Program ini dirancang dengan pendekatan holistik, yang tidak hanya berfokus pada korban dan pelaku, tetapi juga pada siswa yang menjadi penonton.Â
Melalui latihan dan diskusi kelompok, para siswa diajarkan untuk mengenali perasaan teman-teman mereka dan memahami dampak dari perundungan.
Hasil dari program ini cukup mencengangkan.Â
Menurut penelitian yang dipublikasikan oleh Oxford University Press, sekolah-sekolah yang menerapkan KiVa mengalami penurunan signifikan dalam insiden perundungan.Â
Lebih dari itu, para siswa yang mengikuti program ini juga menunjukkan peningkatan dalam kemampuan mereka untuk merespons konflik dengan cara yang lebih positif dan tidak kekerasan.
4. Dampak empati terhadap kekerasan di sekolah: apa kata penelitian?
Penelitian yang dilakukan oleh Greater Good Science Center dan American Psychological Association menunjukkan bahwa keterampilan empati memiliki dampak langsung pada pengurangan kekerasan di sekolah.Â
Siswa yang mampu mengembangkan empati cenderung lebih mampu mengelola emosi mereka dengan lebih baik, memahami perasaan orang lain, dan menghindari tindakan kekerasan sebagai respons terhadap situasi yang menegangkan.
Keterampilan empati ini juga membantu siswa dalam mengembangkan hubungan yang lebih sehat dengan teman sebaya, yang pada akhirnya menciptakan lingkungan yang lebih aman dan harmonis di sekolah.Â
Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa empati bukan hanya merupakan keterampilan sosial, tetapi juga alat penting dalam membangun budaya sekolah yang bebas dari kekerasan.
5. Rekomendasi kebijakan: integrasi empati dalam kurikulum sekolah
Lalu, bagaimana kebijakan di Indonesia bisa diubah untuk mengintegrasikan program pengembangan empati ini dalam kurikulum sekolah?Â
Berdasarkan rekomendasi dari berbagai penelitian, pendidikan sosial-emosional yang mencakup pelatihan empati harus menjadi bagian penting dari kurikulum sekolah.Â