Mohon tunggu...
Ahmad W. al faiz
Ahmad W. al faiz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis.

a little bird which surrounds this vast universe, does not necessarily change itself, becoming a lizard. Do you know why. Yes you do.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Septology, Jon Fosse & Penuturan Etnografi Bahasa

10 Agustus 2024   06:18 Diperbarui: 10 Agustus 2024   06:46 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://theconversation.com/

Bag. I

Puisi Sebagai Wawasan Epik-Linguistik - Penuturan Pesan Singkat.

Oleh : A.W. al-faiz.

Mari terlebih dahulu kita bahas beberapa poin utama yang mungkin terkait dengan judul tersebut, sebelum akhirnya kita mencoba membincang debut sastra pemenang nobel 2023 Jon Fosse.

Puisi Sebagai Wawasan Epik-Linguistik - Penuturan Pesan Singkat memeuat beberapa point penting setidaknya di dalam pembahasan ini yakni :

  1. Puisi sebagai wawasan: Ini menunjukkan bahwa puisi dapat menjadi sarana untuk memperoleh pemahaman atau pandangan baru tentang sesuatu.
  2. Epik-linguistik: Istilah ini menggabungkan "epik" (yang biasanya mengacu pada narasi panjang dan heroik) dengan "linguistik" (ilmu tentang bahasa). Ini mungkin mengisyaratkan bahwa puisi dapat menggabungkan elemen-elemen narasi epik dengan eksplorasi mendalam tentang bahasa.
  3. Penuturan pesan singkat: Hal ini menekankan kemampuan puisi untuk menyampaikan pesan yang dalam dan kompleks dalam bentuk yang ringkas.

Berdasarkan, ini, kita bisa menyimpulkan bahwa topik ini mungkin membahas bagaimana puisi dapat menjadi alat yang kuat untuk menyampaikan wawasan yang luas dan mendalam (epik) tentang bahasa dan penggunaannya (linguistik), semuanya dalam format yang relatif singkat dan padat.


Bag. II

'Septology' Jon Fosse: Puisi Epik Modern dalam Prosa


Jon Fosse, pemenang Nobel Sastra 2023, melalui karyanya 'Septology', memberikan contoh unik tentang bagaimana prosa panjang dapat memiliki kualitas puitis yang menyampaikan pesan singkat dalam konteks narasi epik. Analisis ini akan mengeksplorasi bagaimana Fosse menggunakan teknik-teknik puitis dalam karyanya yang panjang untuk menciptakan efek yang mirip dengan "penuturan pesan singkat dalam bahasa epik".


Elemen Puitis dalam Prosa Epik.

1. Repetisi sebagai Mantra: Pengulangan kata dan frasa dalam 'Septology' menciptakan efek mantra, mirip dengan teknik yang sering digunakan dalam puisi. Ini memungkinkan Fosse untuk menekankan pesan-pesan kunci dalam narasi panjangnya. 2. Ritme Prosa: Gaya penulisan Fosse yang minimalis, dengan kalimat panjang dan sedikit tanda baca, menciptakan ritme yang khas. Ritme ini mengingatkan pada sajak bebas dalam puisi modern, memberikan kualitas liris pada prosanya. 3. Citra yang Kuat: Meskipun 'Septology' adalah karya prosa, Fosse menggunakan citra yang kuat dan simbolisme, teknik yang umumnya dikaitkan dengan puisi, untuk menyampaikan pesan-pesan kompleks dengan cara yang singkat dan padat.


Pesan Singkat dalam Narasi Epik



1. Momen-momen Epifani: Di tengah narasi panjang, Fosse menciptakan momen-momen epifani yang berfungsi seperti puisi pendek, menyampaikan wawasan mendalam dalam bentuk yang padat. 2. Fragmen sebagai Puisi: Struktur fragmentaris 'Septology' dapat dilihat sebagai kumpulan "puisi" pendek yang membentuk narasi epik yang lebih besar. Setiap fragmen menyampaikan pesan singkat yang berkontribusi pada tema keseluruhan. 3. Bahasa Minimalis, Makna Maksimal: Gaya bahasa Fosse yang hemat namun kaya makna mencerminkan esensi puisi - menyampaikan banyak dengan sedikit kata.

Bahasa Epik dalam Konteks Modern

1. Saga Kontemporer: 'Septology', meskipun ditulis dalam prosa, dapat dilihat sebagai versi modern dari saga Nordik kuno. Fosse menggunakan bahasa kontemporer untuk menceritakan kisah epik tentang pencarian identitas dan makna. 

2. Waktu sebagai Elemen Epik: Pendekatan Fosse terhadap waktu yang non-linear dan siklus menciptakan rasa keabadian yang sering dikaitkan dengan narasi epik, meskipun dituturkan dalam bahasa dan konteks modern. 

3. Perjalanan Internal sebagai Odyssey: Penjelajahan internal karakter utama Asle dapat dilihat sebagai versi modern dari perjalanan epik, dituturkan melalui bahasa yang introspektif dan puitis. Dalam hal bahasa puitisnya 'Septology' Jon Fosse mendemonstrasikan bagaimana prosa kontemporer dapat mengadopsi kualitas puitis untuk menyampaikan pesan-pesan singkat namun mendalam dalam konteks narasi epik yang lebih besar. Melalui penggunaan teknik-teknik yang biasanya dikaitkan dengan puisi - seperti repetisi, ritme, dan citra yang kuat - Fosse menciptakan karya yang menggabungkan kepadatan puisi dengan skala epik.

Karya ini menantang pembaca untuk memikirkan kembali batas-batas antara puisi dan prosa, serta bagaimana pesan-pesan singkat dan mendalam dapat disampaikan dalam konteks narasi yang lebih luas. 'Septology' bukan hanya sebuah novel, tetapi juga dapat dilihat sebagai puisi epik modern yang merefleksikan kompleksitas pengalaman manusia kontemporer melalui bahasa yang pada saat bersamaan singkat dan luas.Septology : Jon Fosse - & Penuturan Etnografi Bahasa. 

Saya akan mencoba memberikan ulasan esai tentang Jon Fosse dan karyanya 'Septology' yang terkait dengan etnografi bahasa di Pantai Barat Daya Norwegia. Namun perlu diingat bahwa saya tidak memiliki akses ke teks asli 'Septology' atau sumber-sumber spesifik lainnya, jadi ulasan ini akan bersifat umum berdasarkan pengetahuan saya tentang Fosse dan karyanya. Jon Fosse adalah penulis Norwegia yang terkenal dengan gaya penulisannya yang khas dan minimalis. Lahir di Haugesund pada tahun 1959, Fosse tumbuh di wilayah Pantai Barat Daya Norwegia, sebuah latar yang sering muncul dalam karya-karyanya.

'Septology' adalah karya besar Fosse yang terdiri dari tujuh bagian, diterbitkan dalam tiga volume. Karya ini menggambarkan kehidupan seorang pelukis tua bernama Asle, yang tinggal di sebuah desa kecil di pantai barat Norwegia. Melalui karya ini, Fosse mengeksplorasi tema-tema seperti identitas, waktu, dan spiritual dengan cara yang mendalam dan introspektif. Dari sudut pandang etnografi bahasa, 'Septology' menarik untuk dianalisis karena beberapa alasan: 1. Penggunaan dialek: Fosse dikenal menggunakan elemen-elemen dari dialek Nynorsk, salah satu bentuk standar bahasa Norwegia yang lebih dekat dengan dialek pedesaan. Ini mencerminkan latar belakang geografis dan budaya dari setting cerita. 

2. Gaya penuturan: Fosse menggunakan gaya penuturan yang sangat khas, dengan kalimat-kalimat panjang dan repetitif, serta kurangnya tanda baca konvensional. Gaya ini menciptakan ritme yang unik dan mencerminkan aliran pikiran karakter utama. 

3. Representasi budaya lokal: Melalui bahasa dan narasi, Fosse menggambarkan kehidupan di pantai barat Norwegia, termasuk tradisi, kepercayaan, dan cara hidup masyarakat setempat. 

4. Eksplorasi identitas linguistik: Karya ini menyentuh aspek-aspek identitas yang terkait dengan bahasa dan dialek, yang merupakan bagian penting dari etnografi bahasa. 

Sehingga, 'Septology' bukan hanya sebuah karya sastra, tetapi juga bisa dilihat sebagai dokumen etnografis yang menangkap nuansa bahasa dan budaya dari wilayah tertentu di Norwegia. Melalui bahasa dan narasinya, Fosse memberikan gambaran mendalam tentang masyarakat dan individu di Pantai Barat Daya Norwegia. Suatu Kesimpulannya, 'Septology' karya Jon Fosse merupakan contoh menarik bagaimana sastra dapat menjadi medium untuk eksplorasi etnografi bahasa. Melalui gaya penulisan yang unik dan penggunaan bahasa yang khas, Fosse tidak hanya menciptakan karya sastra yang kuat, tetapi juga memberikan wawasan berharga tentang bahasa dan budaya dari wilayah asalnya.

Septology Jon Fosse:

Konstruksi Teoretik Sastra melalui Penuturan Perbendaharaan Bahasa. 

Jon Fosse, pemenang Nobel Sastra 2023, melalui karyanya 'Septology', memberikan contoh menarik tentang bagaimana konstruksi teoretik sastra dapat dilihat sebagai penuturan perbendaharaan bahasa dalam konteks populer dan kontemporer. Esai ini akan mengeksplorasi bagaimana Fosse menggunakan bahasa untuk membangun narasi yang merespons dan merefleksikan dunia kontemporer.


Perbendaharaan Bahasa sebagai Alat Konstruksi Teoretik.

1. Nynorsk dalam Konteks Kontemporer : Penggunaan Nynorsk oleh Fosse bukan hanya pilihan linguistik, tetapi juga konstruksi teoretik yang menggabungkan tradisi dengan modernitas. Ini mencerminkan bagaimana bahasa minoritas dapat tetap relevan dalam wacana kontemporer. 

2. Sintaksis Minimalis: Gaya penulisan Fosse yang minimalis, dengan kalimat panjang dan sedikit tanda baca, dapat dilihat sebagai respons terhadap overload informasi di era digital. Ini adalah konstruksi teoretik yang menantang cara kita memproses informasi dalam kehidupan sehari-hari. 

3. Repetisi dan Ritme: Pengulangan kata dan frasa menciptakan ritme yang mirip dengan aliran kesadaran, mencerminkan cara pikiran bergerak di dunia yang penuh distraksi. Ini adalah penuturan perbendaharaan bahasa yang merespons realitas psikologis kontemporer.


Penuturan dalam Wilayah Populer dan Kontemporer

1. Tema Universal dalam Konteks Lokal: Fosse mengangkat tema-tema universal seperti identitas dan spiritualitas, tetapi meletakkannya dalam konteks lokal Norwegia. Ini menunjukkan bagaimana sastra dapat menjembatani yang lokal dan global, sebuah aspek penting dalam dunia kontemporer. 

2. Representasi Waktu Non-linear: Pendekatan Fosse terhadap waktu yang tidak linear mencerminkan persepsi waktu yang berubah di era digital, di mana masa lalu, sekarang, dan masa depan sering tumpang tindih dalam pengalaman kita sehari-hari. 

3.  Ambiguitas sebagai Refleksi Realitas: Penggunaan bahasa yang ambigu oleh Fosse dapat dilihat sebagai representasi dari kompleksitas dan ambiguitas kehidupan kontemporer, di mana kebenaran sering kali bersifat subjektif dan tergantung konteks.


Konstruksi Teoretik melalui Karakter dan Setting.

1. Asle sebagai Representasi Manusia Modern: Karakter utama Asle dapat dilihat sebagai konstruksi teoretik tentang seniman/intelektual dalam masyarakat kontemporer, berjuang dengan identitas dan relevansi di dunia yang cepat berubah. 

2. Setting Pedesaan sebagai Kontra-narasi: Pilihan setting pedesaan di era urbanisasi global dapat dilihat sebagai konstruksi teoretik yang menantang narasi dominan tentang kemajuan dan modernitas. 

3. Dialog Internal sebagai Wacana Sosial: Monolog interior yang dominan dalam 'Septology' dapat diinterpretasikan sebagai representasi dari isolasi sosial dan introspeksi yang sering dialami dalam masyarakat modern yang hyper-connected namun sering kali terasa terisolasi. 'Septology' Jon Fosse mendemonstrasikan bagaimana konstruksi teoretik sastra dapat dibangun melalui penuturan perbendaharaan bahasa yang merespons dan merefleksikan realitas populer dan kontemporer. Melalui pilihan linguistik, gaya naratif, dan pengembangan tema, Fosse menciptakan karya yang tidak hanya bernilai sastra tinggi, tetapi juga menjadi cermin dan kritik terhadap kondisi manusia di era modern. Karya ini menantang pembaca untuk memikirkan kembali hubungan antara bahasa, sastra, dan realitas kontemporer, serta peran sastra dalam membentuk dan merefleksikan pemahaman kita tentang dunia.

Septology Jon Fosse:

Asosiasi Jalinan Bahasa Politik dan Makna Tersembunyi

Jon Fosse, penulis Norwegia peraih Nobel Sastra 2023, menciptakan karya monumental 'Septology' yang tidak hanya menarik dari segi sastra, tetapi juga dari perspektif bahasa politik dan makna tersembunyi. Esai ini akan mengeksplorasi bagaimana Fosse menggunakan bahasa sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan politis yang tersirat dalam narasinya.

Bahasa sebagai Alat Politik

1. Penggunaan Nynorsk:
Pilihan Fosse untuk menggunakan Nynorsk, varian bahasa Norwegia yang kurang dominan, dapat dilihat sebagai pernyataan politik. Ini menegaskan identitas linguistik yang berbeda dari dominasi Oslo-sentris dan bahasa Bokml yang lebih umum digunakan. 

2. Ritme dan Repetisi: Gaya penulisan Fosse yang repetitif dan berirama dapat diinterpretasikan sebagai kritik terhadap wacana politik yang sering kali berulang dan hampa makna. 

3. Absennya Tanda Baca: Minimnya penggunaan tanda baca konvensional bisa dilihat sebagai penolakan terhadap struktur bahasa yang mapan, mencerminkan sikap perlawanan terhadap norma-norma yang ada.


Makna Tersembunyi dalam Narasi


1. Karakter Asle: 
Protagonis 'Septology', seorang pelukis tua, bisa dilihat sebagai alegori untuk seniman atau intelektual yang berjuang dengan identitas dan perannya dalam masyarakat. 

2. Setting Pedesaan: Latar belakang desa di pantai barat Norwegia mungkin menyembunyikan kritik terhadap sentralisasi kekuasaan dan marginalisasi daerah-daerah pinggiran. 

3. Eksplorasi Waktu : Pendekatan Fosse terhadap waktu yang tidak linear bisa diinterpretasikan sebagai kritik terhadap narasi kemajuan linear yang sering digunakan dalam wacana politik.

Jalinan Bahasa dan Kekuasaan.

1. Ambiguitas Makna : Fosse sering menggunakan bahasa yang ambigu, yang bisa dilihat sebagai refleksi dari sifat ambigu wacana politik dan kekuasaan. 

2. Suara Interior: Fokus pada monolog interior karakter utama mungkin mencerminkan ketidakmampuan individu untuk sepenuhnya mengekspresikan diri dalam ruang publik yang terpolitisasi. 

3. Simbolisme: Penggunaan simbol-simbol dalam narasi Fosse bisa dilihat sebagai cara untuk menyampaikan pesan-pesan politis tanpa harus mengungkapkannya secara eksplisit.

Demikianlah, kurang - lebihnya jika kita mengulas sedikit unsur, 'Septology' Jon Fosse, melalui penggunaan bahasa yang kompleks dan makna yang berlapis, menawarkan kritik halus terhadap struktur kekuasaan dan wacana politik kontemporer. Dengan menggunakan bahasa sebagai alat, Fosse menciptakan narasi yang tidak hanya bernilai sastra tinggi, tetapi juga kaya akan makna politik yang tersembunyi. Karya ini menantang pembaca untuk melihat melampaui permukaan dan merenungkan hubungan antara bahasa, kekuasaan, dan identitas dalam konteks masyarakat modern.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun