Mohon tunggu...
Ahmad W. al faiz
Ahmad W. al faiz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis.

a little bird which surrounds this vast universe, does not necessarily change itself, becoming a lizard. Do you know why. Yes you do.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Surplus Kekuasaan?

28 September 2024   18:12 Diperbarui: 28 September 2024   18:12 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekuasaan itu membutakan. Pos Kota.
Kekuasaan itu membutakan. Pos Kota.

Kekuasaan Itu Membutakan. Pos Kota.

Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, telah mengalami perjalanan panjang dalam upaya mewujudkan demokrasi yang sehat dan pemerintahan yang bersih. Namun, dalam perjalanan ini, dua isu krusial terus menghantui: surplus kekuasaan dan manipulasi sumberdaya. Esai ini akan mengeksplorasi bagaimana kedua konsep ini saling terkait dan dampaknya terhadap perkembangan sosial-politik di Indonesia.

Surplus Kekuasaan: Warisan Masa Lalu yang Bertahan.

Surplus kekuasaan, atau kelebihan wewenang yang dimiliki oleh individu atau kelompok tertentu, bukanlah fenomena baru di Indonesia. Berakar dari era kolonial dan diperkuat selama masa Orde Baru, surplus kekuasaan telah menjadi ciri khas dalam lanskap politik Indonesia.
Selama 32 tahun pemerintahan Soeharto, kekuasaan terkonsentrasi pada segelintir elit. Transisi menuju demokrasi pasca-1998 membawa harapan akan distribusi kekuasaan yang lebih merata. Namun, realitanya, pola-pola lama masih bertahan:

1. Oligarki politik-bisnis yang kuat
2. Dominasi partai-partai besar dalam pengambilan keputusan
3. Pemusatan kekuasaan di tangan eksekutif, baik di tingkat nasional maupun daerah
Desentralisasi, yang awalnya dirancang untuk mendistribusikan kekuasaan, dalam beberapa kasus justru menciptakan "raja-raja kecil" di tingkat lokal, menggeser surplus kekuasaan dari pusat ke daerah tanpa benar-benar menyelesaikan masalah dasarnya.

Manipulasi Sumberdaya: Konsekuensi Logis dari Surplus Kekuasaan.

Ketika kekuasaan terkonsentrasi secara berlebihan, manipulasi sumberdaya menjadi konsekuensi yang nyaris tak terelakkan. Di Indonesia, hal ini termanifestasi dalam berbagai bentuk:
1. Korupsi sistemik : Dari kasus-kasus besar seperti Bank Century hingga korupsi di tingkat desa, penyalahgunaan dana publik masih menjadi momok.
2. Eksploitasi sumber daya alam: Pemberian izin tambang dan perkebunan yang tidak transparan, seringkali merugikan masyarakat adat dan lingkungan.
3. Nepotisme dan kronisme: Penempatan kerabat atau rekan dalam posisi-posisi strategis, mengabaikan prinsip meritokrasi.
4. Manipulasi informasi: Penggunaan media dan teknologi untuk mengendalikan narasi publik, terutama menjelang pemilu.

Dampak terhadap Demokrasi dan Pembangunan.

Kombinasi surplus kekuasaan dan manipulasi sumberdaya memiliki dampak mendalam:

1. Erosi kepercayaan publik: Masyarakat menjadi apatis terhadap proses politik.
2. Ketimpangan ekonomi: Konsentrasi kekayaan pada segelintir elit.
3. Degradasi lingkungan: Eksploitasi berlebihan demi keuntungan jangka pendek.
4. Hambatan reformasi: Pihak-pihak yang diuntungkan oleh status quo menolak perubahan.

Upaya Perbaikan dan Tantangan ke Depan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun