Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Makassar

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Perundungan di Tempat Kerja, Kehilangan Diri dalam Cengkeraman Kuasa

19 Oktober 2024   14:38 Diperbarui: 19 Oktober 2024   14:47 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perundungan di tempat kerja (Freepik) 

Setiap pagi, ribuan pekerja melangkah masuk ke kantor dengan perasaan cemas, bukan karena beban kerja, tetapi karena perlakuan kasar dari atasan mereka. Perundungan ini bukan sekadar cerita kelam, tetapi kenyataan pahit yang terus menghantui tempat kerja di seluruh Indonesia.

Perundungan Masih Merajalela di Kantor

Menurut laporan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tahun 2022, sekitar 71% pekerja di Indonesia pernah menjadi korban kekerasan atau pelecehan di tempat kerja. 

Angka ini sangat besar—lebih dari setengah pekerja di Indonesia. 

Bahkan, 54,81% pelakunya adalah atasan atau rekan kerja senior. 

Ketimpangan kekuasaan antara atasan dan bawahan menjadi penyebab utama perundungan ini, di mana atasan dengan kuasanya sering kali mengintimidasi atau mempermalukan bawahan di depan rekan kerja. 

Apa dampaknya? Sangat buruk.

Para korban perundungan biasanya mengalami stres, kecemasan, dan perasaan tidak nyaman. 

Bahkan, banyak dari mereka yang akhirnya merasa takut kehilangan pekerjaan. 

Siapa yang tidak takut? Di tengah ekonomi yang sulit, pekerjaan menjadi sumber penghidupan utama. 

Kehilangan pekerjaan dapat menjadi ancaman besar bagi siapa saja.

Pemicu Terjadinya Perundungan

Berbagai faktor dapat menjadi pemicu terjadinya perundungan di tempat kerja. 

Ketimpangan kekuasaan antara atasan dan bawahan sering kali menjadi penyebab utama, di mana atasan memanfaatkan posisinya untuk mengintimidasi. 

Namun, bukan hanya kuasa yang memicu perundungan. 

Tekanan untuk mencapai target yang tinggi dalam lingkungan kerja yang kompetitif juga bisa mendorong perilaku tidak sehat. 

Rekan kerja mungkin merasa terancam posisinya, lalu melampiaskannya dengan menyerang kolega lain secara verbal atau psikologis.

Selain itu, konflik personal yang tidak terselesaikan juga dapat berkembang menjadi perundungan. 

Dalam beberapa kasus, budaya kerja yang kurang mendukung kesehatan mental, seperti norma kerja yang mengabaikan kesejahteraan karyawan, memperburuk situasi.

Lingkungan kerja yang tidak memiliki regulasi tegas terhadap perilaku tidak pantas akan membuka peluang bagi pelaku untuk bertindak tanpa takut pada konsekuensi. 

Semua faktor ini saling terkait, menciptakan kondisi yang ideal bagi perundungan untuk terus berlanjut.

Mengapa Korban Diam?

Salah satu alasan perundungan terus terjadi adalah karena korban memilih untuk diam. 

Berdasarkan survei ILO, 45,61% korban tidak melaporkan kejadian tersebut karena merasa bahwa manajemen atau atasan tidak akan melakukan tindakan apa pun. 

Selain itu, 37,52% korban takut bahwa melaporkan perundungan dapat merusak karier mereka. 

Situasi ini menciptakan lingkaran setan, di mana korban terus menderita dan pelaku merasa aman untuk terus melakukan perundungan tanpa konsekuensi.

Banyak yang merasa bahwa perundungan adalah bagian dari "kerasnya dunia kerja". 

Padahal, anggapan ini justru memperburuk situasi. 

Kita harus membuka mata bahwa perundungan adalah masalah serius yang harus dihentikan.

Tanda-tanda perundungan sering kali terlihat dari perubahan perilaku korban. 

Mereka mungkin mulai menarik diri dari interaksi sosial, tampak cemas atau tertekan, serta menunjukkan penurunan performa kerja. 

Sering merasa takut atau tidak nyaman di kantor adalah indikasi kuat.

Selain itu, perubahan dalam cara komunikasi, seperti menjadi lebih pendiam atau menghindari percakapan dengan rekan kerja atau atasan, juga bisa menjadi tanda perundungan. 

Korban juga mungkin lebih sering absen atau datang terlambat ke kantor karena rasa takut menghadapi lingkungan kerja.

Secara fisik, korban bisa mengalami masalah kesehatan seperti sakit kepala atau insomnia akibat stres. 

Jika korban mulai menghindari tugas tertentu atau rekan kerja tertentu, ini bisa menjadi sinyal adanya perundungan yang perlu diperhatikan.

Apa yang Bisa Dilakukan?

Bagaimana cara kita menghentikan perundungan?

Langkah pertama datang dari rekan kerja. Berdasarkan data, 54,74% saksi kasus perundungan bertanya kepada korban tentang situasi mereka dan memberikan dukungan. 

Ini adalah langkah awal yang sangat penting. Rekan kerja bisa menjadi tumpuan pertama bagi korban untuk berbagi cerita dan mencari dukungan moral. 

Tetapi, tidak berhenti di sana. Kita juga perlu mendorong korban untuk berani melaporkan kejadian tersebut ke manajemen.

Bagi perusahaan, memiliki kebijakan anti-perundungan yang jelas sangatlah penting. 

Contohnya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) di Indonesia mendorong perusahaan untuk membentuk Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3). 

Inisiatif ini memungkinkan pekerja perempuan yang menjadi korban perundungan untuk melaporkan kasus mereka dan mendapatkan bantuan.

Pentingnya Undang-Undang Perlindungan

Namun, langkah-langkah internal perusahaan tidak cukup. 

Kita membutuhkan perlindungan hukum yang lebih kuat. 

Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO 190, yang mengatur penghapusan kekerasan dan pelecehan di tempat kerja. 

Tetapi, implementasi kebijakan ini di lapangan masih kurang efektif. 

Banyak perusahaan yang belum menerapkan aturan ini secara serius. 

Pemerintah harus lebih tegas dalam menegakkan aturan, termasuk memberikan sanksi kepada perusahaan yang melanggar.

Lebih jauh lagi, masyarakat juga perlu diedukasi tentang hak-hak mereka di tempat kerja. 

Masih banyak pekerja yang belum menyadari bahwa mereka berhak melindungi diri dari perundungan dan melaporkan pelaku tanpa takut.

Kesimpulan

Perundungan di tempat kerja bukanlah sekadar masalah yang tersembunyi—ia hadir di setiap ruang kantor, didorong oleh ketimpangan kekuasaan, tekanan, dan budaya yang mengabaikan kesejahteraan karyawan. 

Korban sering terjebak dalam diam, sementara lingkungan kerja yang tidak tegas memperparah situasi. 

Kita semua memiliki tanggung jawab untuk menghentikan perundungan, dari rekan kerja hingga pemerintah. 

Setiap individu berhak atas lingkungan yang aman dan bermartabat.

Namun, setelah semua yang kita ketahui, apakah kita siap mengambil tindakan nyata untuk mencegah perundungan? 

Atau, akankah kita terus membiarkan siklus ini berulang?

Referensi:

  • International Labour Organization (ILO). (2022). Semua Bisa Kena: Laporan Hasil Survei Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja Indonesia 2022. Never Okay Project.
  • KSBSI (Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia). (2023). ILO Rilis Data Survei Terbaru Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja: 70,81% Pernah Jadi Korban. KSBSI.
  • Tirto.id. (2023). Menyikapi Kekerasan di Tempat Kerja & Urgensi Lindungi Korban. Tirto.id.
  • Warta Pemeriksa BPK. (2023). Kenali dan Cegah Praktik Perundungan di Tempat Kerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun