di sana.Â
Berdasarkan data dari Yayasan Bangun Kecerdasan Bangsa (YBKB) dan Hoshizora Foundation, anak-anak di daerah terpencil menghadapi tantangan besar, seperti kurangnya fasilitas pendidikan, minimnya buku berkualitas, dan ketidakmampuan guru untuk memenuhi standar kompetensi karena terbatasnya pelatihan yang mereka terima.Â
Kondisi geografis memperparah situasi ini, karena banyak wilayah berada di pulau kecil atau pegunungan, membuat distribusi bahan ajar menjadi rumit. Tantangan ini memerlukan perhatian lebih dari pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta .
Dampak dari kurangnya akses baca ini tidaklah sepele. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), kurangnya akses terhadap bahan bacaan berdampak langsung pada kemampuan berpikir kritis dan perkembangan intelektual anak-anak.Â
Anak-anak yang tidak terbiasa membaca akan tertinggal dalam kemampuan berpikir analitis, yang membawa konsekuensi jangka panjang pada perkembangan kognitif mereka.Â
Literasi yang minim membuat anak-anak tidak mampu menginterpretasi informasi dengan baik, dan akibatnya, mereka tidak memiliki keterampilan yang diperlukan untuk berkompetisi di dunia modern yang semakin menuntut.
Dampak pada Perkembangan Anak
Ada pepatah lama yang berkata, "Buku adalah jendela dunia."Â