Kebebasan berekspresi, semisalnya saja, tantangan menyeimbangkan kebebasan berbicara dengan sensitivitas budaya dan agama. Termasuk, peran media sosial dalam membentuk ruang publik yang lebih dinamis namun juga berpotensi polarisasi. Hal lain, yang juga terpolarisasi sebagai topiknya dalam ide dan gagasan, mengenai fenomena, dari realitas, kebebasan beragama, dimana, untuk dapat menjamin hak kelompok mayoritas dan minoritas agama. Setidaknya, sama halnya, dengan suatu intensi - interaktif, untuk dapat mengelola hubungan antara negara dan agama dalam kerangka Pancasila. Yang berada dalam skup yang dipahami sebagai ruang lingkup, kebebasan berpolitik, yang geraknya secara evolusi sistem multi-partai pasca-Reformasi. Memberi, suatu fokus bagi, tantangan money politics dan politik identitas dalam pemilihan umum, sebagai salah satu contoh semisalnya. perebutan wilayah ideologis, yang demi terciptanya ruang kebebasan ekonomi, dalam, menyeimbangkan liberalisasi ekonomi dengan prinsip keadilan sosial. Dan, mengatasi kesenjangan ekonomi antar daerah dan kelompok masyarakat.
 Frudem, dalam debutnya, pada era, yang melihat fokus persoalan dalam gerak sosial masa dalam menjawab kebtuhan akhirnya berupaya menjaga keseimbangan antara kebebasan individu dan kepentingan kolektif. Dengan, selalu, berupaya, mengatasi potensi konflik antara berbagai interpretasi kebebasan. Yang, memastikan kebebasan tidak disalahgunakan untuk menekan kelompok lain.
Dan, akan adanya pengembangan dari model kebebasan yang unik dan sesuai dengan konteks Indonesia. Untuk dapat memanfaatkan keragaman sebagai kekuatan dalam inovasi sosial dan politik. Dalam integritas tujuan, yang memperkuat institusi demokrasi untuk melindungi dan memfasilitasi kebebasan yang bertanggung jawab. Dalam hal ini, sebagai, refleksi teoretisnya, mari melihat untuk memperdalam pemahaman tentang kebebasan dalam konteks demokrasi inklusif di Indonesia, kita bisa merujuk pada beberapa pemikir, semisal. Yakni, salah satunya, Nurcholish Madjid: Pemikirannya tentang "Islam Yes, Partai Islam No" menawarkan perspektif tentang kebebasan beragama dalam konteks negara sekuler. Dan, atau; Amartya Sen: Konsepnya tentang "development as freedom" relevan dalam memahami hubungan antara kebebasan, demokrasi, dan pembangunan di negara berkembang seperti Indonesia. Juga, nama seperti, Will Kymlicka: Teorinya tentang "multicultural citizenship" dapat membantu dalam memahami bagaimana kebebasan individu dapat dijamin dalam masyarakat yang sangat beragam.
Mengukur kebebasan atau "libert" dalam tolak ukur kemerdekaan dan dalam, konteks demokrasi inklusif Indonesia bukan sekadar konsep abstrak, melainkan prinsip hidup yang terus dinegosiasikan dalam realitas sehari-hari. Tantangannya adalah bagaimana mewujudkan kebebasan yang tidak hanya melindungi hak-hak individu, tetapi juga memperkuat kohesi sosial dan identitas nasional. Forum seperti Frudem memainkan peran penting dalam mendiskusikan dan merumuskan pemahaman bersama tentang kebebasan yang sesuai dengan konteks Indonesia. Melalui dialog yang melibatkan berbagai perspektif, Indonesia dapat terus mengembangkan model demokrasi inklusif yang menghargai kebebasan sekaligus menjaga keharmonisan dalam keberagaman.
Referensi Ilmiah
Untuk memperdalam pemahaman tentang demokrasi inklusif, berikut adalah beberapa referensi ilmiah dari dalam dan luar negeri:
Referensi Dalam Negeri.
1. Azra, A. (2006). "Indonesia, Islam, and Democracy: Dynamics in a Global Context". Jakarta: Solstice Publishing.
  - Azra menganalisis hubungan antara Islam, demokrasi, dan politik di Indonesia, menekankan pentingnya pluralisme dalam konteks negara Muslim terbesar di dunia.
2. Hefner, R. W. (2000). "Civil Islam: Muslims and Democratization in Indonesia". Princeton University Press.
  - Hefner meneliti peran Islam dalam demokratisasi Indonesia, menunjukkan bagaimana nilai-nilai Islam dapat mendukung demokrasi inklusif.
3. Budiman, A., Hatley, B., & Kingsbury, D. (eds.) (1999). "Reformasi: Crisis and Change in Indonesia". Clayton: Monash Asia Institute.
  - Buku ini menganalisis berbagai aspek reformasi di Indonesia, termasuk tantangan dalam membangun demokrasi yang inklusif pasca-Orde Baru.
4. Liddle, R. W. (2013). "Improving the Quality of Democracy in Indonesia: Toward a Theory of Action". Indonesia, 96, 59-80.
  - Liddle membahas strategi untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia, termasuk pentingnya inklusivitas dalam proses demokratisasi.
Referensi Luar Negeri.