Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pertahanan Nasional di Era Jokowi, Antara Modernisasi dan Kesejahteraan

20 Oktober 2024   15:21 Diperbarui: 20 Oktober 2024   15:24 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kita bisa memproduksi sendiri, ketergantungan pada negara lain akan berkurang. 

PT Dirgantara Indonesia dan PT Pindad adalah perusahaan lokal yang diharapkan menjadi tulang punggung dari kemandirian ini.

Namun, masih banyak tantangan. Salah satunya adalah kurangnya anggaran untuk penelitian dan pengembangan (R&D). 

Dominasi perusahaan BUMN yang kurang efisien dan minimnya kerja sama dengan pihak swasta juga menjadi kendala. 

Proyek modernisasi peralatan militer sering mengalami keterlambatan karena birokrasi dan kurangnya fleksibilitas BUMN dalam bekerja sama dengan perusahaan swasta yang memiliki teknologi lebih maju. 

PT Pindad dan PT Dirgantara Indonesia sudah memproduksi beberapa alutsista penting, tetapi keterbatasan inovasi membuat produk mereka kalah dibandingkan produk negara lain.

Anggaran Pertahanan dan Kritik yang Muncul

Anggaran pertahanan Indonesia telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak tahun 2019. Namun, peningkatan ini juga menimbulkan kritik, terutama di masa pemulihan ekonomi pasca-pandemi. 

Banyak yang merasa anggaran besar untuk pertahanan mengorbankan sektor penting lain, seperti kesehatan dan pendidikan. Ini bukan sekadar masalah angka di APBN, tapi juga soal prioritas pembangunan.

Pemerintah berargumen bahwa peningkatan anggaran ini diperlukan untuk memperbarui peralatan militer yang sudah tua dan meningkatkan kesiapan TNI. 

Namun, pertanyaannya tetap: seberapa besar kebutuhan ini benar-benar mendesak, dan apakah tidak ada cara lain yang lebih efisien untuk memenuhi kebutuhan pertahanan tanpa membebani ekonomi negara?

Indonesia berada di dalam dilema klasik: memilih antara "guns versus butter"—antara kebutuhan militer dan kebutuhan kesejahteraan publik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun