Korban juga mungkin lebih sering absen atau datang terlambat ke kantor karena rasa takut menghadapi lingkungan kerja.
Secara fisik, korban bisa mengalami masalah kesehatan seperti sakit kepala atau insomnia akibat stres.Â
Jika korban mulai menghindari tugas tertentu atau rekan kerja tertentu, ini bisa menjadi sinyal adanya perundungan yang perlu diperhatikan.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Bagaimana cara kita menghentikan perundungan?
Langkah pertama datang dari rekan kerja. Berdasarkan data, 54,74% saksi kasus perundungan bertanya kepada korban tentang situasi mereka dan memberikan dukungan.Â
Ini adalah langkah awal yang sangat penting. Rekan kerja bisa menjadi tumpuan pertama bagi korban untuk berbagi cerita dan mencari dukungan moral.Â
Tetapi, tidak berhenti di sana. Kita juga perlu mendorong korban untuk berani melaporkan kejadian tersebut ke manajemen.
Bagi perusahaan, memiliki kebijakan anti-perundungan yang jelas sangatlah penting. Contohnya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) di Indonesia mendorong perusahaan untuk membentuk Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3).Â
Inisiatif ini memungkinkan pekerja perempuan yang menjadi korban perundungan untuk melaporkan kasus mereka dan mendapatkan bantuan.
Pentingnya Undang-Undang Perlindungan
Namun, langkah-langkah internal perusahaan tidak cukup. Kita membutuhkan perlindungan hukum yang lebih kuat.Â
Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO 190, yang mengatur penghapusan kekerasan dan pelecehan di tempat kerja. Tetapi, implementasi kebijakan ini di lapangan masih kurang efektif.Â