Di Indonesia dapat dikatakan bahwa negara ini mengalami kendala dari segi komunikasi publik, sebab yang terjadi justru informasi yang disampaikan dinilai belum utuh karena masyarakat masih mengalami kebingungan dan ketidakpastian. Adanya kendala tersebut sehingga memunculkan penilaian bahwa informasi yang disampaikan belum utuh tentu memiliki latar belakang atau alasan yang menjadi pertimbangan.Â
Hal ini dikarenakan Badan Publik harus melaksanakan regulasi yang terkait dalam setiap kebijakan yang dilakukan. Selain itu, Badan Publik yang memiliki otoritas dalam menerima informasi data Covid-19 dan menyampaikan informasi tersebut harus dihadapkan dengan kemungkinan yang bisa saja terjadi apabila informasi disampaikan secara lengkap, yaitu berupa kemungkinan akan terciptanya kegaduhan. Sebab masyarakat dianggap belum siap dalam menyikapi informasi yang sekiranya disampaikan secara utuh. Tetapi, di sisi lain Badan Publik seolah-olah terbentur dengan kewajiban untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Pasal 10 bahwa:
"Badan Publik wajib mengumumkan secara serta merta suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum".
Adapun informasi yang terkait dengan pasal tersebut antara lain 1) informasi mengenai bencana alam, seperti kebakaran hutan, wabah, kejadian antaraiksa, dan lain-lain; 2) informasi non-bencana alam, seperti kegagalan industri, pencemaran lingkungan, ledakan nuklir; 3) bencana sosial, seperti kerusuhan, konflik sosial, teror; 4) informasi terkait racun yang ada pada makanan dan bahan lainnya yang digunakan atau dikonsumsi oleh masyarakat.
Pertanyaan mendasar kemudian muncul. Banyak pihak yang mempertanyakan mengenai siapakah yang berwenang dalam melakukan penyampaian informasi publik terkait kewenangan dalam melakukan penyampaian informasi publik terkait data Covid-19 mengingat status darurat bencana nasional Covid-19 yang terjadi? Apakah semua Badan Publik melalui Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang telah ditunjuk yang menguasai data Covid-19 ataukah tidak semuanya berwenang dikarenakan status darurat bencana kesehatan akibat virus Covid-19? Â
Melalui Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 sebagaimana yang telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan Kepres Nomor 7 Tahun 2020 serta efektifitas dan efisiensi pengelolaan informasi data Covid-19 harus diintegrasikan ke dalam satu struktur dan kewenangan.Â
Sehingga seluruh informasi data Covid-19 perlu diintegrasikan dalam satu penugasan yang menjadi penguasaan Gugus Tugas Covid-19. Terlepas dari Badan Publik manapun di tingkat pusat yang menguasai informasi data Covid-19. Karena pengintegrasian terhadap seluruh informasi data Covid-19 yang tersebar pada seluruh Badan Publik Negara, yaitu Kementerian, Lembaga Non Kementerian, TNI, Polri, Pemerintah Daerah, dan  sebagainya akan memudahkan dalam proses pengelolaan, pengklasifikasian, pendokumentasian, dan juga penyampaian  kepada masyarakat terkait informasi data Covid-19.
Berdasarkan pada Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 disebutkan bahwa juru bicara Pelaksana Gugus Tugas terdiri dari 1) Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatik; 2) Deputi Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden, 3) Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi BNPB, 4) Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Kesehatan; 5) Staf Ahli Bidang Reformasi Birokrasi dan Regulasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Adapun tugas dari Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 antara lain 1) melaksanakan komunikasi publik, 2) agenda setting, 3) menyusun strategi komunikasi, 4) melaksanakan monitoring terhadap media pemberitaan, dan 5) menjadi juru bicara Pelaksana Gugus Tugas.
Jika dikaji dari bunyi Keputusan Presiden (Keppres) tersebut, Tim Komunikasi Gugus Tugas secara jelas telah memiliki peran komunikasi terbuka di dalamnya. Hal ini membuktikan bahwa peran penyampaian informasi publik dalam melaksanakan Keterbukaan Informasi Publik menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam penanganan Covid-19 yang dilakukan oleh Gugus Tugas.
Penutup
1. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan di atas dapat dilihat bahwa upaya mitigasi penanganan virus Covid-19 tidak sebatas perspektif medis saja, melainkan juga melalui perspektif komunikasi. Adapun pihak yang menjadi aktor utamanya adalah Badan Publik sebagai pihak penyedia dan penyampai informasi kepada masyarakat. Komunikasi yang dilakukan oleh Badan Publik kepada masyarakat merupakan sebuah bentuk kewajiban moral (moral obligation) sebagai pihak yang mengemban amanah rakyat berdasarkan Undang-Undang yang berlaku di Indonesia. Untuk melaksanakan amanah tersebut, maka semua gagasan maupun pemikiran yang dilakukan harus dituangkan dalam bentuk informasi, kebijakan, maupun peraturan yang berorientasi pada kepentingan seluruh warga negaranya dengan menjunjung tinggi asas keterbukaan informasi.