Mohon tunggu...
Ahyan Septiani
Ahyan Septiani Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ordinary person

Ordinary person

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tantangan Keterbukaan Informasi Publik di Masa Pandemi

20 Oktober 2021   23:25 Diperbarui: 21 Oktober 2021   08:14 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melalui Surat Edaran Komisi Informasi Pusat Nomor 2 Tahun 2020 pada poin 6 meminta agar seluruh PPID Badan Publik untuk tetap melakukan pelayanan informasi dengan memperhatikan hal-hal berikut ini: a) Memaksimalkan pelayanan informasi berbasis daring (online); b) Jika terdapat pelayanan informasi yang tidak dapat dilakukan berbasis daring (online), maka Badan Publik wajib menerapkan dan mengedepankan kebijakan pembatasan jarak aman (jaga jarak), menggunakan alat pelindung diri (APD) dan protokol kesehatan lainnya sesuai dengan petunjuk pemerintah dan/atau instansi yang kompeten lainnya; c) memprioritaskan penyampaian informasi secara berkala dan serta-merta berbasis daring (online), khususnya terkait dengan layanan publik di Badan Publik selama masa darurat kesehatan akibat Covid-19 berlangsung; d) memprioritaskan penyampaian informasi secara berkala dan berbasis daring (online) atau media lainnya, khususnya terkait dengan rencana kebijakan dan anggaran, rencana perubahan kebijakan dan anggaran, dan mekanisme partisipasi publik di Badan Publik selama masa darurat kesehatan akibat Covid-19 berlangsung, dengan mempertimbangkan kebijakan pembatasan sosial dan pembatasan jarak aman (jaga jarak).

3. Komunikasi Krisis di Masa Pandemi

Reformasi telah membawa beberapa perubahan mendasar dalam konstitusi Indonesia. Indonesia meratifikasi kovenan hak asasi manusia dan melakukan amandemen terhadap Undang Undang Dasar 1945. Hasil amandemen tersebut memuat jaminan pemenuhan hak warga negara untuk mengakses informasi, sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 28F. Akan tetapi, pelaksanaan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dalam penanganan pandemi virus Covid-19 sebagai kasus luar biasa, mengalami ketegangan dan cukup menarik perhatian. 

Hal ini dikarenakan di masa pandemi Covid-19, produk konstitusional Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Kesehatan tentang Penjaminan Kerahasiaan Data Pasien. Padahal sejatinya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik sangat dibutuhkan dalam menghadapi situasi krisis darurat informasi yang dihadapi seperti saat ini. Oleh sebab itu, melalui Surat Edaran Komisi Informasi Pusat Nomor 2 Tahun 2020 poin 4 disebutkan bahwa Komisi Informasi Pusat memberikan panduan terkait informasi yang wajib disampaikan oleh Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Gubernur, Bupati/Walikota, dan instansi pemerintah lainnya yang terkait dengan penanganan darurat kesehatan akibat Covid-19

Seperti yang diketahui bahwa di masa krisis seperti ini, berita dapat menyebar dengan sangat cepat sehingga berpotensi melumpuhkan langkah mitigasi dalam rangka penanggulangan pandemi Covid-19. Sebab penyebaran informasi yang simpang siur akan berdampak bagi masyarakat yang sebenarnya mereka tidak memperoleh pengetahuan melainkan menambah kecemasan yang berlebihan akan pandemi. Salah satunya yang terjadi adalah timbulnya panic buying.

Penyebab terjadinya panic buying dikarenakan selain adanya kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang menimbulkan persepsi di masyarakat bahwa akan terjadi kelangkaan kebutuhan sehari-hari, juga disebabkan karena masyarakat mengalami kecemasan mengenai angka kasus Covid-19 dan varian virus jenis baru yang muncul. Selain itu, fenomena yang saat ini juga terjadi di tengah masyarakat adalah setelah gencarnya gerakan "Ayo Vaksin", penerapan protokol kesehatan terlihat semakin diabaikan. 

Hal ini dapat dilihat dari masyarakat yang tidak menggunakan masker dan tidak menjaga jarak di berbagai aktivitas yang dilakukan. Ini merupakan sebuah gambaran dari rendahnya sense of behavior control yang terjadi di masyarakat. Munculnya fenomena tersebut di tengah masa pandemi seperti ini semakin menuntut peran Badan Publik untuk lebih memperhatikan cara penyampaian dan pemberian informasi. Bila diperlukan dapat juga dilakukan pendampingan selama masa pandemi dalam memberikan edukasi maupun literasi kepada seluruh tingkatan, khususnya kepada pihak yang bersentuhan secara langsung dengan masyarakat.

Perlu diketahui bahwa penanganan informasi publik di masa pandemi Covid-19 seperti ini merupakan bagian dari komunikasi krisis karena bencana maupun komunikasi kesehatan. Menurut Robert A. Logan (2008) komunikasi publik mengenai kesehatan harus bersifat informatif dan persuasif. Tujuannya untuk mengubah pengetahuan, kesadaran, dan sikap publik mengenai cara mengatasi suatu penyakit atau kesehatan. Komunikasi krisis yang efektif memerlukan pemahaman dari komunikator pesan terhadap audiens, tujuan, pesan, cara komunikasi yang paling efektif untuk mencapai hasil yang diinginkan, dan juga mau mendengarkan audiens serta membangun empati dengan mengakui keprihatinannya.

4. Garda Depan Penyampai Informasi di Masa Pandemi

Adanya pandemi Covid-19 tidak hanya mengancam negara Indonesia, tetapi juga mengancam seluruh negara di dunia. Mengatasi virus Covid-19 ini harus diatasi dengan komunikasi yang baik serta langkah strategis yang tepat guna. Dalam situasi krisis, cara dan pesan yang disampaikan kepada masyarakat tentu harus disesuaikan. Peran Badan Publik baik di pusat maupun di daerah menjadi sangat penting dalam kondisi krisis seperti yang terjadi saat ini. Utamanya ialah untuk memberikan pengetahuan, memberikan ketenangan, memberikan kepastian, dan meyakini bahwa dengan bersama-sama Indonesia akan mampu memerangi virus Covid-19 dan melewati masa krisis yang dialami.

Seperti yang diketahui bahwa permasalahan komunikasi di Indonesia belum secepat dan se-transparan seperti negara-negara lain yang juga terdampak virus Covid-19, contohnya seperti negara Singapura. Walaupun secara detail informasi terkait identitas pasien yang terjangkit virus Covid-19 tidak disebutkan karena negara tersebut juga mempunyai Undang-Undang yang mengatur tentang kerahasiaan identitas pasien, Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO mengapresiasi pemerintah Singapura dengan mengatakan bahwa komunikasi yang dilakukan Perdana Menteri Singapura melalui video singkatnya sangat membantu dalam memberikan penjelasan terkait resiko virus Covid-19 dan mampu meyakinkan warganya melewati masa krisis yang akan mereka hadapi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun